Rabu, 06 Mei 2015

Kumpulan Cerita Pendek



Namaku Zahara Lily Tiara, bisa di panggil Rara. Aku adalah seorang gadis yang berumur 16 tahun. Aku di kenal sebagai gadis yang ceria dan tak pernah mengeluh akan apapun. Aku rasa memang begitu! Aku yakin diriku berbeda dengan gadis-gadis lainnya. I am stronger. Aku tak pernah menunjukkan setitik keluh kesah kepada orang. Karena aku bukanlah orang yang cengeng dan super lebay. Simak kisahku ya.
Pagi itu adalah pagi yang sangat cerah dan begitu terasa sejuk. Aku memulai hariku dengan sangat ceria. Aku membuka mata dari tidurku yang pulas itu. Dari jendela ku lihat bias-bias cahaya arona yang menembus mataku. Ku buka jendela kamarku, berharap sejuknya pagi ini menembus tubuhku. Sesekali ku tarik nafas panjangku untuk menikmati mahakarya Tuhan itu. Aku juga benar-benar sangat bersyukur karena pagi ini aku masih bisa melihat senyuman orang yang paling kucintai di dunia ini, Ayah dan Ibu.
Aku berangkat ke sekolah dengan semangat yang bergelora, berharap akan ada cerita dan pengalaman baru yang menyenangkan hari ini. Tidak ada beban hari ini, karena tidak ada tugas. Dan aku benar-benar tak sabar untuk bertemu sahabat sebangku dan yang paling ku sayang, Erin. Semua temanku tau kalau aku dan dia tidak pernah terpisah (perangko kali ya). Dia adalah sahabat baruku di SMA yang selalu membuatku lebih hidup, ceria, dan dia sangat menyenangkan. Selain itu juga aku tak sabar bertemu dengan Angie, Vinny, dan Meira. Mereka sahabat sepermainanku. Kami berlima selalu menghabiskan waktu dengan bermain. Aku menyayangi mereka.
“Halloo teman-teman” sapaku kepada Angie, Vinny, Meira dan paling utama, Erin. Mereka pun membalas sapaan ceriaku itu.
“Halo juga Rara” sapa mereka.
Ya memang seperti itulah setiap harinya Satu orang teman kami, Nurul pindah sekolah pada saat pembagian rapor semester 1 kemarin. Aku dan Erin duduk di bangku nomor 2 dari belakang. Bangku di depan kami kosong. Hanya ada Junita yang duduk sendirian karena teman sebangkunya pindah.
Aku sadar, aku itu bukan lah gadis yang pintar. Banyak guru yang menyepelekan aku dan teman-temanku juga. Tapi aku tak merasa sedih sedikitpun. Karena prinsipku “Terserah apa kata orang tentangku, yang penting aku tidak mengusik mereka. Mereka hanyalah angin lalu”. Ya, kata-kata itu adalah penyemangat bagiku. Selain itu, aku masih punya 4 orang sahabat yang percaya dan selalu menemaniku dalam kondisi apapun. So, aku gak sempat mikirin mereka yang merendahkan ku.
3 hari belakangan ini aku mulai curiga dengan sikap Erin. Dia selalu mengatakan hal-hal yang sama kepadaku, seolah-olah menghindariku.
“Ra, aku pengen kita pindah ke depan. Karena sudah banyak guru yang memarahi kita karena kita selalu tertawa dan tak pernah memperhatikan. Sedikit pelajaranpun aku tak mengerti”, kata Erin.
Kata-kata itu sudah 3 kali ku dengar darinya. Selain itu dia juga selalu mengatakan kalau dia kurang jelas melihat ke papan tulis.
Sehari setelah dia berbicara seperti itu, kami berdua mengajukan permohonan kepada ketua kelas untuk memindahkan posisi tempat duduk kami. Tapi tak di respon. Akhirnya, Erin pindah sendiri ke tempat Junita yang kosong. Dia meninggalkan aku sendiri di tempat duduk lama kami. Betapa kecewanya aku pada saat itu. Tapi aku mencoba bersabar saja, aku berpikir sendiri, “manusia seperti aku memang pantas ditinggalkan. Erin meninggalkan aku kan karena dia tidak mau terjerumus bodoh seperti aku. Aku kan hanyalah seorang murid yang tidak tau apa-apa. Gara-gara dia duduk sebangku denganku, dia jadi mendapat nilai jelek. Dan sudah banyak juga guru yang marah padanya. Aku harus bisa menerima ini. Tidak apalah dia duduk sama Junita, asalkan dia tetap menjadi sahabatku”, pikirku.
Aku duduk sendiri di bangku nomor 2 dari belakang. Sedangkan Deassy dan Lala pindah ke tempat lain. Jadi aku duduk di tempat Deassy dan Lala. Dan didepanku sekarang ada Erin dan Juwita. Betapa sedihnya aku, sekarang Erin sepertinya sudah tidak mau menjadi sahabatku lagi. Setiap kali bel istirahat dia selalu pergi dengan Junita. Padahal selama ini dia selalu pergi bersamaku. Aku yang di kenal orang sebagai gadis yang kuat, kini tak sekuat yang mereka pikirkan. Aku benar-benar jatuh, aku benar-benar sedih. “Kenapa harus aku yang Engkau berikan cobaan seperti ini Ya Tuhan? Aku benar-benar lemah sekarang.”
Aku merasa Junita telah merubah pikiran Erin. Gara-gara Junita, Erin tidak pernah lagi bermain dengan kami. Dia seolah-olah menjadikan Junita sebagai sahabat barunya. Sejak saat itulah aku membulatkan tekad untuk berubah. Aku akan menunjukkan kepada mereka bahwa aku tak serendah dan sehina apa yang mereka pikirkan. Aku tidak bodoh, dan tidak pernah bodoh. Aku hanya salah melangkah. Seharusnya, disaat-saat seperti ini Erin ada untukku, merubah aku menjadi lebih baik, dan menyemangatiku. Tapi apalah yang bisa kuperbuat? Mereka sekarang sudah bersahabat!
“Ada lagi yang mau pindah tempat? Sebelum aku menulis denah yang baru”, ujar ketua kelas.
“Ketua, aku mau pindah!” ujar Winda, juara kelas yang posisi nya ada di paling depan.
“Mau pindah kemana kamu, Win?” ujar ketua kelas.
“Ke belakang aja, sama Cokro” ujar Winda.
Jadi, Yanti teman sebangku Winda duduk sendirian. Aku mengatakan kepada ketua kelas kalau aku mau duduk dengan Yanti. Beberapa hari kemudian, Yanti juga pindah ke belakang. Yanti dan Lala bertukar posisi. Jadi, hingga sekarang aku duduk dengan Lala di tempat paling depan.
Aku merasa, aku sudah melakukan perubahan pada proses belajarku. Aku yang dulunya malas, kini sudah tidak seperti yang dulu. Aku berharap saat pembagian rapor nanti, nilaiku tidak seperti nilai semester pertama yang lalu. Yaa.. setidaknya sedikit mengalami perubahan. Semoga Tuhan mendengarkan doaku.
Angie dan Vinny selalu memberikan aku semangat. Mereka selalu menyabarkan aku. Tak jarang mereka menyuruh Erin untuk duduk denganku lagi. Tapi.. Ah! Sudahlah, lupakan saja yang berlalu. Biarlah Erin dan Junita, sahabatnya bahagia. Aku senang jika melihat sahabatku senang dengan teman pilihannya. Aku tidak bisa memaksakan kehendaknya untuk selalu menyukai sikapku. Memang itu semua adalah salahku.
Tapi dari kejadian ini, aku telah mendapatkan sebuah nilai yang sangat berharga untuk kehidupanku. Sekarang aku yakin, “Aku harus berguna di mata orang, agar aku tak di pandang remeh. Aku harus bisa menghapuskan dendam dan kemarahan. Aku harus bisa belajar mengikhlaskan sesuatu yang diciptakan bukan untukku. Dan yang paling utama adalah, aku sadar bahwa sahabat yang baik adalah sahabat yang mau menerimaku bagaimanapun kondisi dan perilaku ku, dan tetap ada dipihakku saat aku dijatuhkan. Terimakasih Angie, Vinny. You’re the best!”
Buat Erin, biarlah waktu yang akan menjelaskan kepadamu tentang perasaanku. Aku akan tetap menyayangimu walaupun kau sebaliknya. Dan aku ingin kau tau, akulah sahabatmu.


Hari ini aku menjauhkan diri dari bisingnya lalu lalang orang-orang. Diriku melangkah ke tempat dimana tak ada seorangpun kecuali diriku, Karen disanalah tempat orang tinggal dengan kebahagiaannya dan kedamaiannya.
                Diriku duduk ditempat itu. Ku lihat dan ku bayangkan desaku disana. Betapa kacaunya sekarang. Rumah-rumah berdiri megah, tinggi, menjulang langit. Jalan-jalan yang tiada henti dilewati sumber-sumber kesombongan manusia.
“zaman modern…” teriakku.
                Diriku duduk sambil membayangkan kerja manusia dikejauhan sana. Dan diriku menemukan mereka dalam keribetan dan ketegangan jiwa.
“demi uang…” teriak mereka.
“demi hidup…” teriak yang lain.
                Didalam batinku aku berusaha melupakan apa yang menimpa mereka, dan diriku memalingkan mataku kearah kampung kedamaian. Disana yang ku dapati cuma onggokan tanah, batu nisan yang dikelilingi pohon-pohon dan bunga kamboja. Lantas diriku merenung.

Desaku telah menjadi kota.
Indah dalam pandangan mata.
Semua ada dan tersedia.
Bahagia bagi sebagian mereka.

Desaku telah jadi kota kehidupan
Disana terjadi kesibukan
Kelelahan yang tiada penghabisan
Sesuatu yang takkan ada penyelesaian

Sedang disini kota kematian
Yang kutemukan cuma ketenangan
Diam dalam kebisuan dan keheningan
Terus… apa yang mereka banggakan?

Dikota kehidupan yang kudapati :
Harapan & keputus asaan
Rasa sayang & benci
Kemiskinan & kekayaan

Kepercayaan & kemunafikan
Sedang dikota kematian ku dapati…? Entah… aku tiada tahu… yang tahu cuma Tuhan-ku… Karena kematian belum menjemputku, tapi suatu saat, pasti aku akan singgah di kota kematian. Disanalah kelak kota abadi yang kutemukan.
Lamunanku berhenti…
                Tiba-tiba mataku melihat kedatangan iring-iringan orang, di belakang sebuah peti mati yang dibawa sebuah mobil. Peti mati yang mahal, terbuat dari kayu dan besi yang dibuat sedemikian rupa… Peti mati penuh ukiran karya pengukir yang hebat. Peti mati orang kaya dan berkuasa. Pengiringnya sangat banyak, dari berbagai macam lapisan masyarakat…
                Yang mati orang terkenal, terpandang dan terhormat. Suasana haru, senyap penuh derai air mata. Sesegukan tangis.. Ketika peti mati di turunkan pemandangan orang berpakaian hitam, berbelasungkawa, penuh duka cita. Dipimpin oleh seorang yang alim. Orang-orang berdo’a dengan nada-nada yang indah. Benar-benar upacara kematian yang megah. Sesaat kemudian orang-orang menyingkir, Nampak sebuah batu nisan pualam karya pemahat dan tukang batu yang tersohor keindahannya. Disekelilingnya ditaruh bunga yang disusun terampil oleh tangan-tangan ahli. Setelah upacara penguburan selesai, kemudian iring-iringan itu pergi meninggalkan pemakaman. Suara hening lagi.
                Aku kembali merenungkan apa yang baru saja aku lihat.
“manusia dengan rumah yang indah. Didunia ia punya rumah mewah… sedang dialam kematian ia punya rumah yang megah” gumamku pelan.
Ketika aku akan beranjak meninggalkan tempat itu, mataku kembali dikejutkan oleh kedatangan empat pria yang memikul keranda. Dibelakangnya nampak seorang perempuan dengan pakaian lusuh. Mengikuti seraya menggendong anaknya yang menetek.
                Nampak seorang anak perempuan yang tak lain adalah juga anak ibu itu, tak henti-hentinya ia menangis. Sambil memegangi tangan ibunya. Cuma itu, hanya itulah iring-iringan penguburan. Seorang pria miskin, seorang pria hina ditempat itu.
                Seorang istri mencurahkan air mata kepedihannya dan bayi yang menangis, karena tangis ibundanya. Serta anak perempuan yang menangis kehilangan ayahnya dalam kepedihan dan kepiluan. Keempat orang itu lalu memasukkan mayat itu ke liang lahat. Mayat malang itu ditimbun tanah tanpa penghalang apapun. Penguburan itu akhirnya selesai, dan berakhir dengan sebuah gundukan tanah. Tanpa batu nisan, tanpa bunga. Kemudian mereka pulang dalam kebisuan. Sedang anak perempuan bermata sembab itu berkali-kali menoleh kebelakang. Seakan-akan ia tak rela ayahnya pergi. Matanya masih basah, menatap tempat peristirahatan terakhir ayahnya.
“kemana aku harus pulang…?” pikirku tentangnya.
                Setelah itu mereka hilang dibalik pohon-pohon. Aku tiada dapat menahan air mataku.
“mereka pasti tidak punya rumah…” lalu aku menatap kota kehidupan.
“itu sebab sikaya dan berkuasa…” dan kearah kematian, akupun berkata,
“itupun karna sikaya dan berkuasa…”
“lantas dimana ya… illahi.. ya Allah… rumah si miskin tanpa daya itu…?”
                Setelah berkata itu, aku berjalan pelan meninggalkan kampung kedamaian itu. Kutatap langit biru yang cerah, kutanya semilir angin. Kurasakan harumnya semerbak bunga, kulihat pohon-pohon… Semua diam…
`Dan sebuah suara di dalam diriku berkata
“nun jauh disana…”

