Rabu, 06 Mei 2015

Sujud Sahwi dan Sujud Syukur



Sujud Sahwi
Sujud sahwi berasal dari kata sujud dan sahwi. Sahwi berasal dari kata sahw berarti lupa atau lalai terhadap sesuatu dan berpaling darinya.

Adapun menurut istilah syar’i adalah dikerjakan pada akhir salat atau sesudah salat untuk menutup kekurungan karena meninggalkan perkara yang diperintakan, atau melakukan sesuatu yang dilarang tanpa sengaja. Hal ini berdasarkan hadis Rasulullah saw.

“Jika azan dikumandangkan, setan lari terkentut-kentut hingga tidak mendengar azan. Jika azan telah selesai, ia datang lagi. Jika iqamat dikumandangkan ia pergi lagi. Jika selesai iqamat ia datang lagi untuk melintasi antara seseorang dengan jiwanya seraya mengatakan, ‘Ingatlah ingatlah!’ Bahkan, terhadap hal-hal yang sebelumnya tidak diingatnya. Hingga seseorang lupa sudah berapa rakaat shalatnya. Jika seseorang di antara kalian tidak tahu berapa rakaat ia salat, hendaklah ia sujud dua kali dalam keadaan duduk.” (HR Bukhari, Muslim, Turmudzi, Nasa’I, Abu Daud, Ibnu Majah, dan Ahmad)

Hal yang Menyebabkan Sujud Sahwi

Penyebab sujud sahwi secara syar’I dibagi menjadi empat bagian, yaitu terjadi kekurangan rakaat, terjadi kelebihan rakaat, tidak atau terlupa tasyahud awal dan adanya keraguan. Berikut penjelasannya:

1. Jika seseorang salat meninggalkan salah satu rukun dalam salat karena lupa, kemudia ia ingat sebelum memulai bacaan pada rakaat selanjutnya, ia harus kembali kepada rukun tersebut untuk mengerjakannya dan mengerjakan rukun rukun yang lain.
Kemudian, di akhir salat ia melaksanakan sujud sahwi. Namun, jika ia ingat telah meninggalkan rukun setelah ia memulai bacaan pada rakaat selanjutnya, salatnya menjadi batal dan ia harus mengulangi salatnya serta menyempurnakannya.

2. Jika seseorang meninggalkan tasyahud awal karena lupa memungkinkan untuk mendapatinya, misalnya bangkit dari tasyahud seketika ingat dan belum sempurna berdirinya, hendaklah ia duduk untuk tasyahud awal dan ia tidak perlu sujud sahwi. Namun, jika ia telah berdiri sempurna dan baru ingat tasyahud awalnya terlewat, maka gugurlah pelaksanaan tasyahud awalnya dan ia melanjutkan salatnya serta melakukan sujud sahwi.
Sabda Rasulullah saw,

“Jika salah seorang di antara kalian berdiri dari rakaat kedua, tetapi belum sempurna berdirinya, duduklah dan jika berdirinya sudah sempurna, janganlah ia duduk, kemudian sujud sahwilah dua kali sujud” (HR Turmudzi, Abu Daud, Ibnu Majah, dan Ahmad)

3. Jika seseorang ragu-ragu dalam bilangan rakaat salatnya, misalnya tiga atau empat rakaat, hendaknya ia mengingat-ingat salatnya, kemudian memilih yang mana lebih kuat dan lebih yakin menurutnya. Namun, jika tidak ada keyakinan untuk itu, ia diperbolehkan memilih di atas keyakinannya yang paling sedikit diantara keduanya (tiga), kemudian ia sujud sahwi di akhir salatnya.
Hal ini berdasarkan hadis riwayat Abdulrahman bin Auf yang mengatakan bahwa Rasulullah bersabda,

“Jika seseorang di antara kalian lupa dalam shalatnya, kemudian ia tidak tahu apakah ia salat satu rakaat atau dua rakaat, hendaklah ia memastikan satu rakaat. Jika ia tidak mengetahui apakah dua rakaat  atau tiga rakaat hendaklah ia memastikan dua rakaat. Jika ia tidak mengetahui tiga rakaat atau empat rakaat hendakalah ia memastikan tiga rakaat. Kemudia ia sujud sahwi sebelum salam” (HR Turmudzi, Ibnu Majah, dan Ahmad)

