MAKALAH
SEJARAH
“Kerajaan Majapahit”
Disusun Oleh :
SMA
Puji syukur
penyusun panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wata’ala, karena berkat
rahmat-Nya kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul Catatan Seorang Kuli
Panggul. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas Mata Pelajaran Sejarah.
Kami
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga
makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami
harapkan demi sempurnanya makalah ini.
Semoga
makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk
pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Kesesi, 07
Agustus 2014
Penulis
BAB
I
PENDAHULUAN
Kerajaan bercorak Hindu yang terakhir dan terbesar di pulau
Jawa adalah Majapahit. Menurut cerita, nama kerajaan ini berasal dari buah maja
yang rasanya pahit. Ketika orang-orang Madura bersama Raden Wijaya
membuka hutan di Desa Tarik, mereka menemukan sebuah pohon maja yang
berbuah pahit. Padahal, rasa buah itu biasanya manis. Oleh karena itu, mereka
menamakan pemukiman yang baru mereka bangun itu sebagai Majapahit.
Kerajaan Majapahit disebut sebagai kerajaan
nasional Indonesia yang kedua. Hal tersebut disebabkan oleh upaya yang besar
dari kerajaan ini untuk mewujudkan suatu cita-cita yaitu penyatuan Nusantara.
Dalam perjalanan Sejarah, upaya integrasi wilayah kepulauan Nusantara memang tidak
sepenuhnya berlangsung dengan mulus dan dilakukakan dengan cara Ksatria.
Peristiwa bubat yang disusul dengan perpecahan internal di dalam tubuh
Majapahit sendiri menyebabkan cita-cita penyatuan tidak sepenuhnya dapat
dilakukan. Meskipun demikian pada awalnya, Majapahit merupakan kerajaan yang
mempunyai wibawa dan kekuatan yang besar, sehingga kerajaan lain harus berpikir
ratusan kali untuk membelot atau memberontak terhadap kekuasaan yang ada.
Ketika Singasari jatuh ke tangan Jayakatwang, Raden
Wijaya (menantu Kertanegara) lari ke Madura. Atas bantuan Arya
Wiraraja, ia diterima kembali dengan baik oleh Jayakatwang dan
diberi sebidang tanah di Tarik (Mojokerto). Ketika tentara Kublai Khan
menyerbu Singasari, Raden Wijaya berpura-pura membantu menyerang Jayakatwang.
Namun, setelah Jayakatwang dibunuh, Raden Wijaya berbalik
menyerang tentara Mongol dan berhasil mengusirnya. Setelah itu, Raden Wijaya
mendirikan Kerajaan Majapahit (1293) dan menobatkan dirinya dengan gelar Sri
Kertarajasa Jayawardhana.
BAB II
PERMASALAHAN
Dari pendahuluan di atas penulis ingin
memunculkan beberapa permasalahan :
Rumusan Masalah.
1. Bagaimana keadaan kehidupan politik
pemerintahan pada masa Kerajaan Majapahit?
2. Bagaimana keadaan kehidupan sosial dan
kemasyarakatan pada masa Kerajaan Majapahit?
3. Bagaimana keadaan ekonomi dan mata
pencaharian pada masa Kerajaan Majapahit?
4. Bagaimana kehidupan religi dan sosial
budaya pada masa Kerajaan Majapahit?
5. Apakah yang menyebabkan runtuhnya
Kerajaan Majapahit?
Tujuan.
Tujuan pembuatan makalah ini adalah selain sebagai bahan
untuk memperoleh nilai, juga sebagai bahan untuk memberi tambahan pengetahuan
kepada pembaca mengenai kehidupan politik, sosial, ekonomi, dan religi pada
masa Kerajaan Majapahit.
BAB
III
PEMBAHASAN
ASPEK ASPEK YANG ADA
A. Kehidupan Politik dan Pemerintahan.
1) Raden Wijaya.
Berdirinya Kerajaan Majapahit sangat berhubungan dengan
runtuhnya Kerajaan Singasari. Kerajaan Singasari
runtuh setelah salah satu raja vasalnya yaitu Jayakatwang mengadakan
pemberontakan. Kerajaan Majapahit didirikan oleh Raden Wijaya yang
merupakan menantu dari Raja Singasari terakhir yaitu Kertanegara. Raden
Wijaya beserta istri dan pengikutnya dapat meloloskan diri ketika Singasari
diserang Jayakatwang. Raden Wijaya meloloskan diri dan pergi ke
Madura untuk menemui dan meminta perlindungan Bupati Sumenep dari Madura yaitu Aryawiraraja.
Berkat Aryawiraraja juga, Raden Wijaya mendapat pengampunan dari Jayakatwang,
bahkan Raden Wijaya sendiri diberi tanah di hutan Tarik dekat
Mojokerto yang kemudian daerah itu dijadikan sebagai tempat berdirinya kerajaan
Majapahit.
Raden Wijaya kemudian menyusun kekuatan di Majapahit dan
mencari saat yang tepat untuk menyerang balik Jayakatwang. Untuk itu,
dia mencoba mencari dukungan kekuatan dari raja-raja yang masih setia pada
Singasari atau raja yang kurang senang pada Jayakatwang. Kesempatan
untuk menghancurkan Jayakatwang akhirnya muncul setelah tentara Mongol
mendarat di Jawa untuk menyerang Kertanegara. Keadaan seperti ini dimanfaatkan
oleh Raden Wijaya dengan cara memperalat mereka untuk menyerang Jayakatwang.
Raden Wijaya bersama-sama dengan pasukan Kubhilai Khan berhasil
mengalahkan pasukan Jayakatwang. Begitu pula Jayakatwang berhasil
ditangkap dan lalu dibunuh oleh pasukan Kubhilai Khan.
Setelah Jayakatwang terbunuh, lalu Raden
Wijaya melakukan serangan balik terhadap pasukan Kubhilai Khan. Raden
Wijaya berhasil memukul mundur pasukan Kubhilai Khan, sehingga
mereka terpaksa menyelamatkan diri keluar Jawa. Setelah berhasil mengusir
pasukan Kubhilai Khan, Raden Wijaya dinobatkan menjadi raja Majapahit
pada tahun 1293 M dengan gelar Sri Kertarajasa Jayawardhana.
Sebagai seorang raja yang besar, Raden Wijaya
memperistri empat putri Kertanegara sebagai permaisurinya. Dari Tribuana,
ia mempunyai seorang putra yang bernama Jayanegara. Sedangkan dari Gayatri,
ia mempunyai dua orang putri, yaitu Tribuanatunggadewi dan Rajadewi
Maharajasa.
Para pengikut Raden Wijaya yang setia
dan berjasa dalam mendirikan kerajaan Majapahit, diberi kedudukan yang tinggi
dalam pemerintahan. Tetapi ada saja yang tidak puas dengan kedudukan yang
diperolehnya. Hal ini menimbulkan pemberontakan di sana-sini. Pada tahun 1309
M, Raden Wijaya meninggal dunia dan didarmakan di Antahpura, dekat
Blitar. Setelah Raden Wijaya meninggal dunia, Kerajaan Majapahit
dipimpin oleh Jayanegara dengan gelar Sri Jayanegara.
2) Jayanegera.
Pada masa pemerintahannya, Jayanegara
dirongrong oleh serentetan pemberontakan. Pemberontakan-pemberontakan ini
datang dari Ranggalawe (1309), Lembu Sora (1311), Juru Demung dan
Gajah Biru (1314), Nambi (1316), dan Kuti (1320).
Pemberontakan Kuti merupakan pemberontakan
yang paling berbahaya karena Kuti berhasil menduduki ibu kota Majapahit,
sehingga raja Jayanegara terpaksa melarikan diri ke daerah Badandea.
Jayanegara diselamatkan oleh pasukan Bhayangkari di bawah pimpinan Gajah
Mada. Berkat ketangkasan dan siasat jitu dari Gajah Mada,
pemberontakan Kuti berhasil ditumpas. Sebagai penghargaan atas jasa-jasanya, Gajah
Mada diangkat menjadi Patih di Kahuripan pada tahun 1321 M dan Patih di
Daha (Kediri).
Pada tahun 1328, Jayanegara tewas
dibunuh oleh Tabib Israna Ratanca, ia didharmakan di dalam pura di Sila
Petak dan Bubat. Jayanegara tidak mempunyai putra, maka takhta kerajaan
digantikan oleh adik perempuannya yang bernama Tribhuanatunggadewi. Ia
dinobatkan menjadi raja Majapahit dengan gelar Tribhuanatunggadewi Jaya
Wisnu Wardhani.
3) Tribhuanatunggadewi
Pada masa pemerintahannya, terjadi
pemberontakan Sadeng dan Keta pada tahun 1331. Pemberontakan ini dapat
dipadamkan oleh Gajah Mada. Sebagai penghargaan atas jasanya, Gajah
Mada diangkat menjadi mahapatih di Majapahit oleh Tribhuanatunggadewi.
Di hadapan raja dan para pembesar Majapahit,
Gajah Mada mengucapkan sumpah yang terkenal dengan nama Sumpah Palapa.
Isi sumpahnya, ia tidak akan Amukti Palapa sebelum ia dapat menundukkan
Nusantara, yaitu Gurun, Seran, Panjungpura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda,
Palembang, dan Tumasik.
Dalam rangka mewujudkan cita-citanya, Gajah
Mada menaklukkan Bali pada tahun 1334, kemudian Kalimantan, Nusa Tenggara,
Sulawesi, Maluku, Sumatra, dan beberapa daerah di Semenanjung Malaka. Seperti
yang tercantum dalam kitab Negarakertagama, wilayah kekuasaan Kerajaan
Majapahit sangat luas, yakni meliputi daerah hampir seluas wilayah Republik
Indonesia sekarang.
Tribhuanatunggadewi memerintah selama dua
puluh dua tahun. Pada tahun 1350, ia mengundurkan diri dari pemerintahan dan
digantikan oleh putranya yang bernama Hayam Wuruk. Pada tahun 1350 M,
putra mahkota Hayam Wuruk dinobatkan menjadi raja Majapahit dengan gelar
Sri Rajasanagara dan ia didampingi oleh Mahapatih Gajah Mada.
4) Hayam Wuruk
Kerajaan Majapahit mencapai puncak kejayaannya
pada masa pemerintahan Hayam Wuruk. Wilayah kekuasaan Majapahit meliputi
seluruh Nusantara. Pada saat itulah cita-cita Gajah Mada dengan Sumpah
Palapa berhasil diwujudkan.
Usaha Gajah Mada dalam melaksanakan
politiknya, berakhir pada tahun 1357 dengan terjadinya peristiwa di Bubat,
yaitu perang antara Pajajaran dengan Majapahit. Pada waktu itu, Hayam Wuruk
bermaksud untuk menikahi putri Dyah Pitaloka. Sebelum putri Dyah
Pitaloka dan ayahnya beserta para pembesar Kerajaan Pajajaran sampai di
Majapahit, mereka beristirahat di lapangan Bubat. Di sana terjadi perselisihan
antara Gajah Mada yang menghendaki agar putri itu dipersembahkan oleh
raja Pajajaran kepada raja Majapahit. Para pembesar Kerajaan Pajajaran tidak
setuju, akhirnya terjadilah peperangan di Bubat yang menyebabkan semua
rombongan Kerajaan Pajajaran gugur.
Pada tahun 1364 M, Gajah Mada meninggal
dunia. Hal itu merupakan kehilangan yang sangat besar bagi Majapahit. Kemudian
pada tahun 1389 Raja Hayam Wuruk meninggal dunia. Hal ini menjadi salah
satu penyebab surutnya kebesaran Kerajaan Majapahit di samping terjadinya
pertentangan yang berkembang menjadi perang saudara.
Setelah Hayam Wuruk meninggal, takhta
Kerajaan Majapahit diduduki oleh Wikramawardhana. Ia adalah menantu Hayam
Wuruk yang menikah dengan putrinya yang bernama Kusumawardhani. Ia
memerintah Kerajaan Majapahit selama dua belas tahun.
Pada tahun 1429 M, Wikramawardhana
meninggal dunia. Selanjutnya raja-raja yang memerintah Majapahit setelah Wikramawardhana
adalah:
1. Suhita (1429 M 1447 M), putri
Wikramawardhana;
2. Kertawijaya (1448 M 1451 M), adik
Suhita;
3. Sri Rajasawardhana (1451 M 1453 M);
4. Girindrawardhana (1456 M 1466 M), anak
dari Kertawijaya;
5. Sri Singhawikramawardhana
(1466 M
1474 M);
6. Girindrawardhana Dyah
Ranawijaya.
Runtuhnya Kerajaan Majapahit pada tahun 1400
Saka (1478 M) dijelaskan dalam Chandra Sengkala yang berbunyi, “Sirna
ilang Kertaning-Bhumi” dengan adanya peristiwa perang saudara antara Dyah
Ranawijaya dengan Bhre Kahuripan. Selain itu, keruntuhan Majapahit
disebabkan karena serangan dari Kerajaan Islam Demak.
Sumber-sumber adanya kerajaan Majapahit
Keberadaan
Kerajaan Majapahit dapat diketahui dari adanya beberapa sumber yaitu :
a.
Prasasti Butak yang memberi informasi keruntuhan Kerajaan Singosari dan Perjuangan Raden Wijaya dalam mendirikan
Majapahit.
b.
Kidung Narsuwijaya dan Kidung Panji Wijaya Krama yang memberi informasi
mengenai perjuangan Raden Wijaya dalam menghadapi Kediri.
c.
Kitab Pararaton yang member informasi riwayat raja-raja dalam pemerintahan Kerajaan
Singosari dan Majapahit.
d.
Kitab Negarakertagama yang mengisahkan keadaan Majapahit pada masa
pemerintahan Hayam Wuruk.
e.
Berbagai peninggalan berupa candi dan arca di istana
Trowulan.
C. Kehidupan Sosial dan Kemasyarakatan.
Pola tata masyarakat Majapahit dibedakan atas
lapisan-lapisan masyarakat yang perbedaannya lebih bersifat statis. Walaupun di
Majapahit terdapat empat kasta seperti di India, yang lebih dikenal dengan
catur warna, tetapi hanya bersifat teoritis dalam literatur istana.
Pola ini dibedakan atas empat golongan masyarakat,
yaitu brahmana, ksatria, waisya, dan sudra. Namun
terdapat pula golongan yang berada di luar lapisan ini, yaitu Candala, Mleccha,
dan Tuccha, yang merupakan golongan terbawah dari lapisan masyarakat
Majapahit.
Brahmana (kaum pendeta) mempunyai kewajiban menjalankan enam
dharma, yaitu: mengajar; belajar; melakukan persajian untuk diri sendiri dan
orang lain; membagi dan menerima derma (sedekah) untuk mencapai kesempurnaan
hidup; dan bersatu dengan Brahman (Tuhan). Mereka juga mempunyai pengaruh di
dalam pemerintahan, yang berada pada bidang keagamaan dan dikepalai oleh dua
orang pendeta tinggi, yaitu pendeta dari agama Siwa (Saiwadharmadhyaksa)
dan agama Buddha (Buddhadarmadyaksa). Saiwadyaksa mengepalai tempat suci
(pahyangan) dan tempat pemukiman empu (kalagyan). Buddhadyaksa
mengepalai tempat sembahyang (kuti) dan bihara (wihara). Menteri
berhaji mengepalai para ulama (karesyan) dan para pertapa (tapaswi).
Semua rohaniawan menghambakan hidupnya kepada raja yang
disebut sebagai wikuhaji. Para rohaniawan biasanya tinggal di sekitar
bangunan agama, yaitu: mandala, dharma, sima, wihara, dan sebagainya.
Kaum Ksatria merupakan keturunan dari pewaris tahta (raja)
kerajaan terdahulu, yang mempunyai tugas memerintah tampuk pemerintahan.
Keluarga raja dapat dikatakan merupakan keturunan dari kerajaan
Singasari-Majapahit yang dapat dilihat dari silsilah keluarganya dan keluarga-keluarga
kerabat raja tersebar ke seluruh pelosok negeri, karena mereka melakukan sistem
poligami secara meluas yang disebut sebagai wargahaji atau sakaparek.
Semua anggota keluarga raja masing-masing diberi nama atas gelar, umur, dan
fungsi mereka di dalam masyarakat. Pemberian nama pribadi dan nama gelar
terhadap para putri dan putra raja didasarkan atas nama daerah kerajaan yang
akan mereka kuasai sebagai wakil raja.
Waisya merupakan masyarakat yang menekuni bidang pertanian
dan perdagangan. Mereka bekerja sebagai pedagang, peminjam uang, penggara
sawah, dan beternak.
Kemudian kasta yang paling rendah dalam catur warna adalah
kaum sudra yang mempunyai kewajiban untuk mengabdi kepada kasta yang lebih
tinggi, terutama pada golongan brahmana.
Golongan terbawah yang tidak termasuk dalam catur warna dan
sering disebut sebagai pancama (warna kelima), yaitu:
1. Candala
merupakan anak dari perkawinan campuran antara laki-laki (golongan sudra)
dengan wanita (dari ketiga golongan lainnya: brahmana, waisya, dan waisya).
Sehingga sang anak mempunyai status yang lebih rendah dari ayahnya.
2. Mleccha adalah
semua bangsa di luar Arya tanpa memandang bahasa dan warna kulit, yaitu para
pedagang-pedagang asing (Cina, India, Champa, Siam, dll.) yang tidak menganut
agama Hindu.
3. Tuccha ialah
golongan yang merugikan masyarakat, salah satu contohnya adalah para penjahat.
Ketika mereka diketahui melakukan tatayi, maka raja dapat menjatuhi hukuman
mati kepada pelakunya. Perbuatan tatayi adalah membakar rumah orang, meracuni
sesama, mananung, mengamuk, merusak, dan memfitnah kehormatan perempuan.
Dari
aspek kedudukan dalam masyarakat Majapahit, wanita mempunyai status yang lebih
rendah dari para lelaki. Hal ini terlihat pada kewajiban mereka untuk melayani
dan menyenangkan hati para suami mereka saja. Wanita tidak boleh ikut campur
dalam urusan apapun, selain mengurusi dapur rumah tangga mereka. Dalam
undang-undang Majapahit pun para wanita yang sudah menikah tidak boleh
bercakap-cakap dengan lelaki lain, dan sebaliknya. Hal ini bertujuan untuk
menghindari pergaulan bebas antara kaum pria dan wanita.
D. Ekonomi dan Mata Pencaharian.
Majapahit merupakan negara agraris dan juga sebagai negara
maritim. Kedudukan sebagai negara agraris tampak dari letaknya di pedalaman dan
dekat aliran sungai. Kedudukan sebagai negara maritim tampak dari kesanggupan
angkatan laut kerajaan itu untuk menanamkan pengaruh Majapahit di seluruh
nusantara. Dengan demikian, kehidupan ekonomi masyarakat Majapahit
menitikberatkan pada bidang pertanian dan pelayaran.
Udara di Jawa panas sepanjang tahun. Panen padi terjadi dua
kali dalam setahun, butir berasnya amat halus. Terdapat pula wijen putih,
kacang hijau, rempah-rempah, dan lain-lain kecuali gandum. Buah-buahan banyak
jenisnya, antara lain pisang, kelapa, delima, pepaya, durian, manggis, langsa,
dan semangka. Sayur mayur berlimpah macamnya. Jenis binatang juga banyak.
Untuk membantu pengairan pertanian yang teratur, pemerintah
Majapahit membangun dua buah bendungan, yaitu Bendungan Jiwu untuk
persawahan dan Bendungan Trailokyapur untuk mengairi daerah hilir.
Majapahit memiliki mata uang sendiri yang bernama gobog. Gobog
merupakan uang logam yang terbuat dari campuran perak, timah hitam, timah
putih, dan tembaga. Bentuknya koin dengan lubang di tengahnya.
Dalam transaksi perdagangan, selain menggunakan mata uang
gobog, penduduk Majapahit juga menggunakan uang kepeng dari berbagai dinasti.
Menurut catatan Wang Ta-yuan seorang pedagang dari Tiongkok, komoditas
ekspor Jawa pada saat itu ialah lada, garam, kain, dan burung kakak tua.
Sedangkan komoditas impornya adalah mutiara, emas, perak, sutra, barang
keramik, dan barang dari besi.
E. Kehidupan Religi dan Sosial Budaya.
Pada masa Kerajaan Majapahit berkembang agama Hindu Syiwa
dan Buddha. Kedua umat beragama itu memiliki toleransi yang besar
sehingga tercipta kerukunan umat beragama yang baik. Raja Hayam Wuruk
beragama Syiwa, sedangkan Gajah Mada beragama Buddha. Namun, mereka
dapat bekerja sama dengan baik.
Rakyat ikut meneladaninya, bahkan Empu Tantular
menyatakan bahwa kedua agama itu merupakan satu kesatuan yang disebut Syiwa–Buddha.
Hal itu ditegaskan lagi dalam Kitab Sutasoma dengan kalimat Bhinneka
Tunggal Ika Tan Hana Dharmma Mangrwa. Artinya, walaupun beraneka ragam,
tetap dalam satu kesatuan, tidak ada agama yang mendua.
Urusan keagamaan diserahkan kepada pejabat tinggi yang
disebut Dharmmaddhyaksa. Jabatan itu dibagi dua, yaitu Dharmmaddhyaksa
Ring Kasaiwan untuk urusan agama Syiwa dan Dharmmaddhyaksa Ring
Kasogatan untuk urusan agama Buddha. Kedua pejabat itu dibantu oleh
sejumlah pejabat keagamaan yang disebut dharmmaupatti. Pejabat itu, pada zaman
Hayam Wuruk yang terkenal ada tujuh orang yang disebut sang upatti sapta.
Di samping sebagai pejabat keagamaan, para upatti juga dikenal sebagai kelompok
cendekiawan atau pujangga. Misalnya, Empu Prapanca adalah seorang Dharmmaddhyaksa
dan juga seorang pujangga besar dengan kitabnya Negarakertagama.
Untuk keperluan ibadah, raja juga melakukan perbaikan dan
pembangunan candi-candi. Pada masa Majapahit bidang seni budaya berkembang
pesat, terutama seni sastra. Karya seni sastra yang dihasilkan pada masa zaman
awal Majapahit, antara lain sebagai berikut:
1. Kitab Negarakertagama karangan Empu Prapanca pada
tahun 1365. Isinya menceritakan hal-hal sebagai berikut:
· Sejarah raja-raja Singasari dan
Majapahit dengan masa pemerintahannya.
· Keadaan kota Majapahit dan
daerah-daerah kekuasaannya.
· Kisah perjalanan Raja Hayam Wuruk
ketika berkunjung ke daerah kekuasaannya di Jawa Timur beserta daftar
candi-candi yang ada.
· Kehidupan keagamaan dengan
upacara-upacara sakralnya, misalnya upacara Srrada untuk menghormati roh
Gayatri dan menambah kesaktian raja.
2. Kitab Sutasoma karangan Empu Tantular. Kitab
tersebut berisi riwayat Sutasoma, seorang anak raja yang menjadi pendeta
Buddha.
3. Kitab Arjunawijaya karangan Empu Tantular. Kitab
tersebut berisi tentang riwayat raja raksasa yang berhasil ditundukkan oleh
Raja Arjunasasrabahu.
4. Kitab Kunjarakarna dan Parthayajna, tidak jelas
siapa pengarangnya. Kitab itu berisi kisah raksasa Kunjarakarna yang ingin
menjadi manusia, dan pengembaraan Pandawa di hutan karena kalah bermain dadu
dengan Kurawa.
Sedangkan,
karya seni sastra yang dihasilkan pada zaman akhir Majapahit antara lain,
sebagai berikut:
1. Kitab Pararaton, isinya menceritakan riwayat raja-raja
Singasari dan Majapahit.
2. Kitab Sudayana, isinya tentang Peristiwa Bubat.
3. Kitab Sorandakan, isinya tentang pemberontakan Sora.
4. Kitab Ranggalawe, isinya tentang pemberontakan
Ranggalawe.
5. Kitab Panjiwijayakrama, isinya riwayat R.Wijaya sampai dengan
menjadi Raja Majapahit.
6. Kitab Usana Jawa, isinya tentang penaklukan Bali oleh
Gajah Mada dan Aryadamar.
7. Kitab Tantu Panggelaran, tentang pemindahan gunung Mahameru ke
Pulau Jawa oleh Dewa Brahma, Wisnu, dan Siwa.
Di
samping seni sastra, seni bangunan juga berkembang pesat. Bermacam-macam candi
didirikan dengan ciri khas Jawa Timur, yaitu dibuat dari bata, misalnya Candi
Panataran, Candi Tigawangi, Candi Surawana, Candi Jabung, dan Gapura Bajang
Ratu.
F. Runtuhnya Kerajaan Majapahit.
Kemunduran Majapahit berawal sejak wafatnya Gajah Mada
pada tahun 1364. Hayam Wuruk tidak dapat memperoleh ganti yang secakap Gajah
Mada. Jabatan-jabatan yang dipegang Gajah Mada (semasa hidupnya,
Gajah Mada memegang begitu banyak jabatan) diberikan kepada tiga orang. Setelah
Hayam Wuruk meninggal pada tahun 1389, Majapahit benar-benar mengalami
kemunduran.
Beberapa faktor penyebab kemunduran Majapahit sebagai
berikut:
1) Tidak ada lagi tokoh di pusat pemerintahan yang dapat
mempertahankan kesatuan wilayah setelah Gajah Mada dan Hayam Wuruk
meninggal.
2) Struktur pemerintahan Majapahit yang mirip dengan sistem
negara serikat pada masa modern dan banyaknya kebebasan yang diberikan kepada
daerah memudahkan wilayah-wilayah jajahan untuk melepaskan diri begitu
diketahui bahwa di pusat pemerintahan sedang kosong kekuasaan.
3) Terjadinya perang saudara, di antaranya yang terkenal adalah
Perang Paregreg (1401 – 1406) yang dilakukan oleh Bhre Wirabhumi
melawan pusat Kerajaan Majapahit. Bhre Wirabhumi diberi kekuasaan di
wilayah Blambangan. Namun, ia berambisi untuk menjadi raja Majapahit.
Dalam cerita rakyat, Bhre Wirabhumi dikenal sebagai Minakjingga
yang dikalahkan oleh Raden Gajah atau Damarwulan. Selain perang
saudara, terjadi juga usaha memisahkan diri yang dilakukan Girindrawardhana
dari Kediri (1478).
4) Masuknya agama Islam sejak zaman Kerajaan Kediri di Jawa
Timur menimbulkan kekuatan baru yang menentang kekuasaan Majapahit. Banyak
bupati di wilayah pantai yang masuk Islam karena kepentingan dagang dan
berbalik melawan Majapahit.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan.
Dari hasil penjelasan makalah di atas, dapat disimpulkan
bahwa Kerajaan Majapahit adalah kerajaan bercorak Hindu terakhir terbesar di
Pulau Jawa. Kerajaan Majapahit didirikan pada tahun 1293 M. Kerajaan ini berdiri di hutan Tarik dekat
Mojokerto.
Adapun raja-raja yang sempat memerintah di
Kerajaan Majapahit antara lain:
1. Raden Wijaya (1292-1309) M
2. Jayanegara (1309-1328) M
3. Tribhuanatunggadewi (1328-1350) M
4. Hayam Wuruk (1350-1389) M
5. Wikramawardhana (1389-1429) M
6. Suhita (1429-1447) M
7. Kertawijaya
(1448-1451)
M
8. Sri
Rajasawardhana (1451-1453) M
9. Girindrawardhana
(1456-1466)
M
10. Sri
Singhawikramawardhana (1466-1474) M
11. Girindrawardhana
Dyah Ranawijaya (1474-1478) M
Di
dalam makalah ini juga dijelaskan tentang beberapa aspek kehidupan yang
mengalami perkembangan dalam kerajaan Majapahit, antara lain:
1. Aspek politik dan pemerintahan
2. Aspek sosial dan kemasyarakatan.
3. Aspek ekonomi dan mata pencaharian
4. Aspek religi dan sosial budaya
B. Saran.
Semoga apa yang dijelaskan di dalam makalah kami dapat
dipahami dan dipelajari oleh pembaca. Selain itu, dengan makalah ini semoga
kita dapat mengetahui sejarah-sejarah kerajaan Hindu-Buddha terutama Kerajaan
Majapahit
DAFTAR PUSTAKA
kece sama
BalasHapusin conclusion with our history book club to read and discuss books that changed the way we see the past. let's visit our website here https://sejarahdunia72.blogspot.com/
BalasHapus