Angin berhembus pelan menggerakkan daun-daun di pucuk-pucuk pohon. Suasana nan sejuk. Nampak sebuah bangunan megah berlantai dua, SMA Kusuma Bakti.
Siang nan lengang, anak-anak sekolah terlihat keluar kelas untuk istirahat siang. Akupun melangkahkan kakiku menuju kantin sekolah. Tapi aku terkejut melihat seorang anak gadis di tengah lapangan basket.
“Please…! look at me…! hi boys… please…! look at me… i’m beautiful…” teriak  gadis itu mengusik suasana damai di siang hari. Tapi tak seorangpun mau memperhatikannya.
“Ya Allah…!” aku memegang tangan gadis itu dan membawanya pergi.
“Nis… jangan ditarik-tarik begini…” teriaknya.
“Zahro, kamu tu dah gila ya? Kenapa kamu teriak-teriak ngobral diri,  mang kamu barang dagangan?” tanyaku ketus.
“Nis… aku pingin punya pacar…” jawabnya polos.
“Iya… aku tahu, tapi bukan begini caranya”
“Lha, trus gimana?”
“Ya… sabar, aku pikir dulu”
“Tapi cepet…!!! Kalo mikirnya lama, sama juga boong”
“Iya… Bawel banget sih… abis pulang ke sekolah aku tungguin kamu ditaman”. Dia hanya tersenyum terus berlalu.
Aku geleng-geleng kepala, temanku yang satu ini benar-benar tomboy, nggak punya malu. Namanya indah, Alfu Zahro’ atau seribu bunga. Kulitnya putih, rambutnya hitam tergerai. Penampilannya sangat modis, wajahnya mengingatkanku pada Lindsay Lohan, seorang aktris cantik hollywood. Dia bukan anak miskin, keluarganya bercukupan. Tapi kenapa…? Tak seorangpun cowok disekolah ini mau jadi pacarnya.  Jangankan si Ferdy, yang ganteng dan jago basket… si Udin yang wajahnya dibawah standar itu tak mau pacaran dengan Zahro’.
“Ah… Tak tahu kenapa…?” Banyak tanya yang bergelayut didalam hatiku tentang Zahro’.
***
   Burung-burung berkicau diatas pohon, melagukan harmoni yang indah. Matahari bersinar tak begitu terik, sehingga aku benar-benar nyaman duduk ditaman ini. Apalagi angin bertiup sejuk. Tapi hatiku sebel… sudah lebih seperempat jam aku menunggu Zahro’ tapi kenapa belum kelihatan juga batang hidungnya. Kemana tu anak? Anak itu kalo janjian mang suka ngaret…
“Ih…” kalo datang bakal tak berondong makian.
“Sebel bangeeet…” umpatku.
Tiba-tiba ku dengar suara mendekat.” Itu pasti dia. Awas… ya…!” aku menoleh… mang benar dia… kulihat wajahnya biasa, tanpa merasa bersalah.
“Halo Nisa… maap ya…! terlambat, tadi jalannya macet” terdengar kata-kata konvensionalnya. Gak mutu…!
“ughhh… jalannya macet ya? Kenapa nggak bilang kalo kamu tu suka ngaret kalo janjian…” aku mau marah, tapi coba kutahan. “Iya… maap… cepetan! Katanya mau kasih cara buat dapat cowok”. “Aduh… anak ini… benar-benar nggak punya perasaan, datang-datang langsung nodong” batinku.   “Iya, makanya aku ngajak kamu kesini tu ya untuk bantu kamu”.
“Cepat! Katakan caranya… nggak usah pakai basa-basi. Katakan! Bagaimana caranya Nis?” buru dia tidak sabar.
“Tenang donk…!”. Aku mengambil bungkusan yang kubawa tadi dari rumah, kubuka dan kuberikan pada Zahro’.
“Inikan… jilbab…? mang cari cowok pakai jilbab?” tanyanya nggak percaya.
“Wajahmu tu genit banget, kalo pakai jilbab kan terlihat feminim. Kamu nggak tau sih… Orientasi cowok sekarang tu cewek feminim”.
“Coba kamu pakai dulu! Biar aku lihat wajahmu”. Dengan ragu-ragu akhirnya dia memakainya  juga. “Gimana, cantik nggak?”. Aku takjub. “Subhanallah… Kamu cantik banget Zahro’, wajahmu mirip Zaskia Adya Mecca” gumamku. Zahro’ hanya tersenyum.
“Tapi sekian lama kamu makai jilbab, kamu juga nggak punya pacar Nisa…”. Aku terdiam sesaat . aku tahu dia akan bertanya seperti itu. Aduh, pertanyaan yang sulit kujawab. Ku kumpulkan keberanianku, kuatur kata-kataku, semoga kamu nggak marah Zahro’. Aku nggak berniat menyakiti hatimu. Ya Allah… aku berniat dakwah.
“Ehmm… ya, karena dalam islam pacaran itu haram” ucapku tegas. Mendengar kata-kataku, Zahro’ menunduk, tiba-tiba dari sudut matanya menngumpal butiran-butiran bening. Air matanya mengkristal, meleleh, membasahi pipinya yang putih.
“Afwan Zahro’, bukan aku melarang kamu pacaran, tapi mang karena Allah tu sayang ma kita…” jelasku.
“Terima kasih Nisa… Kenapa sih kamu selalu care sama aku?”.
“Quu angfusakum wa ahlikum naara… Kau adalah ahli-ku Zahro’, aku sayang sama kamu” aku tak bisa menahan tangisku. Zahro’ menghambur, lalu memelukku. Ia terisak dalam tangisannya.
“Sungguh… Dari dulu aku itu bingung dengan jati diriku. Aku itu bingung mencari identitasku… Hari ini kamu telah menyadarkan aku. Dan karena kamu telah meyakinkan aku, aku akan mengikutimu Nisa” ucapnya yakin tanpa keraguan sedikitpun.
Aku bahagia, seribu bunga telah kucium wanginya. Bibirku tak berhenti mengucap syukur… Alhamdulillah… Ya Allah kau tunjukkan Hidayah-Mu di hatinya…” kami berpelukan dalam tangis kebahagiaan.
***
             Bel tanda istirahat berbunyi. Aku berjalan keluar kelas. Lalu ku rebahkan tubuhku di kursi tua—depan taman sekolah. Aku jadi leluasa memandang teman-temanku. Ada yang sedang mojok buat berduaan, ada yang sedang ngobrol. Ada juga para cowok yang sedang main basket.
Aku teringat Zahro’ sudah tiga minggu ini dia pakai jilbab. Kalau sore juga sering bareng aku ke mesjid buat dengar pengajian. Wah… Benar-benar berubah seratus delapan puluh derajat. Aku jadi teringat juga pada jilbab yang aku berikan dulu.” Ternyata jilbab ini memang pakaian yang dibuat oleh Allah untuk para akhwat” gumam ku pelan.
Bibirku mulai bergerak melantunkan ayat suci al-quran. Surat al-ahzab ayat 59. Kubaca berkali-kali sampai  aku benar-benar hafal diluar kepala beserta maknanya. Ayat itu isinya: perintah Allah kepada para akhwat untuk berjilbab.” Tapi akhwat sekarang yang munafik juga banyak” decak hatiku. Orang berjilbab itu orientasinya macam-macam, tidak semua ikhlas menjalankan perintah Rabb Allah Tuhan yang Esa. Aku teringat teman-teman akhwat di kompleks tempat tinggalku. Ada Asya, dia makai jilbab cuma buat kelihatan cantik, biar jadi perhatian sama ikhwan. Aku sudah pernah lihat dia ciuman didepan umum dengan pacarnya, meski dia pakai jilbab. “Ya Allah… Trus buat apa jilbabnya, kalau tangannya saja ia relakan dipegang oleh ikhwan non mahram” bisikku. Atau Karin yang makai jilbab cuma ikut-ikutan temannya. Kulihat kepalanya memang memakai jilbab, tapi… Masya Allah… celana jeans dan bajunya ketat, menonjolkan bentuk tubuhnya. Aduh… harusnya jilbab itu longgar. Aku juga kasihan liat si Siti tetangga depan rumahku. Karena ayahnya seorang Kiai, ia dipaksa memakai jilbab oleh ayahnya. Padahal dia tidak mau. Pernah aku tanya dia kenapa dia tidak mau memakai jilbab? Dia menjawab ketus; “Pakai jilbab itu gerah banget… lagian aku nggak mau disebut cewek sok alim, sok suci”. Hatiku miris mendengar kata-katanya. Apa ini yang disebut cewek modern? Tanyaku pada hatiku sendiri. Ada lagi yang lebih parah, namanya Vina, dia sekolah di Madrasah Aliyah. Dia memakai jilbab cuma formalitas, karena peraturan sekolahnya, bagi para akhwat wajib memakai jilbab. Dan kalau kesekolah, dia memang memakai  jilbab. Tapi begitu pulang, sampai rumah…? kalau dia main keluar rumah…? aku lihat dia memakai celana hotpants sama tanktop. “Sungguh ironis…!”. Aku menghela nafas dalam-dalam. “Ya Allah… Naudzubillahimin dzalik” batinku berteriak.
Aku juga pernah dengar statement dari seseorang, kenapa jilbab itu banyak dipakai akhwat di timur-tengah… Karena daerah disana, kata dia… adalah padang pasir yang berdebu. Untuk menghindari debu dibuatlah jilbab. Aku tertawa mendengar statementnya, lucu, bodoh dan nggak beralasan. Kalo memang berdebu, harusnya nggak cuma akhwat yang pakai jilbab, tentu ikhwan juga harus memakai. Tapi nyatanya…? Dia benar-benar nggak tahu perintah Allah.
“Hayow… ngelamun, mikir siapa?” Aku terkejut ketika pundakku ditepuk Zahro’ dari belakang. “Ah, kamu ngagetin aku aja…” ucapku tergagap. Kulihat Zahro’ dengan jilbabnya. Manis… Lalu dia duduk disampingku. “Wah, jam kosong Nis, tadi kudengar buguru ada acara keluar kota”. Aku tersenyum. “Wah, nggak ada kegiatan dong, ntar buat kegiatan ah…”
“Eh Nis, tau nggak…? si Kevin baru aja nembak aku tadi…”
“Wuiihh…! Kevin yang tajir itu, yang kalo berangkat naik mobil itu, yang anak pengusaha itu…?” tanyaku.
“Iya… Mang dia, sekarang Kevin, kemarin Ferdy, kemarin lagi…”
“Mang ada berapa orang sih Zahro’ yang nembak kamu? Tanyaku penasaran.
“Aku itung dulu… satu… dua… tiga…”. aku tersenyum lihat Zahro’ begitu serius menghitung dengan jari tangannya. “Ada enam Nis…” kata dia terlonjak.
“Wah… kok bisa ya…?” Kulihat wajah Zahro’, dia terdiam beberapa saat. “Mang ada yang salah dengan jilbabku ya Nis?” tanyanya.
“Nggak…! Jilbabmu dan pakaianmu syar’i kok” jawabku meyakinkan.
“Trus kenapa ya…? Banyak cowok yang pengen aku jadi pacarnya. Padahal dulu nggak?”
“Itu namanya ujian dari Allah, trus sekarang gimana?” pancingku agar dia mau jujur dengan hatinya.
“Ya… seperti katamu, KEEP ISTIQOMAH. Sampai ada yang datang mengkhitbah kita” ucap Zahro’ serius tanpa keraguan. Hatiku lega akhirnya. “Alhamdulillah… Beneran nih, enam—enamnya ditolak?”
“Ya… Iyalah, kan yang masuk surga aku… Katamu kalo yang Islam Cuma KTP-ku doang, ntar yang masuk surga KTP-ku, he..he..he..”. Aku ikut tertawa. Masih ingat juga dia dengan candaanku kemarin.
Aku lalu bangkit dan menarik tangannya. “Kalo begitu aku mau teriak seperti kamu dulu…” ku genggam tangan Zahro’. Kulihat dia kebingungan. “Lho… nggak jadi istiqomah?” tanyanya sambil setengah berlari. Aku dan Zahro’ sampai ke tengah lapangan basket.
“ Please…! look at me…!” teriakku.
“Hai… Nisa… jangan! Zahro’ hendak mencegahku.
Please…! look at me…! hi girls… please…! look at me… i’m beautiful…”
Kembali kulirik  Zahro’, ia tersenyum. Lalu ikutan teriak-teriak juga.
Please…! look at me…! hi girls… please…! look at me… i’m beautiful…”
Aku senang… akhirnya dia dapat memahami maksudku. Aku berharap akhwat disekolah ini mau memakai jilbab dengan syar’i untuk menjaga kesuciannya dan menjaga tingkah lakunya. Ikhlas, tulus dan sabar dalam menjalankan perintah Allah. Tidak riya’ dan yang lainnya. Dan sampai kapanpun dakwahku tak akan berhenti…
I’m khoirunnisa
by Lilia Nurul Huda


“hai zid” panggilku kepada sahabatku yang bernama zidny
“hai juga lala” jawabnya kepadaku
“zidny nggak kerasa ya dikit lagi kita berpisah” aku yang tampak sedih karena tidak bisa ketemu dia setiap hari aku hampir meneteskan air mata namun aku menahannya.
“iya aku juga la” jawabnya padaku
Akhirnya hari perpisahan itu datang, para kelas 6 maju untuk menyanyikan lagu terakhir untuk guru-guru aku dan teman sangat terharu dan akhirnya meneteskan air mata. Akhirnya selesai acara perpisahan kita berfoto-foto lama kelamaan satu persatu teman-temanku pergi tinggal aku dengan sahabatku. Ia berkata kepada “la jangan lupakan aku ya” katanya kepadaku
“iya sama kamu jangan lupakan aku ya” jawabku kepada ia hanya menganggukkan kepalanya sambil tersenyum. Dan itulah senyumannya yang terakhir aku lihat
Pada suatu saat teman-teman mengajaknya untuk reonian sambil berbuka puasa bareng namun dia lebih memilih untuk berbuka bersama teman smpnya, aku sudah membujuknya namun apadaya aku malah dimarahinya habis-habisan oleh aku hanya bisa terdiam dan terdiam, tapi aku masih beruntung mempunyai teman yang baik yaitu opi hanya dia yang bisa menenangkan hatiku.
Sampai akhirnya aku memberanikan diri untuk mengajaknya main akhirnya aku menyampar dia aku tunggu dia di lapangan namun apa aku liat dia lagi bermain bersama teman-teman dan pacarnya aku memanggil dia namun apa dia tidak mau menganggapku aku mencoba memanggilnya namun dia tetap asik bermain akhirnya aku pulang. Aku mengurung diriku di kamar aku tidak mau makan, minum, dan keluar dari kamar mamaku sangat bingung akhirnya mamaku memanggil opi untuk menyuruhku untuk keluar, dan dia berkata
“lala ayo keluar”dia memanggilku namun aku hanya terdiam tanpa menjawab.
“lala ayo keluar ngapain sih kamu memikirkan zidny yang memang tidak pernah menganggapmu ada” deg… Hatiku sakit sekali ketika opi mengatakan bahwa zidny tidak pernah menganggapku ada.
Aku berfikir mungkin benar kata opi buat apa aku memikirkan dia sedangkan dia pun tidak pernah manganggapku ada, akhirnya aku pun keluar kamar untuk menemui opi untuk bilang terima kasih atas nasihatnya.
Aku pun berhubungan baik dengan opi kita sering jalan-jalan, bermain, dan bercanda. Dan aku bisa melupakan zidny dari fikiran aku anggap zidny sebagai masa laluku yang pahit
Walaupun aku sangat sakit hati dengan sikap dia tapi kau selalu berdoa supaya dia tidak melukai sahabat dia yang baru.

Pelangi! Ya, sesuatu yang sangat aku ingat dari gadis itu. Gadis manis berambut hitam panjang, yang selalu duduk terdiam di tepi pantai, Kota Belitung. Gadis itu selalu tiba saat pagi dan menjelang petang. Awalnya, aku tak mengerti apa yang dikerjakan gadis itu setiap harinya saat ia tiba di pantai.
Letak rumahku memang tak jauh dari pantai itu, karena itulah aku sering melihat gadis tersebut. Saat ia tiba di pantai itu, aku selalu mengamatinya dan memperhatikannya. Tak ada yang dilakukan oleh gadis itu, kecuali duduk terdiam dan matanya menerawang jauh ke arah pantai. Entah apa yang sedang gadis itu pikirkan, aku tak tahu. Sesekali aku mengambil gambar gadis itu dengan kameraku. Indah, anggun, dan lembut. Itulah pandanganku akan gadis tersebut.
Hampir dua bulan gadis itu tak pernah absen akan kehadirannya ke pantai itu. Dan aku pun semakin dibuatnya penasaran, akan apa yang ia lakukan di pantai tersebut. Kuberanikan diri menghampiri gadis itu, walaupun jantungku berdegup sangat kencang saat itu.
“boleh tak aku duduk sini?” tanyaku pelan.
Hanya sebuah anggukkan kecil yang kudapat dari gadis itu. Kemudian, aku mulai duduk di samping gadis tersebut.
Kuamati gadis itu baik-baik, aku melihat seperti ada kesedihan yang sedang menyelimuti gadis itu. Dia begitu indah di mataku, tapi tak terlalu indah. Adakah sesuatu yang kurang dari dirinya?
“siapa kau punya nama? Kalau aku boleh tahu.” tanyaku pada gadis itu.
“Pelangi.”
“elok kali kau punya nama. Nak apa kau kemari?”
“Pelangi.”
“Hah? Maksud kau nak tengok pelangi.?”
Tak ada jawaban darinya kali ini. Aku terdiam memandangi gadis tersebut.
Sudah hampir tiba petang, aku menemani gadis tersebut duduk di tepi pantai. Tak banyak kata yang terucap dari bibir manisnya. Pertemuan hari itu membuatku semakin penasaran akan gadis tersebut.
Kutemani gadis tersebut kembali pada keesokan paginya, tak lupa aku membawa kamera kesayanganku, tuk sesekali mengabadikan gadis tersebut dengan kameraku. Kembali duduk di samping gadis itu, dengan tempat dan suasana yang sama seperti sebelumnya.
“boleh aku bertanya?”
Kemudian gadis itu menatap diriku sejenak dan kembali pada pandangan pertamanya. Jantungku kembali berdegup kencang, dan darahku seakan mengalir sangat derasnya saat gadis itu menatap diriku. Mata yang sangat indah, tapi begitu banyak menyimpan rahasia.
“pelangi itu indah, ya.. Seperti kamu.”
“pelangi itu tak berwarna.” kata gadis itu mengejutkanku.
“kenapa kau berkata demikian?”
Kembali tak kudapatkan jawaban darinya. Aku biarkan dia terdiam di tepi pantai itu. Tapi tak kubiarkan dia sendiri, aku tetap berada di pantai itu namun sedikit menjauh dari gadis tersebut. Aku ingin mengabadikan gadis tersebut dengan kameraku.
Hari ini aku berangkat ke pantai lebih awal dari gadis tersebut. Aku ingin merasakan hal yang dilakukan gadis tersebut. Aku duduk di tempat gadis itu biasa duduk dan memandangi apa yang gadis itu selalu pandangi. Ya, begitu tenang rasanya hati ini. Kunikmati suasana ketenangan itu, ku hirup udara pantai yang menyegarkan itu. Pagi pun berlalu dan petang pun tiba, gadis itu pun tak kunjung hadir. Aku berpikir, mungkin saja gadis itu telah letih dengan apa yang dia lakukan selama ini. Aku pun berlalu kembali ke rumah.
Tak kutemui gadis tersebut di keesokan harinya, esok harinya lagi, dan esoknya lagi. aku bertanya-tanya pada diriku, dimanakah gadis itu saat ini? Sudah seminggu aku tak menjumpainya di pantai ini. Kali ini aku mencoba berjalan menyusuri pantai ini seorang diri.
DUK..!! PRAK..!!
Sebuah botol dari kaca terlempar oleh kakiku dan menabrak batu besar di pinggir pantai. Aku lihat pecahan botol itu, kutemukan selembar kertas di antara pecahan itu. Kuraih kertas itu, kubuka, dam ku coba mulai membacanya..
Tak lelah aku memandangmu..
Tak jenuh aku menunggumu..
Tak henti aku memujamu..
Kau datang membawa keindahan dan ketenangan dalam hidup ini..
Namun kau pergi meninggalkan sebuah kata untukku..
“PELANGI..”
Membaca kertas itu, aku seakan tahu siapa penulisnya. Gadis itu, ya, pasti gadis itu. Dan kini aku mengerti mengapa gadis itu berkata pelangi tak berwarna.
Aku terdiam memandangi hasil foto gadis tersebut dari kameraku. Akh, rindu aku akan gadis tersebut. Ingin rasanya mengenal lebih dekat mengenai gadis tersebut. Namun kini dia telah menghilang entah kemana, dan tak pernah kembali lagi duduk di tepi pantai seperti waktu itu. Andai gadis itu tahu, saat ini pantai itu selalu dijumpai pelangi.

Anggi tengah duduk tak sabar sambil menanti seseorang yang spesial baginya. Hari ini, hari yang spesial bagi Anggi, hari ini ia resmi meninggalkan masa teenager, ia resmi meninggalkan angka satu di depan umurnya dan kini ia tengah menanti seseorang yang hampir 365 hari memberinya sebuah kisah yang berbeda di setiap harinya.
“maaf telat jalanan ramai maklum malam minggu” kata Ari, kekasih Anggi, yang begitu datang langsung duduk di hadapan Anggi dan meneguk minuman yang dipesankan Anggi untuknya “udah lama?” tanyanya begitu selesai minum
“tidak baru saja aku disini. Ada apa? Sepertinya ada sesuatu yang mengganggu, kau terlihat gelisah sekali?” tanya Anggi melihat raut wajah kekasihnya tak seperti biasanya seperti asa sesuatu yang harus diluapkan secepatnya
“kita harus bicara serius” kata Ari tenang dengan raut wajah yang menyeramkan bagi Anggi
“silakan tak perlu setegang itu” kata Anggi menenangkan
“misal kita tak bisa bersama lagi bagaimana?” kata Ari penuh penyesalan
“oh tapi kita masih teman kan?” kata Anggi tenang namun tetap saja ia tak bisa menyembunyikan kagetnya
“sebenarnya aku tak mau katakan ini, tapi harus katakan ini, maafin aku”
“iya aku juga tak bisa memaksakan diri. Kita masih tetep teman kan?”
“iya ada sesuatu yang aku kejar dan itu akan membutuhkan waktu yang lama sementara aku tak ingin kalau kamu menunggu lama, jadi lebih baik kita selesaikan saja semuanya agar kamu bisa mencoba dengan yang lain. Tapi kalau jodoh tak akan lari kemana-mana” kata Ari sambil berusaha mencoba untuk tersenyum
“iya aku mengerti aku masih punya banyak hal yang harus aku lakukan dan aku akan tetap menunggu seseorang yang berani yang meberanikan diri entah siapa dia bisa kamu, dia atau yang lain” Anggi berkata dan menarik nafas lalu melanjutkan perkataannya “terima kasih untuk semuanya dan maaf sering menjadikanmu korban keisengannku” lanjut Anggi sambil tersenyum lebar
“iya aku mengerti bagaimana kamu” kata Ari sambil tersenyum namun raut sedihnya tak bisa lepas dari wajah
“o iya mana kadonya? Hari ini aku kan ulang tahun” kata Anggi ceria seperti apa yang baru saja terjadi tak pernah terjadi
“sorry ketinggalan” Ari kaget. Anggi cemberut mendengar Ari tak membawa kado “nanti aku paketin deh” kata Ari menangkan
Anggi melirik jam di pergelangan tangan kirinya satu jam lagi hari bahagianya akan berakhir
“sepertinya aku harus pergi” kata Anggi sambil mengulurkan tangannya. Ari menyambut uluran sambil berkata “terima kasih sudah mengerti dan maaf”
“iya sama-sama, terima kasih karena telah memberiku kisah dan terima kasih juga telah merusak sisa hari indahku” kata Anggi tenang sambil berlalu meninggalkan Ari. Tak ada rasa penyesalan dalam diri Anggi, ia yakin Ari bukanlah yang terbaik untuknya saat ini.


tepat waktu. Sesampainya, aku langsung menaiki anak tangga yang terpaku di pohon besar, di hadapanku. Segesit mungkin aku mencari posisi ternyaman untukku duduk. Hanya tinggal seperempat jam lagi, matahari akan turun ke habitatnya. Mengusaikan pekerjaannya hari ini.
Sedikit-sedikit gundukan awan di langit sana memerah, menanarkan warna lembayung senja. Bola mataku merekam kejadian indah itu. Di saat warna merah memudar menjadi jingga. Kukeluarkan sebuah voice recorder.
“Aku mencintai senja. Aku mencintaimu. Tak akan ada yang bisa menalarkan untaian kata indah tentangmu. Yang ku tahu senja adalah kamu.” Aku mendengarkan setiap ucapan yang terdengar dari benda tersebut.
“Aku mencintaimu juga. Sekarang aku melihat senyummu di lembayung itu. Kau pasti bahagia telah bersatu dengan senja.” ucapku berbisik, berbicara sendiri. Mungkin hanya voice recorder itu yang menjadi pendengar bisu dari curahan hatiku yang ku semburkan.
Aku mendengar percakapan dalam voice recorder itu. Pilu ketika mendengarnya, air mataku menitik jatuh tanpa diminta.
“Aku nggak mau melepasmu seberapa pun ketidaksempurnaan aku.” terdengar suara Riko dari dalam voice recorder.
“Jangan bicara soal itu, Riko! Kamu selamanya sempurna. Disini… Di hati aku…”
“Kamu tahu tidak? Bibir itu terlalu mudah berbicara. Pernyataan bibir itu tak pernah sesuai dengan kenyataan. Tapi untuk perkataanmu, aku percaya. Dan aku harap kamu jujur.”
“Love you..” kataku menyambar. Mendengar semua percakapan tadi, hatiku tak mampu membendung nestapa.
Dua bulan Riko pergi dari bumi ini, kaki-kakinya tak lagi berpijak pada bumi. Riko membawa album kenangan yang tak mungkin kembali. Senyap. Setiap matahari tenggelam, aku selalu hadir di tempat ini. Di rumah pohon milik Riko. Perlakuanku yang seperti ini terus menerus terjadi, setiap hari, hanya untuk menepati janjiku pada Riko, untuk selalu menjaga ‘si kecil’ kami. Senja. Matahari yang warnanya memias, itulah sosok yang dikagumi Riko. Aku pun tertarik pada hal yang sama dengannya.
Butir air mataku terbingkai di sudut mata. Riko, satu-satunya alasanku atas lamunan yang setiap detik aku lakukan. Aku selalu melamunkan kehadirannya. Dia membawa kabur kebahagiaanku. Meninggalkan sekotak besar rindu. Aku masih tak tahu sampai kapan akan berhenti menunggu, padahal sebenarnya ia tak akan pernah kembali. Aku masih belum bosan duduk di rumah pohon ini, sembari memandangi semburat indah lembayung senja.
“Ariiin!” teriak seseorang memanggil namaku. Aku menoleh.
“Rio? Kenapa bisa disini?”
“Ikatan batin, mungkin?”
“Haha… Ayoo, pulaaang”
Aku turun dari rumah pohon segesit mungkin. Sampai di anak tangga terakhir, aku melompat lalu menyambar lengan Rio. Aku menenggelamkan mukaku di bahunya. Rio merangkulkan tangannya di pundakku. Kami saling berangkulan. Kami berpelukan. Aku merasa berdosa karena sudah memagarinya dengan kebohongan yang aku buat, sekian lama ini. Tapi mencintai Riko di belakang Rio bukan sebuah kesalahan selama 6 bulan ke belakang, bagiku.
Aku bahagia, ahhh sudah, aku saja benar-benar tidak tahu mendeskripsikan rasa cintaku pada Riko, yang tercipta di balik hubunganku dengan Rio. Riko sudah pergi duluan sebelum sempat membongkar semuanya, seperti yang akan kami wujudkan, tapi gagal. Biarlah keadaan ini jadi kenangan yang menyelimutiku.
Wajah sore memias tertutupi gelap malam yang tak sabar datang. Aku menyeka air mata yang menyeruak keluar. Lembap membasahi jaket Rio yang terkena air mata. Lembap, karena wajahku terbenam dalam dada bidang Rio. Dia tak banyak bicara, apa lagi tanya, dia hanya diam dan membiarkanku merasa puas tenggelam dipelukannya. Aku mencintaimu… Rioo… Rikooo…


Namaku Nur, Aku mempunyai Sahabat yang bernama Aini, Kita bersahabat dari kita kecil, semua rasa sudah kita lalui bersama, manis, pahit hidup selalu kita lalui bersama, tapi aku selalu ingin menjadi Aini karena dia selalu apa adanya, aku senang mempunyai sahabat seperti dia. Dia selalu mengutamakan orang lain dibanding diri sendiri, meskipun Aini tidak mempunyai ibu karena ibunya telah meninggal sejak dia lahir tapi dia tak pernah menganggap kesedihan itu ada.
Karena dari kecil kita selalu bersama, akhirnya orang tua kita pun menyehkolakan kita bersama di satu sekolah, tak di rumah maupun di sekolah kami selalu menghabiskan waktu bersama, karena Aini mempunyai sifat pemberani. Jadi dia selalu menjagaku, aku tak bisa bila tanpa dia. Tiap dia sakit aku selalu berpura-pura sakit juga biar kita gak masuk sekolah bareng, heehehehe.
Hamir 6 tahun sudah kita bersama, kita pun mulai berbicara mengenai lawan jenis kita, meski kita tak mengerti apa itu cinta tapi kita berusaha mencari tau, aku memiliki IQ diatas nilai rata-rata, maka dari itu di kelas aku yang mempunyai juara 1, karena aku paling pintar jadi aku memiliki ilmu yang sok tahu, hehehe aku berusaha mencari arti cinta itu apa.
Saking penasaran aku pun bertanya pada guru ku “Ibu aku ingin bertanya, apa itu cinta? Dan siapa yang menemukan cinta pertama?” guru ku pun hanya terrsenyum dan menjawab “cinta itu anugrah tuhan, sifatnya tak terlihat tapi bisa dirasakan di dalam hati”
Selain mepunyai sahabat, aku pun mempunyai teman bernama Deni, dia itu ganteng, baik dan juara 2 di kelas, aku bingung, tiap dekat dia terasa deg deg an di hati ku, apa ini cinta? Tanya aku pada hati ku, tapi aku tak begitu mengerti arti cinta, aku ingin menanyakan pada ibu guru tapi aku malu, akhirnya ku simpan rasa aneh ini. aku selalu ingin didekat Deni tapi hatiku bisa hancur karena rasa deg deg an ini.
Besok pun akan dilaksanakan Ujian Akhir Sekolah (UAS) aku pun harus tambah giat belajar lagi agar nilai ku memuaskan, aku putuskan untuk membuat jadwal dan di jadwal itu sengaja tak ku adakan untuk bermain dengan Aini karena bagi ku bermain hanya bisa membuang-buang waktu saja. semalaman pun aku sibuk belajar di kamar dan karena sudah terlalu malam aku langsung bergegas ke tempat tidur untuk memanjakan mata-mata ku ini.
Ayam pun sudan berkokok dan waktunya aku mandi, rapih-rapih pakai seragam dan berangkat ke sekolah. sesampai di sekolah aku langsung berbaris untuk meminta kartu ujian, Aini pun menyapa ku “kenapa kemarin kamu tak ke rumahku” jawabku “aku ingin serius dalam menghadapi ujian nanti” Aini pun hanya tersenyum dan bilang “sesudah ujian aku tunggu di kantin, ada yang aku ingin certain ke kamu” tapi setelah ujian aku malah belajar lagi dan lagi.
Bel pulang pun berbunyi aku langsung pulang tapi aku melihat Aini bersama Deni pulang bareng tanpa mengajakku “gak biasanya Deni pulang bareng Aini?” gerutu ku kesal dan kecewa, karena aku punya sifat yang judes dan langsung ku tegur “ngapain kalian pulang bareng? Tak mengajak ku pula” mereka hanya tersenyum dan malah gandengan tangan.
Hati ku pun kesal tapi tak ku tunjukan, entah mengapa air mata ku menetes, syukurnya aku membawa tissue dan langsung ku usap air mata ku, aku langsung lari menuju rumah dan tak pedulikan siapa pun yang ada.
Petang pun tiba aku langsung main kerumah Aini karena aku mau menanyakan kenapa mereka mesra tadi setelah pulang sekulah?. Sesampai dirumah Aini, aku pura-pura tidak menanyakan hal itu? tapi Aini yang menceritakannya bahwa mereka berdua berpacaran, aku kesal mendengarnya? langsung ku kasih pertanyaan yang telah lama ku tak mengerti: “memangnya kamu tau apa itu pacaran? Apa itu cinta? Contoh dan ciri-cirinya gimana? Memangnya kau pikir kau sudah pintar, pakai segala pacaran, pacaran kan dilarang oleh agama”. tapi Aini hanya tersenyum,
Jawab Aini “meskipun aku tak tau jawaban itu semua, tapi aku bahagia bersama Deni dan aku
tak ingin jauh darinya, hatiku deg deg an bila bersamanya tapi itu membuat aku nyaman”. Aku pun menjawab dalam hati: “jadi itu semua yang kurasa selama ini, itu semua cinta, cinta itu rumit karena tak bisa dihitung, tak bisa dibaca tapi dirasakan” hati ku tambah kesal merasakan kekecewaan ini tapi di sisi lain Aini itu sahabat ku, aku bahagia jika melihatnya bahagia, aku ingin menangis karena sakitnya hatiku, akhirnya aku pulang tanpa pamit pada ayahnya Aini.
Di kamarku yang indah penuh warna pink, aku hanya diam dan menangis, “padahal kan aku lebih cantik, pintar dan segalanya dari Aini tapi kenapa Deni lebih memilih Aini?” besok akan ku tanyakan pada bu Guru lagi biar ibu guru yang menjalaskannya.
Matahari pun terbit, pagi-pagi sekali aku langsung berangkat sekolah dan menyakan hal yang tak ku mengerti ini pada bu guru?, bertemu dengan bu Guru langsung ku pertanyakan hal rumit ini: “ibu, ibu milih Marsyanda apa Omaswati?”. ibu guru “ya Mashanda lah nak, memangnya kenapa?” tanyaku: “tapi mengapa Deni milih Aini dibanding aku?”. ibu guru pun menertawaiku? “ciiieee kamu suka pada Deni ya?” tanyanya. Aku tersenyum malu “waduh aku keceplosan. Guru ku pun langsung menjelaskan “cinta itu tak mandang fisik, cinta itu merasa bukan melihat”. setelah itu aku pun menyadari semua ini? dan guru ku pun menasehati “lebih baik kamu mengejar impian mu dahulu dari pada percintaan yang tak tau akhirnya kapan”


Bastian singkap kembali tabir ingatannya. Cacha. Manis nama itu, semanis orangnya. Dialah kawan karib Bastian yang slalu diingatnya. Sudah enam tahun mereka mengenali antara satu sama lain. Kegembiraan dan keperihan hidup di alam remaja mereka jalani bersama. Tetapi semua itu hanya tinggal kenangan. Bastian kehilangan sahabat yang tak ada gantinya.
Peristiwa itu sudah 2 tahun silam. Sewaktu itu mereka berada di kelas. Bastian sedang memarahi Cacha karena mengambil pena kesukaanya tanpa izinnya dan meghilangkannya.
Apabila Cacha bertanya, dia hanya bilang dia akan menggantikannya. Bastian tidak ingin Cacha menggantikannya. Karena pena yang hilang itu adalah hadiah dari Cacha sewaktu mereka pertama kali menjadi sahabat karib. “aku tak mau kau gantikan pena itu! Pena yang hilang itu berharga bagiku!” bastian memarahi Cacha. “selagi kau tidak menemukannya, selama itu pula aku tidak bicara dengan kamu!” marah bastian.
Meja kelas pun dihentaknya dengan kuat hingga mengagetkan Cacha. Cacha dengan keadaan sedih dan bersedih hanya berdiam diri lalu beredar dari situ. Batian tau kalau Cacha pasti sedih mendengar kata kata itu. Bastian tidak berniat menyakiti hatinya tetapi waktu dia terlalu marah dan tanpa ia sadari, mutiara jernih membasahi pipinya.
“sudah beberapa hari Cacha tidak bersekolah, apakah ia sakit? Apa yang sebenarnya terjadi?” Benak pikirannya diganggu oleh beribu ribu satu pertanyaan. “Eh aku ingin ke rumahnya” bisik Bastian kepada hatinya. Tetapi niatnya terhenti disitu, dia merasa enggan. Tiba tiba telepon rumah bastian berbunyi. “KRING!! KRING!!” Mama bastian yang mengangkat telepon itu. “Tian.. oh tian..” teriak mamanya. “cepat kau ganti bajumu. Kita akan pergi ke rumah Cacha Kakaknya Cacha menyuruh kita pergi ke rumahnya sekarang juga” suara mama bastian tergesa gesa menyuruh anaknya itu. Tiba tiba jantung bastian berdegup kencang tak pernah ia rasakan itu. Ini pasti ada sesuatu yang buruk terjadi. “Ya tuhan, kau tentramkan hati ini. Apapun yang terjadi aku tau ini ujian mu. Kau selamatkanlah sahabat ku” doa bastian selama perjalanan ke rumah Cacha.
Setibanya disana, rumahnya dipenuhi dengan sanak saudara. Bastian terus berlari menuju Bunda Cacha dan bersalaman dengan ibunya seraya bertanya apakah yang terjadi. Bunda Cacha dengan nada sedih memberitahu bastian bahwa “Cacha tertabrak oleh mobil saat ingin menyebrang jalan berdekatan dengan sekolahnya. Dia memang tidak sehat tapi dia tetap ingin ke sekolah. Katanya ingin berjumpa dengan kamu. Tapi keinginannya tidak sampai. Sapai saat dia menghembuskan nafasnya, kakaknya yang ada di sisinya melihat sebuah surat yang ia genggam di tangannya” isak bunda Cacha sambil memberikan surat yang ingin diberikan kepada bastian. Di dalam surat itu terdapat penaku. Di situ juga ada note dari ipadnya.
Isi surat yang diberikan.
“bastian bintang, aku minta maaf karena membuatmu marah karena menghilangkan penamu. Setelah engkau memarahiku, aku pulang dari sekolah sewaktu hujan lebat menemukannya. Tapi aku tak putus asa. Di rumah aku, aku tidak menemukannya. Tapi aku gak putus asa dan terus mengingatnya dan aku teringat, penamu ada di meja Science Lab. Itu pun agak lambat ingin ke sekolah karena kurang sehat, tapi dengan bantuan salsha dia coba untuk carikan. Pena itu Salsha temukan di kolong mejamu. Terima kasih kamu sudah menjaga pena dariku dan persahabatan yang terjalin selama setahun. Terimakasih sekali lagi karena selama ini mengajariku tentang arti persahabatan.
Cacha”
Kolam mata bastian dipenuhi mutiara jernih yang akhirnya jatuh berlinangan dengan derasnya. Kalau boleh, ingin dia meraung sekeras kerasnya. Ia ingin memeluk tubuh Cacha dan memohon maaf tapi apalah daya semuanya sudah terlambat. Mayat Cacha masih di rumah sakit. Tiba tiba dentuman guruh mengejutkannya. Barulah ia sadar ia hanya mengenang kisah silam. Persahabatan mereka lebih berharga dari pena itu. Bastian menyesal dengan perbuatannya. Dia berjanji peristiwa itu takkan terulang kembali. Semenjak itu bastian lebih sering beribadah dan mendoakan Cacha. Hanya dengan inilah Bastian bisa membalas jasanya Cacha dan mengeratkan persahabatannya.






DI liburan yang lumayan panjang ini aku menyempatkan pergi berlibur ke puncak. Tepatnya pukul 06.00 pagi aku berangkat ke puncak bersama keempat kawanku, yaitu Andi, Nino, Wina dan Puri.
“Wihiii… Liburan ke puncak!” seru Nino sambil meloncat loncat kegirangan.
“Ih biasa aja lo No. sebenernya aku gak pingin sih liburan ke puncak, karena sudah sering banget aku kesini kalau liburan. Huft!” Keluh Wina.
Sebelumnya namaku Robert. Aku masih bersekolah di Sekolah Menengah Pertama. di daerah Jakarta Selatan. Dan di liburan ini aku mengajak kerabat dekatku untuk berlibur ke puncak dengan mobil pribadiku.
Sesampainya di villa kami langsung menaruh barang-barang kami di dalam villa tersebut. Villa yang lumayan kuno. Sebenarnya aku sudah merasakan hawa yang tidak enak di villa itu, tetapi ku hiraukan karena mungkin hanya perasaanku.
Di dalam villa yang cukup besar itu ada 5 kamar tidur, 2 kamar mandi, 1 dapur, 1 ruang tamu yang cukup luas dan megah dan 1 dapur. Di villa itu terdapat juga kolam renang tepatnya di halaman belakang.
“Win, sini deh, aku nemuin boneka unyu ini. Boneka anak kecil, sayangnya udah lusuh” kata Puri sambil menggendong boneka itu.
“Eh, taruh lagi boneka itu Pur! Itu bukan punya kita!”
“Iya, iya.. bakal aku kembaliin kok” kata Puri sambil memelas.
“Puri! Wina! Dimana kalian? Cepet kesini!” Teriakku dari ruang tamu.
Aku pun memberitahu mereka akan rahasia di villa ini bahwa ada seorang anak kecil Belanda yang meninggal karena bunuh diri dan arwahnya berada dalam suatu benda. Maka di villa ini dilarang mengambil barang yang bukan miliknya. Teman-temanku pun agak ketakutan saat mendengar ceritaku akan villa ini.
Malam pun tiba. Kami pun kelelahan sehabis berjalan-jalan ke daerah sekitar puncak yang asri dan indah. Dengan pohon rimbun, bunga-bunga terhampar pada sebuah taman, ditambah dengan langit yang cerah tanpa awan.
Aku, Andi, dan Nino sekamar di bagian kamar depan yang lumayan besar. Dan Puri dan Wina berada di kamar bagian tengah. Suasana rumah pun menjadi suram saat malam tiba.
Aku dibangunkan oleh Puri dan Wina yang menyusul karena mendengar bunyi-bunyi aneh dari bagian dalam rumah. Kami berlima pun tidur bersama.
Aku pun terbangun di tengah malam. Dan kulihat jam dinding menunjukkan pukul 01.15. Aku mendengar tangis anak kecil, sungguh membuat bulu kuduk merinding. Tapi tak kuhiraukan karena aku sebenarnya takut saat itu. aku pun terbangun untuk kedua kalinya di malam itu, suara itu semakin jelas terdengar. Aku mencoba untuk memeriksa keadaan. Kulihat ada boneka yang sangat lusuh tergeletak di sudut ruangan. “Kok ada boneka disini?” tanyaku dalam hati heran.
“Clakkk.. Claaakkk…. Clakkk.. Huuuhuuuhuuu… Huuu huuu huu..” suara aneh yang berasal dari boneka ini membuatku ketakutan setengah mati. “Tolong jangan ganggu aku! Tolong!”. Seorang anak kecil laki laki berparas pucat pasi dan memiliki banyak luka di sekujur tubuhnya mendekat dari sudut ruangan di mana boneka lusuh itu tergeletak. “Pergi dari sini, Pergi dari sini” suara mendesah hantu itu sangat membuatku ketakutan.
“Bbbb… bbaa…aik.. baik.. Ssss..saya akan pergi dari sini secepatnya!” Jawabku dengan terbata bata. Dan hantu itu pun lenyap, bersamaan dengan lenyapnya boneka lusuh itu. Aku pun segera lari terbirit-birit ke kamarku untuk membangunkan teman-temanku.
“Hoyy!! Andi! Nino! Wina! Puri!! Bangunn ceppeeett!!! Bangunn!!!” Sambil menepuk-nepuk badan tubuh temanku satu persatu.
“Ada apa sih Bert? Masi ngantuk nih!” Ucap Wina sambil mengucek ucek matanya. “Kita harus pergi dari sini! Sekarang!” Kataku dengan wajah panik. “Halah, kita kan baru 1 hari disini” Ucap Andi. “Pokoknya kita pulang sekarang! Sebelum hal yang buruk terjadi pada kita.”
Akhirnya teman-temanku pun setuju dengan perkataanku dan aku pun segera menyalakan mobil dan pergi dari villa itu. Sungguh tampak mengerikan villa itu dari luar. Aku pun melihat anak kecil Belanda itu sedang berdiri di depan pintu rumah sambil memegang boneka lusuh itu di tangan kirinya.
-Tamat-


“wooy… bangun” teriak Tito di telingaku.
“iya… Gak usah di telinga kenapa sih. Ada apa? Tumben siang begini udah nyampe kosan”
“jadi begini. Sebenernya aku tu masih ada kuliah dan tentorku, mas Abdullah menjadi pembicara di tabligh. Biar rame kamu ikutan ya! Takutnya yang hadir sedikit”
“lagian, siapa yang mau datang coba? Jam segini enaknya tidur”
“ayolah! lumayan kan nabung pahala”
“iya deh, aku siap-siap dulu” aku segera ganti baju, dan kami berangkat ke kampus bersama.
“makasih ya gus. Nanti isi tablighnya sampaikan ke aku ya!”
“iya. Buruan! kamu udah telat” kami berpisah di pertigaan. Tito masuk kuliah dan aku ke masjid. Ternyata tablighnya sudah dimulai dan ramai. Pantesan, tentornya Tito ini banyak yang suka. Orangnya berwibawa dan dakwahnya bagus juga.
Dalam firman Allah, surat Al-Israa ayat 32
Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.
Dikatakan janganlah kamu mendekati zina. Ini merupakan larangan mendekati zina. Mendekati zina saja dilarang, apalagi berzina. Nah kamu yang paku baju biru” mas Abdullah mengagetkan, beliau menunjuk orang di sebelahku yang tengah tidur.
“iya, maaf” dia bangun dan mengelap ilernya dengan tisu.
“apa saja si yang mendekati zina?”
“teman tapi mesra, pacaran, kakak adean beda keluarga, ya apa pun lah yang menghalalkan bukan mahram tanpa pernikahan untuk melakukan yang haram”
“kamu yang sebelahnya. Setuju gak sama temen kamu yang di sebelah” beliau menunjuk aku
“saya kurang sependapat, kalau pacaran sama kakak adean tapi jaga jarak gimana?”
“siapa nama kalian?”
“saya Albab”
“saya Bagus”
“kalian sudah saling kenal”
“belum mas” kata Albab cengar-cengir
“kenalan dulu” kami pun bersalaman.
“okey, si Bagus tanya kalau pacaran sama kakak adeannya jaga jarak gimana? memang Islam tidak mengenal pacaran, kakak adean atau pun teman tapi mesra. Tapi Islam melarang berduaan atau hal-hal yang mendekati zina seperti bersentuhan dan alangkah baiknya orang yang menjaga kehormatannya. Jadi tinggalkanlah pacaran, dan istilah-istilah semacamnya”
“termasuk pacaran Islami ya mas?” tanya orang di belakangku.
“itu terdengar pacaran yang di islamkan atau bagaimana?”
“iya begitu”
“Islam tidak mengenal pacaran, dan jangan dibuat-buat!” mas Abdullah tersenyum, orang itu menganguk.
“apa ada yang mau bertanya? Atau menangapi mungkin?” suasana menjadi sunyi.
“baiklah kalau begitu, akan saya lanjutkan…”
Kemarin sore, ditemukan Q dan Z meninggal dunia dalam kamar hotel. Pasalnya sudah seharian mereka tidak keluar dari hotel dan setelah ditelusuri mereka bukanlah pasangan suami istri…
“inalillahi wa inaillaihi rajiun. ini, gus sudah baca koran belum?” Tito memberikan koran kepadaku.
Tidak terasa air mataku menetes. “kamu nangis gus? Cengeng banget sih” Tito menyodorkan tisu kepadaku.
“mau dibawa kemana bangsa ini? Jika moral masyarakatnya seperti ini”
“itu kan cuma sebagian kecil gus”
“tapi ini merupakan contoh, cerminan masyarakatnya. Sudah 63 tahun Indonesia merdeka. Yang diharapkan para pahlawan bukanlah seperti ini”
“mestinya kita isi kemerdekaan ini dengan hal-hal yang positif”
“merdeka”
“kalau begitu bantu aku mengerjakan tugas ini”
“baiklah” Tito membantuku mengerjakan tugasku. “oh iya gus, isi tabligh kemarin apa?”
“membahas surat Al-Israa ayat 32”
“tentang apa?”
“larangan mendekati zina dan yang menarik ada yang menanyakan pacaran islami”
“oh ya? Terus bagaimana?”
“pada intinya Islam tidak mengenal pacaran dan tidak ada larangannya. Yang dilarang mendekati zina dan agar kita menjaga kehormatan diri”
“aku setuju, ini kerjain”
“iya-iya”
Aku sih mau aja, tapi ada syaratnya
Apa?
Bacalah!
Yang bertandatangan di bawah ini menyatakan menyetujui pacar kontrak selama sebulan dengan syarat sesuai dengan syariat agama, tidak melanggar moral, aturan pemerintah.
Jakarta, 23 September 2012
Mira
Zaki
“Apa sih yang kamu tonton coba?”
“pacar kontrak”
“sinetron ni, berlebihan lagi. Sejak kapan pemerintah punya peraturan tentang pacaran? Terus melangar syariat agama. Udah tahu itu membahayakan diri. Kenapa masih dijalani. Yang diatur kan pernikahan”
“lagi seru ni”
“matiin aja, ini film ngerusak. Bisa jadi setan, menghalalkan segala cara untuk pacaran”
Tangerang Selatan, 17 Agustus 2013 pukul 4:38


“Ayo put, ayo buruan ada anak baru disini!”
“Tunggu kenapa nad, anak baru doang sih bukan artis”.
Perkenalkan namaku Puri Nur Hidayah, panggil saja aku Puput. Nah, yang aku panggil nad itu si Nadia Puspita, sahabat ku dari SD.
“Ih buruan, ini cowo loh kece lagi, lu gak mau liat, ya udah kalo gitu BYE!”
“Yehh, males gue kesono rame, mending di kelas ajeh deh”.
Aku aneh dengan cewe cewe di sekolah ku kok pada tertarik ya sama dia, aku memang mempunyai sifat gak peduli dengan cowo, dan aku juga tomboy padahal nama ku cewe banget kan, aneh kan.
“Kriing.. Kriing” *Bel masuk kelas.
“Mana lagi si nad, lama amat, padahal sudah bel. Ah ya udah lah gue tinggal saja”
Setelah aku ke kelas, lalu si Nadia menyusul ku bersama anak baru itu. Ehhmm.. aku lihat-lihat sih dia memang kece badai, eh dia duduk di belakang ku. Lah kok aku jadi deg-degan gini ya, ah jangan sampai deh, bisa-bisa di PHP-in.
“Kriing.. Kriing” *Bel istirahat.
“Eh, cewe yang duduk di depan gue” waktu ingin ke luar kelas, si anak baru itu manggil kita, ya aku tenggepin.
“Siapa? Gue apa si Puput?” Jawab Nadia.
“Oh, yang samping lu itu si Puput, kalau lu siapa?”
“Gue Nadia” Jawab Nadia
“Sini lu berdua” Sahut dia. Ih, ini baru anak baru saja songong banget (Di dalam hati ku).
“Paan?” Jawab ku dengan agak kesel.
“Sini duduk deh, gue bagi nope lu berdua dong, ni disini” Perintah dia
“Buat apaan? lu naksir sama kita berdua?” Tanya aku dengan ketawa
“Hah? naksir sama lu berdua? Gak banget! Ini gue bagi nope lu buat nanyain PR, gue tau gue tu kece jangan nge-FLY deh” Jawab dia
“Ya udah sih! Ni! Ni Nad tulis. Nama lu siapa?”
“Nama gue Satrio” Saat bersalaman sama dia rasanya ada sesuatu yang aneh yang belum aku rasakan.
“Ciee..” ledek Nadia
“Ish apaan sih, yuk ke kantin” Jawab ku dengan kesal.
Besok Harinya.
Pulang sekolah, tiba-tiba si Satrio ngajak aku pulang bareng berdua naik motornya dia. “Eh Puput, pulang bareng yuk, naek motor gue” Tawar Satrio.
“Ciee, sana bareng” Ledek Nadia.
“diem gak lu nad. Emang rumah lu di mana” Tanya ku.
“Gue tetanggaan sama lu, gue kemaren liat lu habis pulang sekolah ngerti. Udah buruan naik!” Jawab Satrio.
Entah mengapa hati ku ini ingin tidak menolak tawarannya dia apakah ini namanya CINTA? Ya ALLAH.. “Ehhmmmm.. Ya udah deh”
“Ya udah, ayo naik”
“Dada Puput sayang, smoga bahagia ya.. Haha”
Hari ini adalah hari yang paling menyenangkan. Entah mengapa hari ini lebih berbeda dibanding hari yang lainnya. Apa semua ini gara-gara adanya Satrio si cowo kece ini. Entahlah yang jelas hari ini beda.
“Kiirng.. kriing” HP ku bunyi, ternyata Satrio menelfon ku, hati ini semakin deg-degan entah mengapa? “Halo, Assalmualaikum” Ku angkat telfon nya.
“Walaikum salam, aku ganggu kamu ya?”
“Ehhmmm engga, ada apaan ya?”
“Engga, lu besok sore ada acara gak?”
“Ehmm kayaknya enggak, emang nya kenapa?”
“Gue mau ngajak lu ketemuan di taman, bisa nggak lu?”
“Bisa, jam berapa?”
“Ehhmm, jam 3 aja ya”
“Okey”
“assalamualaikum”
“Wa’alaikum salam”
Ehhmmm, seneng nya besok diajak ketemuan di taman pula, ah jadi nge-FLY nih. Jangan-jangan dia nembak aku lagi, Ih..
Besok sorenya di Taman
“eh gue mau ngomong sama lu”
“Ngomong aja” Aduh makin deg-degan aja.
“Lu udah punya pacar belum?”
“Kenapa memang nya?” *Dagdidug*
“Lu mau engga pacaran sama teman gue, ganteng juga orangnya, mau gak?”
Hati ku rasanya terpotong-potong, sakiit.. mungkin aku memang terlalu nge-FLY. “Apa? lu ngomong gitu doang. Gue kira Lo.. Sakit hati gue.. Lo..”
Kamu emang bisa ngerti sama apa yang Aku rasain…. tapi apa Kamu bisa mahamin? apa Kamu bisa ngerasain sama apa yang Aku rasain? harus berapa kali airmata ini jatuh karena Kamu.
– TAMAT –


Seikat bunga mawar, banyak orang berfikir tentang keindahan bukan tentang perjuangannya. Adakalanya benar, tetapi tidak dengan gadis yang bernama Melati. Namanya Melati, seorang gadis tanggung dan dewasa untuk seumuran dia. Gadis berambut panjang terurai dan kulit agak menghitam. Seorang gadis yang menjadi korban tipu daya mawar atau bisa dibilang gadis yang melawan ganasnya kehidupan perkotaan dengan kuncup demi kuncup mawar.
“kamu harus bekerja, Melati” ujar lelaki berjanggut tebal dengan muka merah padam.
“tapi, Melati masih SMA dan dia harus preapare untuk UN yang diadakan sebentar lagi, Melati pasti sibuk sana sini pak” bela perempuan di sisi Melati.
“jangan kau manjakan anakmu yang satu ini”.
Memang dengan ibunyalah Melati hidup. Sifat bapaknya yang keras dan sedikit arogan membuat kedekatan Melati dengan ibunya seperti tak terpisahkan. Kalau bisa di misalkan kedekatan mereka seperti bunga dengan kumbangnya, saling mempunyai kelebihan, bermanfaat, dan saling membutuhkan. Menurut Melati ibunya tempat curhatnya, tempat mengadu, guru private, koki, tempat manja, pokoknya segalanya adalah ibunya.
“pendidikan itu penting, pak”
“lagipula aku takut tak mampu membagi waktu” ujar Melati.
“tidak ada alasan lain”, “Melati bekerja atau mati kelaparan”
“kita musyawarahkan bersama pak, tidak asal ucap dan kecewa di akhir jalan pak, aku tak mau pak”
“TIDAK” sebuah kata yang langsung membungkam detak jantung dan hela nafas seisi ruangan.
“pak” gumam Ibu lirih.
“bapak egois” bentak Melati yang tak lagi mampu menahan emosinya yang meluap luap dan pergi meninggalkan suasana yang bisa dibilang penuh tensi tinggi itu dengan sejuta sedih yang harus dipikulnya sendirian.
Hari berganti hari, bulan berganti bulan, seorang Melati yang cerdas dalam bidang akademik pun kini tinggallah bayang masa lampau. seorang Melati yang menjadi kebanggan sekolah pun kini tinggallah kenangan yang menjadi pecut Melati dalam melakoni kehidupannya yang masih panjang, mungkin ini hanya sebuah kerikil di antara karang yang siap menyatroni kehidupannya di masa yang akan datang, itulah yang selalu ada di benaknya.
Kehidupannya berubah 180 derajat, yang dulu digandrungi bahkan dicari kesana kemari, kini Melati tak ayal seperti bunga layu yang teronggok di tepi jalan yang berdebu dan dekil. Prestasi akademiknya melorot jauh seiring beban menjadi seorang pelajar yang harus dibarenginya dengan lakon sebagai penerus nafas keluarga.
“bunganya pak, buk, bunganya masih segar” Melati mencoba menawarkan setangkai demi setangkai mawar di antara jutaan lalu lalang manusia.
Entah mengapa Melati memilih profesi ini. profesi yang bisa dibilang SANGAT tidak menguntungkan. Tetapi menurutnya, bunga mawar adalah perwujudan dari dirinya, lebih tepatnya perjalanan hidupnya. Sebuah harapan yang dilalui dengan perjuangan keras untuk melalui duri-duri tajam di tangkai untuk menuju pengharapan di helai kelopak mawar.
“tolong bunganya bu dibeli, masih segar juga bunganya” Melati mencoba menawarkan bunganya ke ibu muda yang lewat di depan matanya.
“bunga segar?, bunga jelek begini dibilang segar, hahahaha” ledek ibu muda tersebut.
“tapi ini bener masih segar bu, lagian saya baru saja ngambil di toko bunga bu” .
“dasar anak bodoh, cantik cantik dungu”
“mending aku beli di toko bunganya langsung, daripada beli di kamu, bunga sama penjualnya sama-sama buluknya” ibu muda tersebut pergi meninggalkan Melati yang masih tercengang dengan ucapan ibu muda tadi.
“Ya Tuhan” gumam Melati lirih di antara tetes air matanya yang deras mengalir.
Tubuhnya tak mampu lagi menopang badannya yang terus melemas. Ratapan tak henti hentinya mengalir dari mulut Melati.


Pagi ini, di ruangan ini, dan di ranjang ini. Lagi-lagi aku harus membuka mata dan menghirup udara yang tak jelas baunya. ya, ini bau rumah sakit. Sudah satu minggu ini aku terbaring di ranjang yang sama sekali tak empuk ini, sangat beda dengan ranjang yang ada di kamarku. Aku benci. aku benci dengan keadaan ini.
“Hai, kamu udah bangun?” Tanya cowok yang sebenarnya tak kuharapkan sedikit pun. aku benci dia. Sama seperti aku membenci hariku dan keadaanku sekarang ini.
Seperti biasa, dia meletakkan setangkai mawar merah di vas yang memang sudah disediakannya terlebih dahulu. Setiap pagi dia datang dengan setangkai mawar merahnya. Wajahnya yang selalu berhiasi senyuman mungkin akan melunakkan setiap hati cewek-cewek yang melihatnya. Begitu juga denganku.
“Sudah kubilang kamu gak usah kemari kan?” Kataku sedikit membentak. Dia hanya tersenyum, kemudian berjalan menghampiriku, duduk di sampingku dan berkata “suster udah kemari tadi dek?” Jujur, aku benci panggilan itu, kenapa dia harus mengucapkan kata yang jelas-jelas sangat aku benci itu. “aku benci kamu, pergi sana!!” Bentakku, sembari menolak lengannya yang berada di atas ranjang tempat sekarang aku meletakkan tubuhku. “Aku sayang kamu” katanya. Apa dia tak tahu, betapa sakitnya hatiku mendengar kata itu. “kalau sayang kenapa panggil adek?” Tanyaku, jujur setiap melihatnya aku tak tahan untuk menangis. Saat ini rasanya aku ingin menangis dan memeluknya seperti dulu lagi.
Dia adalah bagas, dia kakak kelasku sewaktu di Sma. Saat pertama kali aku menginjakkan kaki di sekolah baruku sambil mengenakan seragam baru, aku sudah menyukainya. Sepertinya dia peka terhadap pandangan dan tatapanku ini. Karena, seminggu aku berada di sekolah baruku. Dia menyatakan perasaannya padaku, jelas saja aku menerimanya dan kami pun jadian.
Dia cowok yang baik, tampan, keren dan sangat populer di sekolahan. Aku sangat beruntung bisa memilikinya, dia sangat perhatian, baik dan sepertinya dia bangga memilikiku. Aku sangat senang. Tapi, kesenaganku itu tak bertahan lama. Seminggu setelah haru kelulusanku di Sma, aku mendapati kenyataan bahwa dia adalah abangku, abang kandungku. Betapa tidak sakit hatinya aku, di saat aku sudah bermimpi akan membangun kehidupan di masa depan dengannya dan sudah sangat mencintainya, tiba-tiba aku mendapat kabar dari ibuku bahwa dia adalah abang kandungku.
Ayah bagas dan ibuku bercerai setahun setelah kelahiran bagas. Setahun kemudian, ibu menikah dengan ayahku. Artinya, aku dan bagas satu ibu, satu perut. Apa bisa kami melanjutkan hubungan ini ke jenjang yang lebih serius, dimana kami sudah berhayal tentang masa depan yang akan kami bangun berdua.
Setelah mendengar kabar itu, aku benar-benar depresi dan tak tahu apa yang harus aku lakukan. Pikiranku sangat pendek dan terus berpikir bahwa bunuh diri adalah jalan satu-satunya. Aku tak bisa membayangkan, sepuluh tahun lagi atau beberapa tahun lagi melihat dia bersanding dengan cewek lain, aku tak tahu betapa sakitnya dan hancurnya hatiku. Lebih baik aku mati.
Meminum racun adalah cara bunuh diri yang paling mudah, pikirku. Tapi, bayanganku tentang kematian seketika sirna saat samar-samar aku melihat kehadirannya, kemudian membawaku ke tempat yang sekarang ini sangat kubenci.
Aku mencoba untuk membenci orang yang sangat aku cintai itu, aku tak tahu seberapa lama aku bisa menghilangkan rasa yang sangat dalam ini. Tapi sepertinya tak bisa, setiap hari dia terus datang memberikan perhatian yang sama bahkan lebih, bagaimana bisa aku membencinya. “Kamu sayang sama aku sebagai apa?” tanyaku dengan kepala tertunduk tak berani menatap matanya yang memancarkan kehangatan itu. Dia tak menjawab, keadaan hening sebentar. kemudian dia keluar dari ruanganku. Saat dia keluar, aku ingin sekali menghentikannya, ingin sekali menyuruhnya agar terus disini bersamaku, menggenggam tanganku ini.
Tak berapa lama dia masuk, dengan membawa semangkuk bubur dan secangkir air putih untukku. “Kamu makan ya?” Katanya menyodorkan sesendok bubur kearahku. “A…ku… sayang kamu” bibirku seakan menolak untuk mengatakan kalau aku membencinya, karena hatiku terus mendesak untuk mengatakan bahwa aku mencintainya. Dia terdiam, aku tahu dia juga sedih. Dia juga tak menerima keadaan dimana aku adalah adik kandungnya.
Walau aku tak yakin, tapi aku akan berusaha untuk melupakannya, menghilangkan perasaan yang sangat dalam ini dan akan membiasakan diri dengan keadaan baru, bahwa sebenarnya dia adalah abang kandungku.




CINTA SEGITIGA

Sekitar pukul 05:00 pagi Luna bangun tidur, ia langsung bergegas menuju ke kamar mandi untuk berwudlu dan melaksanakan sholat subuh. Setelah selesai sholat Luna menyempatkan diri untuk belajar walaupun sebentar, ia juga selalu membantu orang tuanya untuk mengerjakan tugas rumah sehari-hari. Sebelum  mandi Luna juga menyempatkan diri untuk menyapu lantai sambil menunggu ibunya yang sedang menyiapkan sarapan. Luna memang anak yang rajin. Sinar matahari mulai menampakan diri ke bumi, Luna segara menuju ke kamar mandi untuk  bersiap-siap berangkat ke sekolah. Sebelum berangkat ke sekolah Luna selalu berpamitan kepada kedua orang tuanya. Saat keluar dari rumah Luna berkata dalam hati,”Sungguh pagi yang indah seperti suasana hatiku yang aku rasakan pagi ini”. Tidak biasanya Luna bersikap seperti ini, sejak bangun tidur ia ingin cepat-cepat berangkat ke sekolah. Sesampainya di sekolah Luna langsung menuju ke tempat parkir untuk menempatkan sepeda motornya, lalu ia segera menuju ke ruang kelas. “Teng-teng-teng”t, bel tanda masuk berbunyi itu tandanya jam pelajaran akan segera di mulai. Luna selalu duduk di depan karna ia mempunyai alasan tersendiri agar bisa mengikuti pelajaran dengan serius. Jam pelajaran telah berlalu tak terasa bel  istirahatpun berbunyi,”Teng-teng-teng”. Luna dan teman-temanya segera menuju ke kantin untuk mengisi perutnya yang keroncongan. Dalam perjalanan menuju ke kantin Luna dan teman-temanya ngobrol.
Laras : Lun, kamu mau ikut organisasi di sekolah kita nggak ?(tanya teman Luna)
Luna : Inginnya sih gitu, tapi aku masih bingung di bolehin atau tidak sama orang  tuaku kalau aku ikut organisasi di sekolah.
Laras : Oh, gitu. Emm kalau begitu nanti sepulang sekolah kamu omongin dengan baik kepada orang tua kamu, kalau kamu mau ikut organisasi di sekolah.
Luna : Oke Laras, nanti aku minta izin sama orang tuaku.
Tak lama kemudian Luna dan teman-temannya kembali ke ruang kelas, karena bel masuk setelah istirahat berbunyi. Jam pelajaranpun akan segera di mulai lagi. Waktu menunjukkan pukul 01:30, berarti bel pulang sekolah berbunyi. Setelah pulang sekolah Luna sholat dhuhur dan makan siang bersama ibunya. Di waktu makan siang Luna  ngobrol sama ibunya untuk meminta izin mengikuti organisasi di sekolahnya,
Luna : Bu, Luna mau ngomong serius nih sama ibu ..
Ibu : (Dengan raut wajah kebingungan ibunya menjawab pertanyaan Luna yang biasanya seperti itu)
Iya Luna, mau ngomongin apa tho nak kok serius amat ?(Sambil merangkul pundak Luna).
Luna : Gini loh bu... Luna mau minta izin sama ibu untuk mengikuti organisasi di sekolah, boleh nggak bu ? Tapi kalau ibu nggak mengizinkan Luna ikut organisasi, nggak apa-apa kok bu.
Ibu : Oh, mau ikut organisasi di sekolah tho, kiran ibu kamu mau ngomong apa wong nggak biasanya kamu mau ngomong serius sama ibu nak.(Sambil tersenyum dengan Luna)
Luna : Yah... Ibu kok malah senyum-senyum gitu sih, nggak jawab pertanyaan Luna. Jawab dong bu,(Luna memeluk ibunya)
Ibu : Kalau kamu mau ikut organisasi, iya udah ibu izinkan. Tapi ingat ya nak, jangan sampai waktu belajar kamu berkurang karena kecapean  mengikuti organisasi di sekolah.
Luna : Iya ibuku tersayang,(sambil memeluk ibunya).
Makasih ya bu, sudah mengizinkan Luna ikut organisasi.
Ibu : Iya sayangnya ibu, (kening Luna di cium ibunya, karena ibunya sangat menyayanginya).
Dengan berjalannya waktu Luna mengikuti organisasi OSIS dengan lancar, ditengah-tengah perjalanan organisasi yang Luna ikuti ada kakak kelas yang berwajah tampan di suruh sama pembina OSIS untuk mencatat nomor telepon calon anggota OSIS yang baru. Ternyata diam-diam kakak kelas itu mencatat nomor handphone Luna.
Di malam harinya ada nomor baru yang sms Luna, Lunapun membalas sms itu. Karena Luna tidak mau di anggap sombong.
Alan : Assalamualaikum Luna,
Luna : Wa’alaikumsalam, ini siapa iya ?
Alan : Ini aku Alan kakak kelas kamu Lun, yang tadi di sekolah mencatat nomor kamu dan anggota OSIS yang baru. Kamu tau kan Lun ?
Luna : Oh, kak Alan tho... Ada apa kak ?
Alan : Emm nggak ada apa-apa kok Lun, Cuma pingin sms’an sama kamu aja. Kamu lagi ngapain Lun ?
Luna : Luna lagi nonton TV kak,
Alan : Oh, maaf iya aku udah ganggu kamu .
Luna : Nggak apa-apa kok kak Luna nggak merasa di ganggu.
Alan : Hehe.. kirain Lun. Iya udah kamu lanjutin aja nonton TV nya, aku mau pergi kesekolah dulu.
Luna : Iya kak.
(Luna kebingungan karena udah malam, tapi kenapa kak Alan mau pergi kesekolah. Emangnya di sekolah ada apa iya ?).
Dinginnya angin malam mengantar Luna tidur. Dalam tidurnya Luna bermimpi kalau ada seorang cowok yang menyatakan cinta pada Luna, tapi di mimpi itu cowok tersebut wajahnya tidak jelas karena di selimuti oleh kabut dan cahaya. Luna terbangun dari tidurnya dan berkata dalam hati,” Apa maksud dari mimpiku ini ?”.
Satu bulan kemudian Luna di ajak temannya untuk menjenguk teman-temannya yang ikut LDK. Di sana Luna bertemu dengan kak Alan, ia tersenyum mlihat kak Alan. Tiba-tiba kak Alan menarik tangan Luna dan menuju ke belakang tenda. Dan di situlah Luna merasa deg-degan karena kak Alan menatap mata Luna dengan tajam, Luna hanya terdiam melihat tatapan mata kak Alan. Dalam hatinya berkata,” Apa arti dari semua ini, apa ada hubungannya dengan mimpiku yang dulu.”
Kak Alan langsung bertanya pada Luna tanpa malu-malu sambil memegang tangan Luna,
Alan : Lun, kamu mau nggak jadi ceweknya kakak ? Maaf iya Lun aku udah ceroboh bilang cinta sama kamu.
Luna : (Kaget dan tak menyangka kalau kak Alan menyukainnya).
Emm gimana iya kak, Luna takut.
Alan : Takut kalau nanti aku menyakitimu ? Aku nggak akan menyakitimu karna aku sayang sama kamu dari awal kita bertemu. Kamu nggak usah takut Lun, aku akan berusaha untuk membuat kamu bahagia.
Hati Luna makin tersanjung mendengar kata yang di ucapkan oleh Alan, Luna hanya bisa menjawab dengan senyuman karena bagi Luna ini terlalu cepat.
Alan : iya udah kalau kamu belum bisa menjawabnya, aku kasih kamu waktu tiga hari untuk memikirkan semuanya.
Luna : Insya allah kalau Luna udah punya jawabannya Luna akan segera bilang sama kakak.
Alan : Makasih Lun, jangan lupa iya di pikirkan dulu sebelum kamu menjawabnya.
Luna : iya kak, Luna akan pikirkan ini semua dengan matang.
Hari sudah mulai petang, Luna dan teman-temannya berpamitan untuk segera pulang ke rumah. Luna masih memikirkan soal yang tadi kak Alan ungkapkan ke Luna.
Tiga hari sudah berlalu tapi Luna masih bingung mau menjawab apa, ketika di sekolah Luna bertemu dengan kak Alan, ia merasa malu saat kak Alan meminta jawaban padanya. Luna di ajak kak Alan menuju ke ruang musik dan kak Alan mempersembahkan lagu untuk Luna, kak Alan bernyanyi dari hati tentang perasaannya pada Luna. Lagi-lagi Luna hanya tersenyum dan tersipu malu, kak Alan mengulangi kata-kata yang di ungkapkan dulu ketika di LDK tentang perasaannya.
Alan : Bagaimana Lun, apakah kamu udah mempunyai jawabannya ??
Luna : Emm... iya kak Luna mau(dengan raut wajah malu).
Alan : Apa Lun, kurang keras bilangnya...
Luna : Iya kak, Luna mau jadi ceweknya kakak tapi ingat iya kak. Kakak harus tepatin janji kakak yang dulu kakak ungkapkan pada Luna. Luna sayang sama kakak karena sikap kakak yang bijaksana.
Alan : Iya my pretty girl...
Lima bulan sudah Luna menjalin hubungan sama kak Alan tanpa ada suatu masalah yang membelugu mereka berdua, hubungan mereka semakin romantis. Teman-teman Luna sampai ngiri liat Luna sama kak Alan.
Kemesraan Luna sama kak Alan tidak berlangsung lama. Karena kak Alan menyakiti Luna, hal yang Luna takutkan akhirnya terjadi. Luna hanya bisa menangis, melihat semua ini terjadi. Akhirnya mereka berdua memutuskan untuk tidak lagi menjalin hubungan.
Kini Luna menjalani hari-hari tanpa semangat lagi seperti dulu. Luna sudah tidak terlalu memikirkan kak Alan, sekit demi sedikit Luna udah bisa menghilangkan rasa sakit hatinya itu. Setelah Luna kelas tiga ia bertemu dengan Fauzan, teman semasa kecilnya. Luna dan Fauzan sangat akrab, sampai teman-teman sekelasnya mereka berdua mengkira kalau mereke berdua ada hubungan. Padahal mereka berdua hanya berteman tidak lebih dari itu. Ketika Luna sudah bisa melupakan kak Alan, walau hatinya belum bisa menerima hal ini tapi Luna terlihat sabar dan kuat.
Dengan berjalannya waktu kak Alan tiba-tiba sms Luna. Dan meminta maaf kepada Luna karena sudah menyakiti hati Luna, ia memaafkan kak Alan. Hubungan Luna dan kak Alan berjalan baik, karena Luna udah menganggap kak Alan sebagai kakaknya sendiri karena itu ia mau memaffkan kak Alan.
Hari berganti hari kak Alan sms Luna setiap saat, saat itu Luna curhat sama kak Alan. Ia merasa tenang saat menceritakan semua masalahnya sama kak Alan. Karena kak Alan selalu memberikan saran yang baik dan membankitkan semangat Luna. Saat itu kak Alan bertanya pada Luna tentang siapa yang saat ini dekat dengan Luna. Luna menjawabnya dengan senyuman.
Bulan agustus kemarin ada acara di alun-alun pekalongan, Luna di ajak Fauzan pergi ke acara itu bersama teman-teman Fauzan. Luna juga kebetulan mau pergi ke acara itu bersama teman-temannya juga. Mereka pergi ke acara itu bersama. Tiba-tiba di jalan kak Alan sms Luna, nanyain kabar Luna.
Alan : Apa kabar Lun ?
Luna : Baik kak, lha kabar kakak gimana ?
Alan : Baik juga Lun, kamu lagi ngapain ?
Luna : Luna lagi di jalan kak, mau pergi ke pekalongan sama teman-teman.
Alan : Lha mau ngapain ke pekalongan ?
Luna : Malam ini di pekalongan ada acara kak,
Alan : Oh, gitu. Lha kamu naik motor sendiri apa nebeng sama teman kamu ?
Luna : Kebetulan di boncengin sama Fauzan tapi pakai motor Luna.
Alan : Oh iya udah... Kirain naik motor sendiri,
Luna : Nggaklah kak...
(Kak Alan tak membalas sms Luna lagi, ia jadi merasa kesepian)
Sesampinya di alun-alun pekalongan Fauzan ngobrol sama Luna,
Fauzan : Bagaimana Lun hubungan kamu sama kak Alan ?
Luna : (Luna malu-malu kucing). Emm baik-baik saja kok zan, emangnya kenapa ?
Fauzan : Nggak apa-apa kok Lun, cuma nanya doang. Hehe...
Luna :  Kirain ada apa-apa zan, hehe
Di sela-sela obrolan Luna sama Fauzan handphone Luna berbunyi, ternyata  itu sms dari kak Alan. Yang tiba-tiba menyuruh aku untuk menjalin hubungan sama Fauzan. Luna berkata dalam hati,” Memang kak Alan tak pernah mengerti tentang perasaanku ini, karena dia malah menyuruhku jadian sama Fauzan. Padahal aku masih sayang banget sama kak Alan, tapi kenpa kak Alan bicara seperti itu. Apa yang sebenarnya kak Alan inginkan dengan semua ini, aku tak bisa mencintai orang lain karena aku hanya mencintai kak Alan).
Luna kecewa sama kak Alan yang tak pernah mengerti betapa berharganya kak Alan di mata Luna. Akhirnya Luna tetap berdiri teguh dengan perasaannya, karena ia sangat mencintai kak Alan. Rasa sayang dan cintanya kepada kak Alan tak kan pernah tergantikan oleh siapa pun... 
Selesai


AIR MATA CINTA
Saat ini edo duduk dibangku perkuliahan salah satu perguruan tinggi yang tersohor di Jakarta. Di universitas itu edo mengambil fakultas managemen. Itu adalah keinginan kedua orang tua edo yang beralasan mereka ingin edo mendapatkan pekerjaan yang mandiri dan bisa memetik hasilnya ketika tua nanti. Edo fikir itu hal yang wajar dan Edo percaya bahwa pilihan orang tua edo pasti terbaik untukya. Edo adalah anak sulung dari dua bversaudara, Edo dilahirkan dari keluarga sederhana, menapaki pahitnya kehidupan sendiri karena kedua orang tua Edo sibu mencari nafkah, sedangkang adiknya sibuk dengan dunianya sendiri. Karena kesibukan itu, keluarga Edo kurang berkomunikasi dan memahami satu sama lain.
Hari pertama Edo mengikuti kegiatan ospek, disitulah semua calon mahasiswa berkumpul dilapangan untuk mengikuti kegiatan ospek. Ditengah keramaian dan teriknya matahari yang menyengat, siditulah Edo melihat sosok gadis yang membuatnya terpesona. Bel istirahat berbunyi, para calon mahasiswa berhamburan meninggalkan lapangan. Edo segera menuju kantin untuk membeli minuman, ketika Edo berjalan untuk kembali kekelas, Edo tidak sengaja menabrak seorang gadis dan menumpahkan semua minuman di tangan Edo ke baju gadis itu. Edo terkejut karena gadis yang ditabraknya adalak cewek yang di taksir.
“Aduh . . . kalo jalan lihat – lihat dong, punya mata gak sih!” ucap gadis itu dengan nada tinggi.
“Eh, maaf ya. Aku tidak sengaja, soalnya aku lgi buru – buru” sahut Edo.
“Buru-buru si buru-buru, tapi nggak sampai nabrak aku segala kali, lihat nih baju aku jadi basah” ucap gadis itu.
“Sekali lagi maaf ya” jawab Edo.
Tampa berkata lagi, kemudian gadis itupu pergi dan menghampiri teman-temanhya di taman.
“kenapa sel, kayaknya bĂȘte banget?” Tanya Fela.
“Iya, iya kenapa sel. Terus kanapa baju kamu basah?” sambung teri.
“Emang, aku lagi sebel sama seorang cowok, masa tiba – tiba nabrak aku. Pake numpahin minumannya kebaju aku segala lagi” Jawab Sely dengan kesal.
“Hah, cowok yang mana sel? Rian Ya. . . “ Ucap Teri
“Rian, bukanlah. Aku juga gak kenal itu cowo siapa!” Seru Sely
“Em. . . awas Sel benci bisa jadi cinta loh. . .!!!” Sambung Fela sambil meledek Sely
“Apaan sih kamu Fel. Udah ah. . . gak usah bahas masalah cowok itu lagi, bikin sebel aja” kata sely sambil cembrut.
“Iya deh..” Jawab Fela dan Teri bersamaan.
Sementara itu Edo masih penasaran dengan gadis yang ditabrak tiadi dan melamun mengingat kejadian diakantin. Tiba – tiba saja, Hafis teman satu kelas Edo menepuk pundak Edo dari belakang.
“Woy… nglamun aja, ada apa sih Do?” Tanya Haifs sambil tertawa sedikit meledek Edo.
Edo pun menjawab”Fis… tadi aku di kantin ketemu cewek, aku menabraknya dan menumpahkan semua minumanku kebajunya”
“Hah… serius kamu?” Tanya Hafis.
“ Iya aku seriuslah, dan parahnya cewek yang aku tabrak tadi cewek yang aku taksir lagi” jawab Edo Cemas.
“Kayaknya kamu suka banget sama cewek itu, aku jadi penasaran kaya apa sih cewek yang samapi bikin kamu nyesel banget?” Ucap Hafis dengan penasaran.
Tet…….. bel masukpun berbunyi, para calon mahasiswa baru segera masuk kelas masing – masing untuk mendengarkan hal-hal yang akan disampaikan kakak kelas mereka. Edo pun terkejut melihat gadis yang ditaksirnya masuk kekelasnya, ternyata Sely juga mengambil fakultas menegemen.
“Kamu….??” Ucap Edo dan Sely bersamaan.
“Ngapain kamu disini?” Tanya Edo
Sely pun menjawab”seharusnya aku yang bertanya, kamu ngapain disini?”
“Aku? Aku memang masuk kedalam kelas ini” dahut Edo
“Apa..!? jadi kita satu kelas?” ucap Sely terkejut dan tidak percaya.

Tiba-tiba dosenpun datang ke kelas mereka untuk menyampaikan hal-hal penting untuk para calon mahasiswa baru. Sely yang sedang berdiri segera duduk kebangkunya untuk mendengarkan dosen berbicara. Sementara itu Hafis teman Edo yang penasaran karena Edo ngobrol dengan Sely Hafis bertanya pada Edo.
“Kamu kenal sama Sely?” Tanya hafis heran.
“Sely? Siapa sely aku tidak mengenalnya” jawab Edo dengan bingung.
“Iya Sely, gadis yang ngobrol sama kamu tadi” ucap hafis
“oh.. jadi  gadis itu namanya sely, kamu tau gak fis.. Sely itu cewek yang aku certain ke kamu!” ucap Edo sambil tersenyum.
“Apa. . . Serius kamu? Saran aku mending kamu jauhi Sely deh” kata Hafis serambai menasehati Edo.
“memangnya kenapa?” Tanya Edo penasaran
“Apa kamu gak tau, Sely itu ceweknya Rian anak dari pemilik kampus ini” jawab Hafis.
Bel pulang berbunyi, semua anak  berhamburan keluar segera pulang kerumah masing – masin. Edo berjalan menuju tempat parkir untuk mengambil sepeda motor bersama temannya Hafis dan segera keluar dari kampus untuk pulang. Malampun datang, ditengah – tengah sunyinya malam Edo teringat dengan Sely, bayangan wajahnya selalu hadir. Dalam hati Edo berkata “ walaupun Sely galak, tapi dia sangat manis,” Edo tidak bisa melupakan Sely, dan Edopun berjanji akan mendapatkan dan membuat Sely jatuh hati  denganya walaupun Edo harus berurusan dengan Rian dan kawan-kawannya yang sombong itu.
Pagipun tiba, seperti biasa Edo harus bersiap-siap untuk berangkat kuliah. Edo mengeluarkan sepeda motor dan segera berangkat. Saat ditengah – tengah jalan, sepertinya Sely sedang menunggu angkutan umum, karena tidak ada angkutan yang lewat dan hari semakin siang akhirnya Edo memutuskan untuk menghampiri Sely dan mengajaknya berangkat bersama. Edo fikir ini kesempatan buat Edo agar bisa berangkat bareng dengan Sely.
“Sel. . . ngapain disini?” Tanya Edo sambil mematikan sepeda motornya.
“Lagi nunggu angkotlah, emang kamu nggak liat apa?” jawab Sely sinis.
“Owh. . . nggak gitu Sel maksud aku. Hari udah siang mending kita berangkat bareng aja, lagian juga angkutan dari tadi gak lewat – lewat” ucap Edo sambil berharap Sely mau menerima ajakannya.
Sely pun berfikir dan menjawab ajakan Edo “Oke deh”. Kita berangkat bareng, tapi inget ya, aku mau berangkat bareng sama kamu bukan berarti aku maafin dan lupain kejadian di kantin itu”. Ucap Sely dengan gengsi.
“Oh iya. Eh, sebelumnya kenalin namaku Edo” ucap Edo sambil mengulurkan tangannya.
“Aku Sely” jawab Sely dengan menjabat tangan Edo.
“Iya, aku udah tau kok.” Ucap Edo sambil tersenyum.
Semenjak Edo dan Sely berangkat bersama mereka jadi lebih akrab dan semakin dekat, perlahan Sely juga udah mulai nglupain masalah di kantin dulu. Mengetahui keakraban Edo dan Sely, Rian pun marah. Pada saat bel pulang berbunyi Rian dan kawan – kawannya menghadang Edo ditempat parkir, Rian mengancam Edo agar tidak mendekati Sely dan segera menjauhinya, jika Edo tidak segera menjauhi Sely makan Edo akan menyesal. Tiba – tiba saja Sely datang menghampiri Rian dan Edo lalu bertanya.
“Ada apa ini?”
“Eh, sayang gak ada apa – apa kok” jawab Rian sambil mengajak kawan – kawannya pergi.
“Ada apa sih Do, tadi Rian ngomong apa sama kamu?” Tanya Sely dengan penasaran.
“Gak ada apa – apa kok Sel, biasalah urusan anak cowok” jawab Edo sambil tersenyum.
Kemudian Edo dan Sely segera pulang kerumah masing – masing, Edo melamun dan berencana akan mengungkapkan perasaannya pada Sely besok. Edopun mengambil kertaas dan segera menulis surat buat Sely. Keesokan harinya Edo sengaja berangkat lebih awal untuk meletakan surat cinta di bangku Sely, Sely yang baru berangkat dan tiba di kelas tekerjut karena ada sebuah surat dibangkunya dan segera mengambil surat itu lalu membacanya.
Dear Sely
Sel, . . . sebelumnya aku minta maaf karena sudah lancing ngirim surat buat kamu. Tapi jujur Sel aku udah berusaha menahan dan ngelupain kamu dari ingatan ku, tapi aku gak bisa dan itu malah membuat aku menderita. Aku sayang Sel sama kamu, aku suka sama saat pertama kali lihat kamu di kegiatan Ospek dulu. Kau seperti bintang yang selalu menerangi gelapnya malamku, kau adalah cahaya dan juga penyemangat hidupku. Kamu maukah Sel jadi Cewekku?
Aku tunggu kamu di taman beserta jawabanmu !
Edo

Setelah membaca surat itu, Sely segera berlari mencari Edo ditaman.
“Edo” teriak Sely
“Sely” jawab Edo dengan lembut.
“Aku udah baca surat kamu”ucap Sely
“Kamu udahg baca surat aku? Terus gimana?” Tanya Edo dengan gugup
“Sebenernya. . . sebenarnya aku juga suka sama kamu Do, dan aku mau jadi pacar kamu” jawab Sely malu.
“Jadi kita jadian nih?” Tanya Edo dengan gembira dan tidak percaya.
Sely menganggukan kepalanya tersenyum pada Edo. Tanpa mereka sadari, salah satu dari teman Rian mendengar percakapan antara Edo dan Sely, lalu diapun segera menemui Rian dan menceritakan semuanya. Rian langsung marah dan berteriak “Sialan, jadi dia beranu menentang ancaman ku”. Rian dan teman – temanya segera menyusun rencana untuk menghabisi Edo.
Pada saat pulang sekolah Rian dan kawan – kawannya menghadang Edo di tengah jalan, kemudian tanpa basa – basi Rian dan kawan – kawannya langsung memukuli Edo hingga babak belur. Hafis teman Edo melihat kejadian itu dan langsung memberi tahu Sely, Sely dan teman – temanya langsung bergegas menuju tempat dimana Edo dipukuli. Dan setelah sampai disana Sely yang melihat Edo hampir mati dipukuli, berlumuran darah dan tidak berdaya, langsung berteriak “Hentikan…!!!!” sambil menangis dan memeluk Edo.
Rianpun berkata “Sayang, kamu ngapain sih belain dia. Dia itu pantes dapetin ini semua karena dia udah ngrebut kamu dari aku!”
“Apa kamu bilang, merebut?” Ucap Sely dengan nada tinggi
“Kamu itu sadar, apa kamu selalu ada buat aku? Saat aku sedih, saat aku susah, apa kamu membantuku. Edolah yang selalu ada buataku, Edo selalu ada setiap aku butuhkan, sedangkan kamu, kamu itu selalu sibuk dengan urusanmu dan teman – temanya.” Sambung Sely menangis. “ Edo bertahanlah, kamu harus hidup. Kamu bilang bahwa kamu sayang denganku, kamu akan selalu menjagaku, aku sayang sama kamu Do, dan aku gak mau kehilangan kamu” ucap Sely menangis terisak – isak.
Edo yang terluka parah langsung di bawa ke IGD. Sementara Rian dan kawan-kawannya harus berurusan dengan polisi akibat dari perbuatannya kepada Edo. Setelah beberapa jam Edo kemudian sadar, dan orang pertama yang Edo lihat saat siuman adalah Sely.
“Sely” Panggil Edo dengan lirih.
“Edo, kamu sudah sadar?” ucap sely dengan gembira.
Sely pun segera mengambil dokter untuk memeriksa Edo “Dokter Edo sudah  siuman, tolong periksa Edo dokter!”
Dokterpun berkata setelah selesai memeriksa Edo “Edo baru saja siuman, tolongan diajak bicara banyak”.
“Sely, aku tidak meninggalkan kamu karena aku akan menjagamu sampai tua nanti” Kata Edo.
Sely pun tersenyum dan bahagia mendengar ucapan Edo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar