KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirar Allah swt, karena berkat rahmat dan karunia-Nya, kami
dapat menyusun dan menyelesaikan makalah yang berjudul “Masalah
Lingkungan Hidup dan Upaya Penanggulangannya” .
Masalah lingkungan hidup memang bukan
persoalan salah satu negara saja, tetapi sudah menjadi tanggung jawab seluruh
bangsa dan negara. Oleh karena itulah berbagai upaya dilakukan orang untuk
mencegah tambah rusaknya lingkungan hidup.
Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca. Kami sadar makalah ini masih jauh
dari kata sempurna. Apabila ada kesalahan dan kekurangan dalam makalah ini,
kami mengharapkan pembaca dapat memakluminya.
PENDAHULUAN
Manusia,
makhluk hidup lain, dan benda-benda mati yang hidup dalam suatu daerah dan
saling berinteraksi dinamakan komunitas. Komunitas organik yang saling
berhubungan satu sama lain dan membentuk satu kesatuan dinamakan ekosistem.
Manusia merupakan anggota komunitas yang berperan
penting dalam lingkungan hidup. Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang dimaksud dengan lingkungan hidup
adalah kesatuan ruang dengan semua benda dan keadaan makhluk hidup termasuk di
dalamnya manusia dan perilakunya yang melangsungkan perikehidupan dan
kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.
Masalah lingkungan hidup memang bukan
persoalan salah satu negara saja, tetapi sudah menjadi tanggung jawab seluruh
bangsa dan negara. Oleh karena itulah berbagai upaya dilakukan orang untuk
mencegah tambah rusaknya lingkungan hidup. Seperti dengan diselenggarakannya
KTT Bumi, Protokol Kiyoto, dan lain sebagainya.
Bahkan beberapa negara yang masih
memanfaatkan bahan bakar fosil, berusaha mengurangi efek rumah kaca dengan
menggunakan bahan bakar gas alam yang secara ekonomis sangat kompetitif bila
dibandingkan dengan penggunaan minyak bumi atau batubara. Hanya sebenarnya gas
alam juga tetap menimbulkan CO2, tetapi lebih sedikit bila dibandingkan dengan
penggunaan minyak bumi dan batubara. Disamping itu pun gas alam juga
menimbulkan methan selama proses penyediaannya, yang kesemua itu dapat
mengakibatkan kerusakan lingkungan. Dalam makalah ini akan membahas tentang
masalah kerusakan lingkungan hidup di bumi, khususnya di Indonesia, berikut
upaya penanggulangannya.
PERMASALAHAN LINGKUNGAN HIDUP DAN
PENANNGGULANGANNYA
Pengertian
Pengertian Lingkungan hidup / lingkungan
adalah istilah yang dapat mencangkup segala makhluk hidup dan tak hidup di alam
yang ada di Bumi atau bagian dari Bumi, yang berfungsi secara alami tanpa
campur tangan manusia yang berlebihan.
Unsur-Unsur
Lingkungan Hidup
a. Unsur Fisik (Abiotik).
Fungsi unsur
fisik dalam lingkungan hidup, yaitu sebagai media untuk berlangsungnya
kehidupan. Apabila unsur fisik tersebut tidak ada, semua kehidupan yang
terdapat di muka bumi ini dapat terhenti.
b. Unsur Hayati (Biotik).
Unsur hayati
dalam lingkungan hidup terdiri atas semua makhluk hidup yang terdapat di bumi.
Unsur hayati ini yakni manusia, hewan, tumbuhan, dan jasad renik. Tumbuhan
memperoleh unsur hara dari jasad renik, tumbuhan dimakan hewan dan manusia,
hewan dan manusia mati lalu diuraikan oleh jasad renik menjadi unsur hara.
c. Unsur Budaya
Unsur budaya
adalah system nilai, gagasan, dan keyakinan yang dimiliki manusia dalam
menentukan perilakunya sebagai makhluk sosial.
Arti Penting
Lingkungan bagi Kehidupan
Lingkungan
hidup memiliki arti penting bagi kehidupan, yakni sebagai wahana bagi
keberlanjutan kehidupan, tempat tinggal, dan tempat mencari makan.
a. Lingkungan sebagai Wahana bagi Keberlanjutan
Kehidupan
Lingkungan
hidup merupakan tempat berinteraksinya makhluk hidup yang membentuk suatu
sistem jaringan kehidupan. Di dalamnya terdapat berbagai siklus yang menunjang
kehidupan, seperti siklus energi, siklus air, dan siklus udara. Dalam sebuah
piramida makanan, tumbuhan berperan sebagai produsen dan berada pada tingkat
yang paling rendah.
b. Lingkungan sebagai Tempat Mencari Makan (Niche)
Makhluk hidup
saling berinteraksi membentuk piramida makanan. Jika salah satu dalam makanan
terputus, maka akan terjadi kelaparan dan kematian hewan lainnya
Bentuk-Bentuk Kerusakan Lingkungan
Hidup
1.
Kerusakan Lingkungan Hidup Akibat
Peristiwa Alam
·
Letusan Gunung Berapi
Beberapa gunung
berapi sering meletus, seperti gunung Merapi, Krakatau, Kerinci, Tangkuban
Perahu, dan Semeru. Letusan gunung berapi terjadi karena aktivitas vulkanisme
yang ditandai ledakan, getaran, dan muntahan material gunung.
a.
Letusan gunung berapi melemparkan
berbagai material padat yang terdapat di dalamnya seperti batuan, kerikil, dan
pasir yang dapat menimpa perumahan, daerah pertanian, dan hutan.
b.
Hujan abu vulkanik yang menyertai
letusan dapat menyebabkan terganggunya pernapasan, pemandangan yang gelap, dan
lingkungan yang kotor.
c.
Lava panas yang meleleh dapat merusak
bahkan mematikan apa saja yang dilaluinya.
d.
Awan panas yang berembus dengan
kecepatan tinggi dan tidak terlihat mata dapat menewaskan makhluk hidup yang
dilaluinya.
e.
Gas yang mengandung racun dapat
mengancam keselamatan makhluk hidup di sekitar gunung berapi
·
Gempa Bumi
Gempa bumi merupakan getaran yang dirasakan permukaan bumi akibat adanya
kekuatan dari dalam bumi berupa aktivitas tektonisme, vulkanisme, dan runtuhan
bagian lapisan bumi.
a) Tanah di permukaan bumi merekah sehingga menyebabkan
jalan raya terputus.
b) Akibat guncangan yang hebat dapat terjadi tanah
longsor yang menimbun segala sesuatu dibawahnya.
c) Gempa dapat merobohkan berbagai bangunan.
d) Dapat terjadi banjir sebagai akibat dari rusaknya
tanggul bendungan.
e) Gempa yang terjadi di dasar laut dapat menyebabkan
tsunami, yaitu gelombang pasang di laut yang melanda daerah pantai.
f) Gempa dapat merenggut korban jiwa, luka berat, luka
ringan, dan hilangnya orang.
·
Angin Topan
Angin topan adalah angin yang berembus dengan kecepatan tinggi (lebih dari
100 km/jam). Jika angin tersebut disertai hujan disebut badai.
ü Rumah-rumah yang kurang kuat dapat rusak atapnya
bahkan ada yang roboh.
ü Areal pertanian, perkebunan, dan hutan rusak.
ü Membahayakan bagi kegiatan penerbangan.
ü Menimbulkan ombak yang besar sehingga dapat
menenggelamkan kapal.
·
Banjir
Banjir merupakan genangan air yang meliputi daerah yang cukup luas karena
sungai tidak mampu lagi menampung. Banjir dapat merusak saluran irigasi,
jembatan, jalan raya, jalan kereta api, rumah penduduk, dan areal pertanian.
·
Tanah Longsor
Lereng atau lahan yang kemiringannya melampaui 20 derajat umumnya memiliki
kecenderungan untuk bergerak atau longsor. Tanah menjadi longsor karena faktor alam, seperti
adanya gempa dan hujan deras, atau juga faktor manusia berupa tindakan
penggundulan hutan.
2.
Kerusakan Lingkungan Hidup Akibat
Kegiatan Manusia
·
Kerusakan Hutan dan Upaya Pelestariannya
Hutan merupakan bagian sumber daya alam yang bernilai ekonomi. Akan tetapi,
karena hutan dibutuhkan manusia dan mudah didayagunakan, hutan justru telah
banyak mengalami kerusakan akibat ulah manusia. Adapun bentuk kerusakan hutan
akibat ulah manusia, yaitu sebagai berikut :
a. Hutan dimanfaatkan secara berlebihan. Contohnya,
penebangan pepohonan di hutan untuk keperluan industri, rumah tangga, dan bahan
bangunan.
b. Hutan dialihfungsikan menjadi lahan pertanian,
permukiman, dan kegiatan penambangan. Pengalihan fungsi ini dilakukan dengan
cara menebang dan membakar pepohonan sehingga lahan menjadi kritis.