Cara Pelaksanaan Sujud Sahwi

Dalam pelaksanaannya para ulama berbeda pendapat tentang pelaksanaan sujud sahwi, sebelum salam atau sesudah salam.
1. Sujud sahwi dilaksanakan sebelum salam. Ini pendapat Abu Hurairah, Makhul, Az-Zuhni, Ibnul Musayyab, Rabi’ah, Al-Auza’I, dan Al-Laits.
2. Sujud sahwi dilaksanakan sesudah salam. Ini pendapat Sa’ad bin Abi Waqqash, Ibnu Mas’ud, Anas, Ibnu Az-Zubair, dan Ibnu Abbas. Pendapat ini juga dikuatkan oleh Ali, Ammar, Al- Hasan, An-Nakha’I, Ats-Tsauri, serta merupakan mazhab Abu Hanifah dan para sahabatnya.
Ibnu Taimiyah berpendapat dengan berdasarkan kumpulan-kumpulan nash yang ada, sujud sahwi dibedakan antara kelebihan dan kekurangan, antara keraguan dan mengingat-ingat, atau antara ragu-ragu dan yakin. Beliau membedakan pelaksanaan sujud sahwi ke dalam beberapa bagian:

Pertama, jika berkenaan dengan kekurangan, seperti tidak tasyahud awal, hal ini memerlukan penambal dan penambal itu dilakukan sebelum salam agar salatnya menjadi sempurna.

Kedua, jika berkenaan dengan kelebihan, seperti rakaat, hendaknya jangan sampai mengumpulkan dua tambahan dalam satu salat. Oleh karena itu,
sujud sahwi dilaksanakan setelah salam karena hal itu dapat membuat setan marah.

Ketiga, jika berkenaan dengan ragu atau mengingat-ingat, orang yang salat sesungguhnya telah menyempurnakan salatnya, dua sujud itu  hanya untuk membuat setan marah sehingga dilakukan setelah salam.

“Subhana man laa yanaamu wa laa yas-huw” (Bacaan saat sujud sahwi)
Semoga bermanfaat...

Sujud Sahwi :
Sujud Sahwi adalah sujud karena lupa, maksudnya : sujud dua kali karena terlupa salah satu rukun shalat, baik kelebihan maupun kekurangan dalam melaksanakannya.

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ بُحَيْنَةَ اْلاَسْدِيّ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص قَامَ فِى صَلاَةِ الظُّهْرِ وَ عَلَيْهِ جُلُوْسٌ فَلَمَّا اَتَمَّ صَلاَتَهُ سَجَدَ سَجْدَتَيْنِ يُكَبّرُ فِى كُلّ سَجْدَةٍ وَ هُوَ جَالِسٌ قَبْلَ اَنْ يُسَلّمَ وَ سَجَدَهُمَا النَّاسُ مَعَهُ مَكَانَ مَا نَسِيَ مِنَ اْلجُلُوْسِ

Dari Abdullah bin Buhainah Al-Asdiy bahwasanya Rasulullah SAW pernah bangkit berdiri dalam shalat Dhuhur padahal mestinya duduk (attahiyyat awwal), maka setelah selesai shalat, dalam keadaan duduk sebelum salam beliau bersujud dua kali, dan beliau bertakbir pada tiap-tiap sujud dan para makmum juga mengerjakan sebagaimana yang dikerjakan beliau untuk mengganti duduk (attahiyyat) yang terlupa itu”. [HR. Muslim 1 : 399].

قَالَ اَبُوْ هُرَيْرَةَ: صَلَّى لَنَا رَسُوْلُ اللهِ ص صَلاَةَ اْلعَصْرِ فَسَلَّمَ فِى رَكْعَتَيْنِ، فَقَامَ ذُو اْليَدَيْنِ فَقَالَ: اَقُصِرَتِ الصَّلاَةُ يَا رَسُوْلَ اللهِ اَمْ نَسِيْتَ؟ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: كُلُّ ذلِكَ لَمْ يَكُنْ. فَقَالَ: قَدْ كَانَ بَعْضُ ذلِكَ يَارَسُوْلَ اللهِ. فَاَقْبَلَ رَسُوْلُ اللهِ ص عَلَى النَّاسِ فَقَالَ: اَصَدَقَ ذُو اْليَدَيْنِ؟ فَقَالُوْا: نَعَمْ يَا رَسُوْلَ اللهِ. فَاَتَمَّ رَسُوْلُ اللهِ ص، مَا بَقِيَ مِنَ الصَّلاَةِ ثُمَّ سَجَدَ سَجْدَتَيْنِ وَ هُوَ جَالِسٌ بَعْدَ التَّسْلِيْمِ

Telah berkata Abu Hurairah, Rasulullah SAW pernah shalat ‘Ashar menjadi imam bagi kami, lalu beliau salam setelah 2 raka’at, maka berdirilah (seorang shahabat yang panggilannya) Dzul-yadain dan bertanya: “Ya Rasulullah ! Apakah shalat ini diqashar atau engkau lupa ?” Rasulullah SAW menjawab, “Semua itu tidak terjadi”. Dia berkata : “Ya Rasulullah ! salah satu dari (dua) itu telah terjadi”. Lalu Rasulullah SAW menghadap kepada para shahabat sambil bertanya, “Benarkah Dzulyadain ?”. Jawab para shahabat, “Betul, ya Rasulullah”. Kemudian Rasulullah SAW menyempurnakan shalat yang kurang itu, lalu sujud dua kali dengan duduk sesudah salam. [HR. Muslim 1 : 404]

قَالَ عَبْدُ اللهِ: صَلَّى بِنَا رَسُوْلُ اللهِ ص خَمْسًا، فَلَمَّا انْفَتَلَ تَوَشْوَشَ اْلقَوْمُ بَيْنَهُمْ، فَقَالَ: مَا شَأْنُكُمْ؟ قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ هَلْ زِيْدَ فِى الصَّلاَةِ؟ قَالَ: لاَ، قَالُوْا: فَإِنَّكَ قَدْ صَلَّيْتَ خَمْسًا، فَانْفَتَلَ ثُمَّ سَجَدَ سَجْدَتَيْنِ ثُمَّ سَلَّمَ

Telah berkata Abdullah : Rasulullah SAW pernah shalat bersama kami lima raka’at. Setelah selesai shalat, para shahabat berbisik-bisik diantara mereka. Maka Rasulullah SAW bertanya, “Ada apa kalian ?”. Mereka menjawab, “Ya Rasulullah, apakah shalat ini ditambah ?”. Rasulullah SAW menjawab, “Tidak”. Para shahabat berkata, “Sesungguhnya engkau telah shalat lima raka’at”. Maka Nabi SAW berpaling, lalu sujud dua kali kemudian salam. [HR. Muslim 1 : 402]
Rasulullah SAW bersabda :

وَ اِذَا شَكَّ اَحَدُكُمْ فِى صَلاَتِهِ فَلْيَتَحَرَّ الصَّوَابَ فَلْيُتِمَّ عَلَيْهِ ثُمَّ لْيَسْجُدْ سَجْدَتَيْنِ

Dan apabila seseorang diantara kalian syak (ragu-ragu) di dalam shalatnya, hendaklah ia pilih yang mendekati benar, lalu ia sempurnakan menurut pilihan itu. Kemudian hendaklah ia sujud dua kali. [HR. Muslim 1 : 400]

عَنْ اَبِى سَعِيْدٍ اْلخُدْرِيّ قَالَ: قَالَ رَسُوْ لُ اللهِ ص: اِذَا شَكَّ اَحَدُكُمْ فِى صَلاَتِهِ فَلَمْ يَدْرِ كَمْ صَلَّى، ثَلاَثًا اَمْ اَرْبَعًا فَلْيَطْرَحِ الشَّكَّ وَ لْيَبْنِ عَلَى مَا اسْتَيْقَنَ ثُمَّ يَسْجُدْ سَجْدَتَيْنِ قَبْلَ اَنْ يُسَلّمَ

Dari Abu Sa’id Al-Khudriy, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Apabila seseorang diantara kalian syak (ragu-ragu) di dalam shalatnya, yaitu ia tidak tahu apakah ia telah shalat tiga atau empat raka’at, maka hendaklah ia buang yang syak (ragu-ragu) dan kerjakan mana yang ia yaqini, kemudian hendaklah ia sujud dua kali sebelum salam. [HR. Muslim 1: 400]
Keterangan :
Dari hadits-hadits di atas dapat diambil pengertian sebagai berikut :
1.  Orang yang lupa tidak duduk Attahiyat Awwal, orang yang lupa pada raka’at kedua sudah salam padahal masih ada satu atau dua raka’at lagi yang seharusnya ia sempurnakan, maupun orang yang shalat kelebihan raka’at dari yang semestinya, maka orang tersebut supaya Sujud Sahwi dua kali.
2.  Sujud Sahwi itu memakai takbir.
3.  Sujud Sahwi itu bisa dilakukan sebelum salam maupun sesudah salam. Dan apabila dikerjakan sesudah salam, maka setelah Sujud Sahwi lalu salam (lagi).
4.  Kalau kita syak (ragu-ragu) tentang raka’at shalat, hendaklah kita ambil yang yaqin, lalu kita sempurnakan.
5.  Tidak ada bacaan yang khusus untuk Sujud Sahwi ini.





Sujud Syukur


Sujud syukur (Arab, سجود الشكر) adalah perilaku sujud sebanyak satu kali yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam dan dilakukan saat mendapat nikmat / anugerah baru atau terhindari dari musibah. Sujud syukur hukumnya sunnah menurut madzhab Syafi'i dan Hanbali dan makruh menurut madzhab Hanafi dan Maliki.


PENGERTIAN DAN DALIL DASAR

- Hadits riwayat Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah dari Abu Bakar

عَنْ ‏أَبِي بَكْرَةَ ،‏عَنْ النَّبِيِّ ‏‏صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‏ (‏أَنَّهُ كَانَ ‏‏إِذَا جَاءَهُ أَمْرُ سُرُورٍ أَوْ بُشِّرَ بِهِ خَرَّ سَاجِدًا شَاكِرًا لِلَّهِ

Artinya: Dari Abu Bakrah r.a. dari nabi Saw. bahwa apabila beliau mendapatkan suatu perkara yang menyenangkan, maka beliau bersimpuh bersujud sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah”

- Hadits riwayat Baihaqi dari Al-Barra' bin Azib tentang kisah Islamnya Hamdan

وعن البراء بن عازب رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم بعث عليا إلى اليمن فذكر الحديث قال فكتب علي بإسلامهم “فلما قرأ رسول الله صلى الله عليه وسلم الكتاب خر ساجدا شكرا لله تعالى على ذلك

Artinya: Dan dari Al-Barra bin ‘Azib r.a. bahwa nabi SAW mengutus ‘Ali ke Yaman, kemudian dia (perawi) menyebutkan hadits, berkata: Kemudian Ali menulis surat tentang keislaman mereka, maka ktika Rasulullah SAW membaca surat itu, beliau tesungkur sujud sebagai bentuk syukur kepada Allah Ta’ala atas hal tsb

- Hadits riwayat Hakim, Baihaqi, dari Abdurrahman bin Auf
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ، أَنّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " إِنِّي لَقِيتُ جَبْرَائِيلَ عَلَيْهِ السَّلامُ فَبَشَّرَنِي وَقَالَ: إِنَّ رَبَّكَ، يَقُولُ: مَنْ صَلَّى عَلَيْكَ صَلَّيْتُ عَلَيْهِ، وَمَنْ سَلَّمَ عَلَيْكَ سَلَّمْتُ عَلَيْهِ، فَسَجَدْتُ لِلَّهِ شُكْرًا
Artinya: Dari ‘Abdurrahmaan bin ‘Auf : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda : “Aku bertemu dengan Jibriil ‘alaihis-salaam, lalu ia memberikan kabar gembira kepadaku dengan berkata : ‘Sesungguhnya Rabbmu telah berfirman : Barangsiapa yang mengucapkan shalawat kepadamu, maka aku akan mengucapkan shalawat kepadanya. Barangsiapa yang mengucapkan salam kepadamu, maka aku akan mengucapkan salam kepadanya’. (Mendengar hal itu), aku pun bersujud kepada Allah bersyukur kepada-Nya”

- Hadits riwayat Nasai dari Ibnu Abbas

أن النبي صلى الله عليه وسلم سجد في (ص) وقال : سجدها داود توبة ، ونسجدها شكرا

- Hadits riwayat Thabrani dari Umar bin Khattab

خرج صلى الله عليه وسلم يتبرز ، فاتبعته بإداوة من ماء ، فوجدته ساجدا في شربة ، فتنحيت عنه ، فلما فرغ رفع رأسه ، فقال : أحسنت يا عمر حين تنحيت عني ، إن جبرائيل أتاني فقال : من صلى عليك صلاة صلى الله عليه عشرا ، ورفعه عشر درجات

- Hadits riwayat Ibnu Majah dari Anas bin Malik

أن النبي صلى الله عليه وسلم بشر بحاجة فخر ساجد

- Hadits riwayat Ahmad bin Hanbal dari Hudzaifah bin Al-Yaman

عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه سجد سجود الشكر

Artinya: Dari Nabi Muhammad bahwasanya beliau pernah melakukan sujud syukur.

- Hadits riwayat Abu Dawud, Baihaqi dari Saad bin Abi Waqqash

عَنْ عَامِرِ بْنِ سَعْدِ بْنِ أَبِىْ وَقَّاصٍ , عَنْ أَبِيْهِ قَالَ :(( خَرَجْنَا مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم مِنْ مَكَّةَ نُرِيْدُ الْمَدِيْنَةَ , وَلَمَّا كُنَّا قَرِيْبًا مِنْ عَزْوَرَ نَزَلَ ثُمَّ رَفَعَ يَدَيْهِ فَدَعَا اللهَ سَاعَةً ثُمَّ خَرَّ سَاجِدًا فَمَكَثَ طَوِيْلاً ثُمَّ قَامَ فَرَفَعَ يَدَيْهِ فَدَعَا اللهَ سَاعَةً ثُمَّ خَرَّ سَاجِدًا فَمَكَثَ طَوِيْلاً ثُمَّ قَامَ فَرَفَعَ يَدَيْهِ سَاعَةً ثُمَّ خَرَّ سَاحِدًا , ذَكَرَهُ أَحْمِدُ بْنِ صَالِحٍ ثَلاَثًا, قَالَ : إِنِّى سَئَلْتُ رَبِّىْ وَشَفَعْتُ لِأُمَّتِىْ فَأَعْطَانِىْ ثُلُثَ أُمَّتِىْ فَخَرَرْتُ سَاجِدًا شُكْرًا لِرَبِّىْ ثُمَُّ رَفَعْتُ رَأْسِىْ فَسَئَلْتُ رَبِّىْ لِأُمَّتِىْ فَأَعْطَانِىْ ثَلاَثُ أُمَّتِىْ فَخَرَرْتُ سَاجِدًا لِرَبِّى شُكْرًا, ثُمَّ رَفَعْتُ رَأْسِىْ فَسَئَلْتُ رَبِّىْ لِأُمَّتِىْ فَأَعْطَانِى الثُّلُثَ الأَخَرَ فَخَرَرْتُ سَاجِدًا لِرَبِّى

Artinya: dari Amir bin Sa’id bin Abi Waqqash r.a. dari ayahnya ia berkata: Kami pernah pergi bersama rasulullah Saw. dari Mekkah menuju Madinah. Ketika kami mendekati Azwara (sebuah bukit di Juhfah), beliau turun, kemudian mengangkat kedua tangannya lalu berdoa kepada Allah sesaat, setelah itu beliau bersimpuh untuk bersujud lama, kemudian berdiri lalu mengangkat kedua tangannya dan berdoa sesaat kepada Allah. Setelah itu bersimpuh lagi bersujud lama. Ahmd bin Shalih menyebutkannya tiga kali selanjutnya beliau bersabda: “Aku memohon kepada Tuhanku dan aku bela umatku, maka dia memberikan sepertiga untuk umatku, lalu aku bersimpuh bersujud sebagai rasa syukurku kepada Tuhanku, kemudian aku angkat kepalaku, aku mohonkan untuk umatku lalu dia memberikan sepertiga untuk umatku, maka akupun bersimpuh dan bersujud sebagai rasa syukurku kepada Tuhanku, kemudian aku angkat kepalaku, aku mohonkan kepada Tuhanku untuk umatku, lalu dia memberikan sepertiga yang lain, kemudian aku bersimpuh dan bersujud kepada Tuhanku

- Hadits riwayat Haithami, Thabrani, Ibnu Hibban, dari Abu Musa

كنا مع رسول الله صلى الله عليه وسلم فرأيته سجد سجدة الشكر ، وقال : سجدت شكرا

Artinya: Kami bersama Rasulullah dan saya melihatnya melakukan sujud syukur dan Nabi bersabda: Aku bersujud syukur.

- Hadits dari Ibnu Umar

أن النبي صلى الله عليه وسلم مر به رجل به زمانة فنزل وسجد ، ومر به أبو بكر فنزل وسجد ، ومر به عمر فنزل وسجد

Artinya: Bahwasanya Nabi Muhammad pernah bertemu dengan seorang lelaki yang sakit parah lalu beliau turun dari kendaran dan sujud. Abu Bakar As-Siddiq pernah bertemu dengan seorang lelaki yang sakit parah lalu beliau turun dari kendaran dan sujud. Umar bin Khattab pernah bertemu dengan seorang lelaki yang sakit parah lalu beliau turun dari kendaran dan sujud.

- Hadits riwayat Bukhari dan Muslim bahwa Kaab bin Malik bahwa dia melakukan sujud syukur ketika mendengar taubatnya diterima oleh Allah.
- ِAbu Bakar As-Siddiq melakukan sujud syukur saat penaklukan Yamamah dan terbunuhnya Musailamah Al-Kadzab.
- Bahwa sujud syukur diriwayatkan dari segolongan Sahabat tidak ada satupun Sahabat lain yang menentangnya. Ini seperti ijmak atas disyariatkannya sujud syukur.


HUKUM DAN WAKTU SUJUD SYUKUR

Hukum sujud syukur adalah sunnah dan tidak wajib berdasarkan pada hadits di atas dan pendapat jumhur ulama. As-Syaukani menyatakan dalam Al-Bahr Az-Zikhar, 1/286:
قد وردت أحاديث كثيرة بعضها صحيح وبعضها فيه ضعف ، ومجموعها مما تقوم به الحجة أن النبي صلى الله عليه وسلم سجد سجود شكر في مواضع ، ولم يرد في ذلك غير فعله صلى الله عليه وسلم فلم يكن واجبا

Artinya: Ada banyak hadits yang diriwayatkan; sebagian sahih sebagian yang lain dhaif. Secara keseluruhan dapat dijadikan dalil bahwa Nabi melakukan sujud syukur dalam sejumlah tempat dan situasi. Dan tidak disebutkan selain perbuatan Nabi. Maka sujud syukur tidak wajib.

Imam Nawawi dalam Al-Majmuk 3/564 menyatakan pandangan madzhab Syafi'i:
قال الشافعي والأصحاب: سجود الشكر سنة عند تجدد نعمة ظاهرة واندفاع نقمة ظاهرة، سواء خصته النعمة والنقمة أو عمت المسلمين... ولا يشرع السجود لاستمرار النعم، لأنها لا تنقطع

Artinya: Imam Syafi'i dan ulama madzhab Syafi'iyah menyatakan bahwa sujud syukur hukumnya sunnah saat mendapat anugerah kenikmatan baru yang nyata atau terhindar dari musibah yang jelas. Baik kenikmatan atau musibah yang bersifat individu atau yang bersifat umum (menimpat umat Islam). Sujud syukur tidak disunnahkan untuk nikmat yang terjadi terus menerus karena anugerah Allah tiada putusnya.

Oleh karena itu sujud syukur disunnahkan dalam dua kondisi:
1. Ketika adanya anugerah atau nikmat yang baru seperti seseorang mendapat hidayah, masuk Islam, atau umat Islam mendapat pertolongan atau kelahiran anak, dll.

2. Ketika tercegah atau terhindarnya musibah seperti selamat dari kecelakaan tenggelamnya kapal, jatuhnya pesawat atau selamat dari pembunuhan, dan lain-lain.

Dalam kitab Syarah Al Mahalli Ala Syarhil Minhaj, 1/156 juga dinyatakan:
( وتسن لهجوم نعمة أو اندفاع نقمة ) وفي المحرر والروضة كالشرح من حيث لا يحتسب . قال في البحر : الأول كحدوث ولد أو مال له . والثاني كنجاته من الهدم والغرق , روى أبو داود وغيره { أنه صلى الله عليه وسلم كان إذا جاءه شيء يسره خر ساجدا } , ولا يسن السجود لاستمرار النعم . ( أو رؤية مبتلى ) كزمن ( أو عاص )

Pendapat senada lihat di kitab Mughnil Muhtaj, 1/447.


SYARAT SUJUD SYUKUR

Syarat sujud syukur menurut madzhab Syafi'i sama dengan shalat dan
sujud tilawah, yaitu:

1. Suci dari hadats kecil dan besar (
punya wudhu dan tidak sedang junub).
2. Pakaian dan tempat yang dipakai sujud harus suci.
3. Menutup aurat, menghadap kiblat, niat melaksanakan sujud tilawah.
4. Masuknya waktu sujud yaitu segera setelah waktu terjadinya nikmat atau terhindarnya musibah.


CARA SUJUD SYUKUR

Sujud syukur sama dengan sujud shalat atau sujud tilawah dengan sedikit perbedaan. Cara berikut menurut madzhab Syafi'i:

1. Niat sujud syukur (dalam hati): "Saya niat sujud syukur sunnah karena Allah" (نويت سجود الشكر سنة لله تعالي)
2. Membaca takbir dan mengangkat kedua tangan untuk melaksanakan sujud seperti hendak takbirotul ihrom.
3. Sujud tanpa mengangkat tangan saat turun hendak sujud
4. Sujud hanya satu kali dan sunnah membaca "سبحان ربي الأعلى" tiga kali dan membaca doa berikut [سَجَدَ وَجْهِي لِلَّذِي خَلَقَهُ وَصَوَّرَهُ ، وَشَقَّ سَمْعَهُ وَبَصَرَهُ ، بِحَوْلِهِ وَقُوَّتِهِ]
5. Lalu mengangkat kepala dari sujud dengan membaca takbir.
6. Duduk tanpa membaca tahiyat (tasyahud) dan
7. Diakhiri dengan mengucapkan salam.

CATATAN:

Dalam madzhab Syafi'i sendiri terdapat perbedaan ulama tentang apakah sujud syukur diakhiri dengan salam, atau tidak. Imam Nawawi dalam Al-Majmuk 3/564 menyatakan:
ويفتقر سجود الشكر إلى شروط الصلاة وحكمه في الصفات وغيرها حكم سجود التلاوة خارج الصلاة ، قال الشيخ أبو حامد والأصحاب : وفي السلام منه والتشهد ثلاثة أوجه كما في سجود التلاوة ( الصحيح ) السلام دون التشهد ( والثاني ) لا يشترطان ( والثالث ) يشترطان .

Artinya: Sujud syukur membutuhkan sejumlah syarat shalat. Sedangkan hukumnya dalam sifat dan lainnya sama dengan hukum sujud tilawah di luar shalat. Syekh Abu Hami Al-Ghazali dan ulama madzhab Syafi'i menyatakan: Dalam soal salam dan tahiyah terdapat tiga pendapat sebagaimana dalam sujud tilawah. Pendapat yang sahih adalah (diakhiri dengan) salam tanpa adanya tahiyat. Pendapat kedua, tidak perlu tahiyat dan tidak perlu salam. Pendapat ketiga, harus dengan tahiyat dan salam.


BACAAN DOA SUJUD SYUKUR

- Bacaan untuk sujud syukur sama dengan sujud waktu melaksanakan shalat yaitu: سبحان ربي الأعلى وبحمده
- Dapat juga ditambah dengan bacaan berikut:
اللهم لك سجدت ، و بكَ آمنت ، و لك اسلمت ، سجد وجهي للذي خلقه و صوره ، و شق سمعه و بصره ، تبارك الله أحسن الخالقين
- Setelah bacaan di atas, dapat juga ditambah dengan bacaan doa apapun yang diinginkan.


HUKUM SUJUD SYUKUR SAAT SEDANG SHALAT

Berbeda dengan sujud tilawah yang boleh dilakukan saat shalat sedang berlangsung atau di tengah-tengah shalat, sujud syukur tidak boleh dikerjakan saat sedang shalat. Kalau itu terjadi maka batal shalatnya.

Imam Nawawi dalam Al-Majmuk 4/68 menyatakan:
(فرع) اتفق أصحابنا على تحريم سجود الشكر في الصلاة فان سجدها فيها بطلت صلاته بلا خلاف وقد صرح المصنف بهذا في مسألة سجدة ص ولو قرأ آية سجدة سجد بها للشكر ففي جواز السجود وجهان في الشامل والبيان وغيرهما أصحهما تحرم وتبطل صلاته وهما كالوجهين فيمن دخل المسجد لا لغرض آخر

Ulama madzhab Syafi'i sepakat atas haramnya melaksanakan sujud syukur saat sedang shalat. Apabila hal itu dilakukan, maka shalatnya batal. Penulis kitab Muhadzab menjelaskan soal ini dalam kasus sajadah-nya Surah Shad apabila seseorang yang shalat membaca ayat sajadah lalu sujud syukur, maka dalam kebolehan sujud ada dua pendapat dalam kitab As-Shamil dan Al-Bayan dan lainnya. Yang paling sahih adalah haram dan batal shalatnya. Kedua pendapat sama dengan perbedaan pendapat dalam soal seseorang yang masuk masjid bukan untuk tujuan yang lain.

Pendapat senada juga terdapat dalam kitab Syarah Al Mahalli Ala Syarhil Minhaj, 1/156:
سجدة الشكر لا تدخل الصلاة ) فلو فعلها فيها بطلت صلاته

HUKUM MENAMPAKKAN ATAU MENYAMARKAN

Mana yang lebih baik antara menampakkan ibadah sujud syukur kita atau menyembunyikan dari pandangan publik? Jawabnya diperinci tergantung situasi. Apabila tidak mengganggu atau tidak menyakiti perasaan orang lain, maka sebaiknya ditampakkan ke publik seperti dinyatakan dalam kitab Mughnil Muhtaj, Juz : 1 Hal : 447 :

قال في الكفاية عن الأصحاب يتظاهر بعصيانه , روى الحاكم { أنه صلى الله عليه وسلم سجد لرؤية زمن } . والسجدة لذلك على السلامة منه . ( ويظهرها للعاصي ) لعله يتوب ( لا للمبتلى ) لئلا يتأذى ويظهرها أيضا لحصول نعمة أو اندفاع نقمة , كما في الروضة وأصلها , وفي شرح المهذب فإن خاف من إظهار السجود للفاسق مفسدة أو ضررا أخفاه .

Dalam kitab Mughnil Muhtaj, 1/447 dinyatakan

أو رؤية مبتلى) في بدنه أو غيره للاتباع. رواه البيهقي وشكر الله على سلامته (أو) رؤية (عاص) يجهر بمعصيته كما نقله في الكفاية عن الأصحاب ويفسق بها كما نقله الولي العراقي عن الحاوي؛ لأن المصيبة في الدين أشد منهما في الدنيا. قال - صلى الله عليه وسلم - اللهم لا تجعل مصيبتنا في دينن


Tidak ada komentar:

Posting Komentar