Kerusakan hutan
dapat menimbulkan hal-hal berikut :
Ø Berbagai jenis hewan dan tumbuhan mengalami
kepunahan.
Ø Timbul perubahan iklim karena hutan tidak lagi berfungsi
sebagai pengatur iklim.
Ø Terjadi kekeringan pada musim kemarau dan banjir di
musim hujan.
Ø Meluasnya lahan kritis, yakni lahan tidak subur dan
tanaman tidak dapat tumbuh dengan baik.
Indonesia memiliki 10 persen hutan tropis dunia yang
masih tersisa. Hutan Indonesia memiliki 12 persen dari jumlah spesies binatang
menyusui/ mamalia, pemilik 16 persen spesies binatang reptil dan ampibi. 1.519
spesies burung dan 25 persen dari spesies ikan dunia. Sebagian diantaranya adalah
endemik (hanya dapat ditemui di daerah tersebut).
Luas hutan alam asli Indonesia menyusut dengan kecepatan
yang sangat mengkhawatirkan. Hingga saat ini, Indonesia telah kehilangan hutan
aslinya sebesar 72 persen. Penebangan hutan Indonesia yang tidak terkendali
selama puluhan tahun menyebabkan terjadinya penyusutan hutan tropis secara
besar-besaran. Laju kerusakan hutan periode 1985-1997 tercatat 1,6 juta hektar
per tahun, sedangkan pada periode 1997-2000 menjadi 3,8 juta hektar per tahun.
Ini menjadikan Indonesia merupakan salah satu tempat dengan tingkat kerusakan hutan
tertinggi di dunia. Di Indonesia berdasarkan hasil penafsiran citra landsat tahun 2000 terdapat 101,73 juta hektar hutan dan lahan rusak,
diantaranya seluas 59,62 juta hektar berada dalam kawasan
hutan.
Dengan semakin berkurangnya tutupan hutan Indonesia, maka
sebagian besar kawasan Indonesia telah menjadi kawasan yang rentan terhadap
bencana, baik bencana kekeringan, banjir maupun tanah longsor. Sejak tahun 1998
hingga pertengahan 2003, tercatat telah terjadi 647 kejadian bencana di
Indonesia dengan 2022 korban jiwa dan kerugian milyaran rupiah, dimana 85
persen dari bencana tersebut merupakan bencana banjir dan longsor yang
diakibatkan kerusakan hutan.
Bagaimana dengan Riau ? Sepanjang tahun 2004, seluas
tidak kurang 1.008 hektare lahan di Riau hangus terbakar. Kebakaran yang
terjadi itu telah menimbulkan kabut asap beberapa waktu lalu di kawasan Riau
dan sekitarnya. Lahan yang terbakar tersebut seluas 1.008,51 hektar yang
tersebar di enam daerah kabupaten dan kota, seperti Siak seluas 727,5 hektar,
Bengkalis (152 ha), Rokan Hilir (80,75 ha), Indragiri Hilir (40,26 ha), Kota
Pekanbaru (24 ha) dan Kota Dumai seluas 4 hektar. Peristiwa kebakaran hutan itu
kembali terjadi pada awal tahun 2005 dengan kerugian yang tidak sedikit. (Badan
Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup Daerah (Bapedalda) Provinsi Riau).
Dengan kerusakan hutan Indonesia, kita akan kehilangan
beragam hewan dan tumbuhan yang selama ini menjadi kebanggaan bangsa Indonesia.
Sementara itu, hutan Indonesia selama ini merupakan sumber kehidupan bagi
sebagian rakyat Indonesia. Hutan merupakan tempat penyedia makanan, penyedia
obat-obatan serta menjadi tempat hidup bagi sebagian besar rakyat Indonesia.
Dengan hilangnya hutan di Indonesia, menyebabkan mereka kehilangan sumber
makanan dan obat-obatan. Seiring dengan meningkatnya kerusakan hutan Indonesia,
menunjukkan semakin tingginya tingkat kemiskinan rakyat Indonesia dan sebagian
masyarakat miskin di Indonesia hidup berdampingan dengan hutan.
Pada tahun 1998, CIFOR, the International Centre for
Research in Agroforestry (ICRAF) dan the United States Forest Service, dengan
tambahan dana dari Uni Eropa, memulai studi multi disiplin yang difokuskan pada
delapan lokasi rentan kebakaran di Sumatra dan Kalimantan. Untuk menentukan
mengapa kebakaran bisa terjadi, siapa yang bertanggung jawab, bagaimana cara
api menyebar dan jenis habitat mana yang paling berisiko.
Sebagian besar data ?hot-spot? kebakaran dan gambar
satelit menunjukkan lautan api dimulai di daerah perusahaan-perusahaan
perkebunan kelapa sawit dan pulp, yang biasa menggunakan api untuk membersihkan
lahan. Namun demikian, tampak jelas bahwa asal mula kebakaran juga dipicu oleh
berbagai alasan. Konsesi-konsesi kayu, transmigrasi dan pembangunan
perkebunan-perkebunan agro-industri membuka jalan masuk ke wilayah-wilayah yang
sebelumnya terpencil. Ini mendorong peningkatan skala dan jumlah kebakaran.
Kekurangan peraturan formal yang mengatur hak-hak
pemilikan umum dan swasta menyebabkan penggunaan api sebagai senjata dalam
konflik-konflik kepemilikan lahan. Api juga digunakan oleh para pemilik lahan
kecil untuk membersihkan lahan untuk menanam tanaman pangan dan industri, oleh
para transmigran, oleh para peladang berpindah dan oleh para pemburu dan
nelayan. Deforestasi dan degradasi hutan alam menyediakan sisa-sisa kayu yang
mudah terbakar dan menciptakan bentang-darat yang lebih rentan api.
Ironisnya, realita ini juga diperparah dengan kondisi
pemerintahan yang korup, dimana hutan dianggap sebagai sumber uang dan dapat
dikuras habis untuk kepentingan individu. Sumber daya alam dijadikan asset
ekonomi untuk kepentingan pribadi dan kelompok. Hal ini terlihat ketika dengan
leluasanya Pemprov Riau menjual Pasir laut ke Singapura pada kurun waktu 1978 ?
2002 dengan menyisakan kerugian besar. Ribuan hektar ?tanah air? kita berpindah
tempat, sementara penderitaan terdalam dirasakan oleh rakyat kecil. Pengerukan
pasir laut ini, membuat ancaman serius terhadap sektor perikanan, wisata dan
wilayah territorial. Parahnya, kerusakan lingkungan itu tidak diiringi upaya
pemberdayaan lingkungan hidup baik oleh pemerintah atau pihak swasta yang
mengeksploitasi kekayaan alam Indonesia dan Riau pada khususnya. Justru
sebaliknya malah menambah kerusakan lingkungan dengan membuang limbah industri
dilahan masyarakat seperti sungai, laut atau daratan dan tindakan lain yang
sifatnya merusak lingkungan.
·
Masalah Kebakaran Hutan
Api sebagai alat atau teknologi awal yang dikuasai
manusia untuk mengubah lingkungan hidup dan sumberdaya alam dimulai pada
pertengahan hingga akhir zaman Paleolitik, 1.400.000-700.000 tahun lalu.
Sejak manusia mengenal dan menguasai teknologi api, maka api dianggap sebagai
modal dasar bagi perkembangan manusia karena dapat digunakan untuk membuka
hutan, meningkatkan kualitas lahan pengembalaan, memburu satwa liar, mengusir
satwa liar, berkomunikasi sosial disekitar api unggun dan sebagainya
(Soeriaatmadja, 1997).
Analisis terhadap arang dari tanah Kalimantan menunjukkan
bahwa hutan telah terbakar secara berkala dimulai, setidaknya sejak 17.500
tahun yang lalu. Kebakaran besar kemungkinan terjadi secara alamiah selama
periode iklim yang lebih kering dari iklim saat itu. Namun, manusia juga telah
membakar hutan lebih dari 10 ribu tahun yang lalu untuk mempermudah perburuan
dan membuka lahan pertanian. Catatan tertulis satu abad yang lalu dan sejarah
lisan dari masyarakat yang tinggal di hutan membenarkan bahwa kebakaran hutan
bukanlah hal yang baru bagi hutan Indonesia (Schweithelm, J. dan D.
Glover, 1999).
Kebakaran hutan besar terpicu pula oleh munculnya
fenomena iklim El-Nino seperti kebakaran yang terjadi pada tahun 1987, 1991,
1994 dan 1997 (Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup dan UNDP, 1998).
Perkembangan kebakaran tersebut juga memperlihatkan terjadinya perluasan
penyebaran lokasi kebakaran yang tidak hanya di Kalimantan Timur, tetapi hampir
di seluruh propinsi, serta tidak hanya terjadi di kawasan hutan tetapi juga di
lahan non hutan.
Penyebab kebakaran hutan sampai saat ini masih menjadi topik perdebatan,
apakah karena alami atau karena kegiatan manusia. Namun berdasarkan beberapa
hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebab utama kebakaran hutan adalah faktor
manusia yang berawal dari kegiatan atau permasalahan sebagai berikut:
1. Sistem perladangan tradisional dari penduduk setempat yang
berpindah-pindah.
2. Pembukaan hutan oleh para pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) untuk
insdustri kayu maupun perkebunan kelapa sawit.
3. Penyebab struktural, yaitu kombinasi antara kemiskinan, kebijakan
pembangunan dan tata pemerintahan, sehingga menimbulkan konflik antar hukum
adat dan hukum positif negara.
Sedangkan penyebab struktural, umumnya berawal dari suatu konflik
antara para pemilik modal industri perkayuan maupun pertambangan, dengan
penduduk asli yang merasa kepemilikan tradisional (adat) mereka atas lahan,
hutan dan tanah dikuasai oleh para investor yang diberi pengesahan melalui
hukum positif negara. Akibatnya kekesalan masyarakat dilampiaskan dengan
melakukan pembakaran demi mempertahankan lahan yang telah mereka miliki secara
turun temurun. Disini kemiskinan dan ketidak adilan menjadi pemicu kebakaran
hutan dan masyarakat tidak akan mau berpartisipasi untuk memadamkannya.
·
Kerugian dan Dampak Kebakaran Hutan
a. Areal hutan yang terbakar
Beberapa tahun
terakhir kebakaran hutan terjadi hampir setiap tahun, khususnya pada musim
kering. Kebakaran yang cukup besar terjadi di Kalimantan Timur yaitu pada tahun
1982/83 dan tahun 1997/98. Pada tahun 1982/83 kebakaran telah menghanguskan
hutan sekitar 3,5 juta hektar di Kalimantan Timur dan ini merupakan rekor
terbesar kebakaran hutan dunia setelah kebakaran hutan di Brazil yang mencapai
2 juta hektar pada tahun 1963 (Soeriaatmadja, 1997).
Kemudian rekor
tersebut dipecahkan lagi oleh kebakaran hutan Indonesia pada tahun 1997/98 yang
telah menghanguskan seluas 11,7 juta hektar. Kebakaran terluas terjadi di
Kalimantan dengan total lahan terbakar 8,13 juta hektar, disusul Sumatera,
Papua Barat, Sulawesi dan Jawa masing-masing 2,07 juta hektar, 1 juta hektar,
400 ribu hektar dan 100 ribu hektar (Tacconi, 2003).
Selanjutnya
kebakaran hutan Indonesia terus berlangsung setiap tahun meskipun luas areal
yang terbakar dan kerugian yang ditimbulkannya relatif kecil dan umumnya tidak
terdokumentasi dengan baik. Data dari Direktotar Jenderal Perlindungan hutan
dan Konservasi Alam menunjukkan bahwa kebakaran hutan yang terjadi tiap tahun
sejak tahun 1998 hingga tahun 2002 tercatat berkisar antara 3 ribu hektar
sampai 515 ribu hektar (Direktotar Jenderal Perlindungan hutan dan Konservasi
Alam, 2003).
b.
Kerugian yang ditimbulkannya
Kebakaran hutan
akhir-akhir ini menjadi perhatian internasional sebagai isu lingkungan dan
ekonomi khususnya setelah terjadi kebakaran besar di berbagai belahan dunia
tahun 1997/98 yang menghanguskan lahan seluas 25 juta hektar. Kebakaran tahun
1997/98 mengakibatkan degradasi hutan dan deforestasi menelan biaya ekonomi
sekitar US $ 1,6-2,7 milyar dan biaya akibat pencemaran kabut sekitar US
$ 674-799 juta. Kerugian yang diderita akibat kebakaran hutan tersebut
kemungkinan jauh lebih besar lagi karena perkiraan dampak ekonomi bagi kegiatan
bisnis di Indonesia tidak tersedia. Valuasi biaya yang terkait dengan emisi
karbon kemungkinan mencapai US $ 2,8 milyar (Tacconi, 2003).
Hasil perhitungan
ulang kerugian ekonomi yang dihimpun Tacconi (2003), menunjukkan bahwa
kebakaran hutan Indonesia telah menelan kerugian antara US $ 2,84 milayar
sampai US $ 4,86 milyar yang meliputi kerugian yang dinilai dengan uang dan
kerugian yang tidak dinilai dengan uang. Kerugian tersebut mencakup kerusakan
yang terkait dengan kebakaran seperti kayu, kematian pohon, HTI, kebun,
bangunan, biaya pengendalian dan sebagainya serta biaya yang terkait dengan
kabut asap seperti kesehatan, pariwisata dan transportasi.
c.
Dampak Kebakaran Hutan
Kebakaran hutan
yang cukup besar seperti yang terjadi pada tahun 1997/98 menimbulkan dampak
yang sangat luas disamping kerugian material kayu, non kayu dan hewan. Dampak
negatif yang sampai menjadi isu global adalah asap dari hasil pembakaran yang
telah melintasi batas negara. Sisa pembakaran selain menimbulkan kabut juga
mencemari udara dan meningkatkan gas rumah kaca.
Asap tebal dari
kebakaran hutan berdampak negatif karena dapat mengganggu kesehatan masyarakat
terutama gangguan saluran pernapasan. Selain itu asap tebal juga mengganggu
transportasi khususnya tranportasi udara disamping transportasi darat, sungai,
danau, dan laut. Pada saat kebakaran hutan yang cukup besar banyak kasus
penerbangan terpaksa ditunda atau dibatalkan. Sementara pada transportasi
darat, sungai, danau dan laut terjadi beberapa kasus tabrakan atau kecelakaan
yang menyebabkan hilangnya nyawa dan harta benda.
Kerugian karena
terganggunya kesehatan masyarakat, penundaan atau pembatalan penerbangan, dan
kecelakaan transportasi di darat, dan di air memang tidak bisa
diperhitungkan secara tepat, tetapi dapat dipastikan cukup besar membebani
masyarakat dan pelaku bisnis. Dampak kebakaran hutan Indonesia berupa asap
tersebut telah melintasi batas negara terutama Singapura, Brunai
Darussalam, Malaysia dan Thailand.
d.
Upaya Pencegahan dan Penanggulangan
Kebakaran Hutan
Sejak kebakaran
hutan yang cukup besar yang terjadi pada tahun 1982/83 yang kemudian diikuti
rentetan kebakaran hutan beberapa tahun berikutnya, sebenarnya telah
dilaksanakan beberapa langkah, baik bersifat antisipatif (pencegahan) maupun
penanggulangannya.
Ø Upaya Pencegahan
Upaya yang telah dilakukan untuk
mencegah kebakaran hutan dilakukan antara lain:
a) Memantapkan kelembagaan dengan membentuk dengan membentuk Sub Direktorat
Kebakaran Hutan dan Lembaga non struktural berupa Pusdalkarhutnas,
Pusdalkarhutda dan Satlak serta Brigade-brigade pemadam kebakaran hutan di
masing-masing HPH dan HTI;
b) Melengkapi perangkat lunak berupa pedoman dan petunjuk teknis pencegahan
dan penanggulangan kebakaran hutan;
c) Melengkapi perangkat keras berupa peralatan pencegah dan pemadam
kebakaran hutan;
d) Melakukan pelatihan pengendalian kebakaran hutan bagi aparat pemerintah,
tenaga BUMN dan perusahaan kehutanan serta masyarakat sekitar hutan;
e) Kampanye dan penyuluhan melalui berbagai Apel Siaga pengendalian kebakaran
hutan;
f) Pemberian pembekalan kepada pengusaha (HPH, HTI, perkebunan dan
Transmigrasi), Kanwil Dephut, dan jajaran Pemda oleh Menteri Kehutanan dan
Menteri Negara Lingkungan Hidup;
g) Dalam setiap persetujuan pelepasan kawasan hutan bagi pembangunan non
kehutanan, selalu disyaratkan pembukaan hutan tanpa bakar.
Ø Upaya Penanggulangan
Disamping melakukan pencegahan,
pemerintah juga nelakukan penanggulangan melalui berbagai kegiatan antara lain:
a. Memberdayakan posko-posko kebakaran hutan di semua tingkat, serta melakukan
pembinaan mengenai hal-hal yang harus dilakukan selama siaga I dan II.
b. Mobilitas semua sumberdaya (manusia, peralatan & dana) di semua
tingkatan, baik di jajaran Departemen Kehutanan maupun instansi lainnya, maupun
perusahaan-perusahaan.
c. Meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait di tingkat pusat melalui
PUSDALKARHUTNAS dan di tingkat daerah melalui PUSDALKARHUTDA Tk I dan SATLAK
kebakaran hutan dan lahan.
d. Meminta bantuan luar negeri untuk memadamkan kebakaran antara lain: pasukan
BOMBA dari Malaysia untuk kebakaran di Riau, Jambi, Sumsel dan Kalbar; Bantuan
pesawat AT 130 dari Australia dan Herkulis dari USA untuk kebakaran di Lampung;
Bantuan masker, obat-obatan dan sebagainya dari negara-negara Asean, Korea
Selatan, Cina dan lain-lain.
Ø Peningkatan Upaya Pencegahan dan Penanggulangan
Upaya pencegahan dan penanggulangan yang
telah dilakukan selama ini ternyata belum memberikan hasil yang optimal dan
kebakaran hutan masih terus terjadi pada setiap musim kemarau. Kondisi ini
disebabkan oleh berbagai faktor antara lain:
a) Kemiskinan dan ketidak adilan bagi masyarakat pinggiran atau dalam kawasan
hutan.
b) Kesadaran semua lapisan masyarakat terhadap bahaya kebakaran masih rendah.
c) Kemampuan aparatur pemerintah khususnya untuk koordinasi, memberikan
penyuluhan untuk kesadaran masyarakat, dan melakukan upaya pemadaman kebakaran
semak belukar dan hutan masih rendah.
d) Upaya pendidikan baik formal maupun informal untuk penanggulangan kebakaran
hutan belum memadai.
Hasil identifikasi dari serentetan
kebakaran hutan menunjukkan bahwa penyebab utama kebakaran hutan adalah faktor
manusia dan faktor yang memicu meluasnya areal kebakaran adalah kegiatan
perladangan, pembukaan HTI dan perkebunan serta konflik hukum adat dengan hukum
negara, maka untuk meningkatkan efektivitas dan optimasi kegiatan pencegahan
dan penanggulangan kebakaran hutan perlu upaya penyelesaian masalah yang
terkait dengan faktor-faktor tersebut.
·
Pencemaran
Lingkungan
Pencemaran lingkungan adalah masuknya limbah hasil kegiatan manusia ke
dalam suatu wilayah tertentu, sehingga kualitas lingkungan wilayah tersebut
menjadi berubah dan tidak sesuai lagi dengan peruntukannya.
a. Pencemaran Air
Pencemaran air
dapat terjadi karena penggunaan zat-zat kimia yang berlebihan, seperti
pestisida dan insektisida. Pembuangan sampah sisa industri juga dapat mencemari
air. Begitu pula kebocoran serta tabrakan kapal-kapal tanker di laut dapat
mengakibatkan tumpahnya minyak ke laut.
b. Pencemaran Tanah
Banyak
peristiwa yang dapat mencemari tanah sehingga tanah tidak dapat digunakan untuk
areal pertanian, kehutanan, maupun tempat tinggal. Pencemaran tanah terjadi
karena hal-hal berikut :
ü Pembuangan bahan-bahan yang berbahaya, racun
nuklir, dan lain-lain.
ü Pengambilan hasil tambang yang berlebihan.
ü Pengambilan air tanah yang berlebihan.
ü Pembuangan sampah anorganik yang sulit diuraikan,
seperti plastik, botol, dan kaleng.
c. Pencemaran Udara
Dari
pabrik-pabrik, kendaraan bermotor, dan dapur rumah tangga menyebabkan timbulnya
masalah pencemaran udara, yakni adanya asap dan gas yang keluar mengotori
udara.
Upaya Penaggulangan Kerusakan Lingkungan Hidup
a. Memproduksi minyak secara alami
Ada proses bernama themo-depolymerization, suatu proses
yang sama dengan bagaimana alam memproduksi minyak. Misalnya libah berbasis
karbon jika dipanaskan dan diberi tekanan tepat, mampu menghasilkan bahan
minyak. Secara alami proses ini membutuhkan waktu jutaan tahun. Dari eksperimen
yang sudah-sudah, kotoran ayam kalkun mampu memproduksi sekitar 600 pon
petroleum.
b. Menghilangkan garam dari air laut
PBB mencatat, suplai air bersih akan sangat terbatas bagi
milyaran manusia pada pertengahan abad ini. Ada teknologi bernama Desalinasi,
yakni menhilangkan kadar garam dan mineral dari air laut sehingga layak
diminum. Ini merupakan solusi yang bias dilakukan untuk mencegah krisis air.
Masalahnya, teknologi ini masih terlalu mahal dan membutuhkan energi cukup
besar. Kini para ilmuan tengah mencari jalan agar desalinasi dapat berlangsung
dengan energi lebih sedikit. Salah satu caranya adalah dengan melakukan
evaporasi pada air sebelum masuk ke membrane dengan pori-pori mikroskopis.
c. Tenaga Hidrogen
Bahan bakar hydrogen dianggap sebagai bahan bakar
alternative bebas polusi. Energi dihasilkan dari perpaduan antara hydrogen dan
oksigen. Problemnya adalah bagaimana hydrogen itu dihasilkan. Molekul seperti
air dan alkohol harus diproses dulu untuk mengekstaksi hydrogen sehingga
menjadi sel bahan bakar. Proses ini juga membutuhkan energi besar. Namun
setidaknya ilmuwan sudah mencoba membuat laptop serta peranti lain dengan
tenaga fuel cell.
d. Tenaga Surya
Energi surya yang sampai di bumi terbentuk dari photon,
dapat dikonversikan menjadi listrik atau panas. Beberapa perusahaan sudah
berhasil menggunakan aplikasi ini. Mereka memakai sel surya dan termal surya sebagai
media pengumpul energi.
e. Konversi Panas Laut
Media pengumpul tenaga surya terbesar di bumi ini adalah
air laut. Departemen Energi Amerika Serikat (AS) menyebut, laut mampu menyerap
panas surya setara dengan energi yang dihasilkan 250 miliar barel minyak/hari.
Ada teknologi bernama OTEC yang mampu mengkonversikan energi termal laut menjadi
listrik. Perbedaan suhu antar permukaan laut mampu menjalankan turbin dan
menggerakkan generator. Masalahnya, teknologi ini masih kurang efisien.
f. Energi Gelombang Laut
Laut melingkupi 70 % permukaan bumi. Gelombangnya
menyimpan energi besar yang dapat menggerakkan turbin-turbin sehingga
menghasilkan listrik. Problemnya agak sulit memperkirakan kapan gelombang laut
cukup besar sehingga memproduksi energi yang cukup, solusinya adalah dengan
menyimpan sebagian energi ketika gelombang cukup besar. Sungai Timur kota New
York saat ini sedang menjadi proyek percobaan dengan enam turbin bertenaga
gelombang air. Sedangkan Portugis justru sudah lebih dulu mempraktikan
teknologi ini dan sukses menerangi lebih dari 1500 rumah.
g. Menanami Atap Rumah
Tanaman yang tanam di atap rumah ini mampu menyerap panas
dan mengurangi karbon dioksida. Bayangkan jika burung-burung dan kupu-kupu
berterbangan di sekitar rumah hijau kita.
h. Bioremediasi
Bioremediasi adalah memanfaatkan mikroba dan tanaman untuk membersihkan kontaminasi. Salah satunya adalah membersihkan kandungan nitrat dalam air dengan bantuan mikroba. Atau memakai tanaman untuk menetralisir arsenic dari tanah. Beberapa tumbuhan asli ternyata punya daerah untuk membersihkan bumi kita dari aneka polusi.
Bioremediasi adalah memanfaatkan mikroba dan tanaman untuk membersihkan kontaminasi. Salah satunya adalah membersihkan kandungan nitrat dalam air dengan bantuan mikroba. Atau memakai tanaman untuk menetralisir arsenic dari tanah. Beberapa tumbuhan asli ternyata punya daerah untuk membersihkan bumi kita dari aneka polusi.
i. Kubur barang-barang Perusak
Karbon dioksida adalah factor utaa penyebab pemanasan
global. Energy Information Administration (EIA) mencatat, tahun 2030 emisi
karbon dioksida mencapai 8000 juta metric ton. Metode paling sederhana untuk
menekan kandungan zat berbahaya itu adalah dengan menguburkan berbagai sumber
penghasilan CO2 seperti aneka limbah elektronik berbahaya. Namun ilmuan masih
belum yakin bahwa gas berbahaya akan tersimpan aman.
j. Buku Elektronik
Berapa ton kertas dan berapa banyak pohon yang harus
ditebang bagi seanteo dunia jika kita sampai semua harus membeli Koran,
majalah, novel, buku pelajaran, buku tulis, kertas tulis, sampai tisu toilet.
Buku elektronik atau surat elektronik yang lebih dikenal dengan e-book dan
email memberi kontribusi sangat berarti pada kelangsungan hidup. Dengan
teknologi itu, produksi kertas dapat ditekan, sehingga bahan kita tak perlu
menebang terlalu banyak pohon.
k. Melakukan reklamasi pantai dengan menanam kembali tanaman bakau di areal
sekitar pantai.
l. Melarang pengambilan batu karang yang ada di sekitar pantai maupun di dasar
laut, karena karang merupakan habitat ikan dan tanaman laut.
m. Melarang pemakaian bahan peledak dan bahan kimia lainnya dalam mencari
ikan.
n. Melarang pemakaian pukat harimau untuk mencari ikan.
o. Mendirikan cagar alam dan suaka margasatwa.
p. Melarang kegiatan perburuan liar.
q. Menggalakkan kegiatan penghijauan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar