Rabu, 03 September 2014

Cerpen coy



Aku memandang langit yang memerah menandakan matahari terbenam di ufuk barat. Kembali terbayang kisah-kisah kebersamaan bersama Gerry, teman sejati. Teman yang memberi banyak perhatian. Bisa dibilang, ia adalah sahabat sejatiku. Tapi semuanya berubah drastis ketika Gerry memilih yang lain dan meninggalkanku.
“Sedih sekali…” gumamku sambil membayangkan banyak petualangan yang terjadi bersama Gerry. Ia cewek tomboy tapi selalu perhatian dengan sahabatnya. Bahkan, ia selalu mendukung aku apa pun masalah yang menimpa diriku. Tapi sekarang semua telah berubah.
“Hey kenapa di situ?” tegur seseorang. Aku berbalik.
“Ada apa?” tanyaku.
“Tidak. Kamu sangat aneh di sini. Sedang apa?” tanya lelaki itu.
“Sedang berpikir. Memikirkan seseorang.” Jawabku.
“Siapa?” tanya lelaki tak di kenal itu.
“Ah… kamu enggak perlu tahu!” jawabku.
“Aku mengganggu ya?” tanya lelaki itu. Ia tersenyum menatapku sekian lama. “Namaku Michael.”
“Namaku Renata. Aku… aku sedang memikirkan sahabatku, Gerry.” Jawabku pada akhirnya. “Sudah, aku mau pulang saja!” aku berlari cepat ke rumah. Michael menghadang jalanku.
“Apa lagi?” tanyaku.
“Ha ha ha… sudah. Maksudku, aku tidak mau kamu sedih. Gerry cewek yang paling hebat. Menurutku. Ia sangat berani dan memiliki jiwa petualang yang sangat tinggi.” Jawab Michael. Aku terbelalak.
“Dari mana kamu tahu?” tanyaku.
“Aku sahabatnya sebelum kamu!” jawab Michael.
Aku terkejut. Tapi hanya sebentar. Setelah itu aku berjalan cepat meninggalkan Michael. Lelaki itu telah memanggil namaku berulang kali. Tapi aku tidak mau mendengar-nya. Aku rasa, Gerry bukan lagi sahabat sejati. Ia bukan sosok istimewa. Ia telah bergonta-ganti sahabat. Itu di belakangku. Aku tahu ia cewek istimewa. Tapi ia sudah membuat sahabatnya bersedih. Ia sudah lama seperti ini! Tiba-tiba Michael menghadangku kembali.
“Apa?!?” tanyaku cukup keras memecahkan sore itu.
“Aku minta kamu mengerti. Sahabat tidak meninggalkan sahabat. Itu bukan sahabat sejati. Menurutku sahabat sejati itu tidak gonta-ganti sahabat dan sahabat sejati itu berteman dengan siapa saja. Tapi tidak meninggalkan teman sebelumnya.” Jawab Michael.
Aku diam. Air mata membasahi pipi. “Aku bukan sahabat Gerry. Ia jahat!” kataku akhirnya.
“Kalau memang kamu merasa Gerry jahat, bagaimana aku?” tanya Michael. Lelaki itu tampak lucu dengan kaos biru dan celana jeans coklat dengan motif kotak-kotak samar. Rambut hitamnya yang lurus dan matanya yang kecoklatan tampak seperti boneka Ken yang menjadi salah satu tokoh di film Barbie.
Aku terkejut dengan pertanyaannya. Aku memalingkan wajah dari Michael. Aku berbalik dan hendak berlari meninggalkan Michael untuk kedua kalinya. Tapi tidak jadi. Tangannya yang kuat memegang tanganku. Rasanya Michael tiga tahun lebih dewasa dari usianya yang baru 11 tahun ini.
“Iya. Menurutku, aku tidak perlu sedih lagi. Sudah ah! Aku mau pergi! Lepaskan aku! Biarkan aku sendiri!” aku berlari meninggalkan Michael. Lalu suasana hening. Michael tidak berteriak memanggilku.
BRUK!!!
“Ahh!” aku bangkit. “Aduh…” aku mengusap-usap siku tanganku yang lecet akibat bertabrakan dengan seseorang. “Siapa sih ka…” aku tidak meneruskan kata-kataku.
“Hai! Sudah lama kita tidak bertemu!” …dan orang itu adalah Gerry! Aku menatapnya lekat dengan sikap kesal. Lalu meninggalkannya tanpa mengatakan apa pun.
Sret!!!
Tangan dingin terulur menangkap lengan kecilku. Aku sudah sering merasakan tangan-tangan dingin itu. Itu adalah tangan kepunyaan Gerry. Tangan yang penuh berisi petualangan-petualangan dengan banyak sahabatnya selama ini.
“Apa lagi? Sudah cukup kamu membuat aku bersedih seperti ini!” ujarku.
“Kamu pasti tahu siapa Michael? Ia telah melupakan masa gelap sebelum aku dan kamu bersahabat kan?” tanya Gerry.
“Aku mengenal Michael. Ya seperti mengenal seorang teman. Aku sudah tahu ia bersahabat dengan kamu sebelum aku dan ia telah melupakan masa gelapnya ditinggal sama kamu….” jawabku.
“Aku memang bukan tipe kamu Rena. Tapi sudah waktunya untuk kamu seperti Michael. Karena aku tidak memilih kamu ataupun Michael tapi aku memilih untuk….”
“Untuk berteman dengan Jessica kan?! Sudah aku sudah tahu! Aku minta untuk kita tidak bersahabat lagi. Sekarang aku tidak mau lagi berteman dengan tukang bohong kayak kamu! Sudah waktunya untuk kita berpisah selama-lamanya! Aku minta kamu jauh dari aku! Aku mau pergi dulu!” aku berlalu sambil menarik tanganku dari Gerry.
“Renata! Renata! Aku tidak bermaksud seperti yang kamu pikirkan! Aku hanya…”
“Ah sudah Gerry! Pasti pada akhirnya Jessica juga tidak mau berteman dengan kamu! Dasar tukang bohong!” tiba-tiba Michael datang dan mencaci Gerry. Gerry kehabisan kata-kata. Ia sudah terjatuh. Dan sekarang ikatan persahabatan kita telah putus. Semua kisah-kisah kebersamaan yang sudah kami lalui bersama menguap bagaikan embun pagi hari yang mencapai siang. Aku dan Gerry telah berpisah untuk selama-lamanya.
SELESAI



“Anak anak. Hari ini kita kedatangan murid baru. Bapak harap kalian senang atas kedatangannya. Katty, mari masuk!” Seru Pak Burhan, wali kelas kami.
Kulihat seorang anak perempuan berambut pirang masuk ke kelas dengan bertolak pinggang. Wajahnya sangat cantik, gumamku.
“Katty, silahkan memperkenalkan diri,” kata Pak Burhan.
“Ehm.. Hello! Namaku Katty. Aku berasal dari negeri kanguru, tepatnya Australia. Aku lahir di Perth. Dan kuharap, kalian senang atas kedatanganku.” Kata Katty memperkenalkan dirinya. Aku tercengang. Dari Australia?
“Baiklah, Katty, silahkan duduk di samping…” Pak Burhan berfikir lama.
“Ah, itu. Di samping Amanda. Tepatnya di belakang Amy. Anak berambut coklat itu!” Seru Pak Burhan. Ya, anak berambut coklat adalah aku.
“Ooh… Yang itu…” Ia memasang wajah sinis padaku. Ia berjalan bagai model, dan duduk tepat di belakangku.
Aku menyapanya,
“Hai! Namaku Amy. Senang bisa mengenalmu…” Sapaku ramah dengan senyuman seraya mengulurkan tanganku.
“Iih… Jijik! Udah, sana sana!” Ucapnya kasar. Aku hanya bisa diam. Walaupun ada sedikit kekecewaan di dalam hati. Hmm… Biasanya anak baru memang begitu, gumamku seraya mengalihkan pandangan ke papan tulis. Mungkin lain kali ia bisa menerimaku, gumamku lagi.
Teng! Teng! Teenggg!!!
Bel tanda pulang sekolah berbunyi.
“Baiklah anak anak. Silahkan berkemas kemas. Waktunya pulang.” Kata Pak Burhan. Aku pun pergi ke luar kelas.
“Amy, tunggu!” Teriak seseorang memanggil namaku. Aku menoleh ke belakang, mencari cari asal suara.
“Eh, Tara. Ada apa?” Tanyaku.
“Bagaimana rasanya duduk dekat dengan anak baru? Pasti enak dong! Apalagi dari Australia.” Tanya Tara, teman akrabku. “Tidak juga, Ra… Ia terlihat sangat sombong. Benar benar sombong. Tapi aku yakin, suatu saat ia akan menerimaku…” Jawabku, dengan nada rendah.
Tiba tiba…
“Awas, minggir! Aku mau lewat! Beri jalan!”
BRUKK!
“Aww, sakit…” Rintihku karena terjatuh. Aku terjatuh karena didorong oleh Katty, anak baru itu.
“Eh anak baru! Pakai mata dong kalau mau lewat!” Teriak Tara.
“Udahlah, Tar. Gak apa apa, kok. Namanya juga anak baru…” Kataku membela Katty.
“Kenapa kamu bela belain dia? Dia kan jahat sama kamu… Dia itu menganggapmu musuh. Bukan teman.” Perkataan Tara membuatku terdiam. Apa benar yang dikatakan Tara?
“Kau benar, Tar…” Kataku seraya menganggukkan kepala. Aku terhasut omongan Tara…
Hari ini, aku akan benar benar mengubah sikapku pada anak itu. Ia menganggapku musuh, aku pun harus begitu. Aku takkan kalah darinya!
Saat di sekolah, aku berlari terburu buru masuk ke kelas. Meletakkan tas dan duduk di kursi. Seperti biasa, Tara menyapaku,
“Pagi. Sepertinya semangat nih, hari ini…” Sapanya.
“Haha… Aku mengenal sapaan itu sejak kelas 1 sd…”
“Hmm… Ya…”
Cukup lama kami berbincang bincang. Tiba tiba saja anak berambut pirang datang memasuki kelas. Aku kenal rambut pirang itu. Katty!
“Morning!” Sapa Katty dengan sombongnya.
“Huh…” Aku mendengus kesal. “Amy, kita ke taman saja.” Ajak Tara.
“Iya, aku juga malas melihat wajah anak baru itu!” Seruku mengiyakan.
Sesampainya di taman…
“Aduh, Ra… Aku tinggal dulu ya… Gak tahan nih…” Kataku.
“Iya. Udah cepat sana…” Kata Tara.
Aku pergi ke toilet untuk buang air kecil.
Sesampainya di toilet, aku menutup pintu dan buang air kecil. Saat ingin keluar…
“Wah, gawat! Pintunya terkunci! Tolooongg! Tolooongg! Toloongg akuuu!” Teriakku meminta bantuan seraya mengetuk ngetuk pintu toilet
Sudah hampir 1 jam aku disini…
Aku tak tahan lagi…
Seketika semuanya gelap…
Aku membuka mata perlahan. Pandanganku masih buram. Terlihat seorang anak perempuan di hadapanku. Siapa dia?
Semakin lama penglihatanku semakin jelas. Dan ternyata anak yang kukira Tara ternyata bukan! Melainkan Katty, Anak Australia itu.
Aku memperhatikan sekelilingku. Ini ruang UKS!
“Ugh… Katty?! Kau pasti yang telah mengunci pintu toiletnya kan?! Tolooong! Di sini pelakunyaa!!” Teriakku.
“Shht…” Katty menutup mulutku.
“Amy, Katty bukan pelakunya. Justru Kattylah yang telah menyelamatkanmu. Pintu toiletnya tidak ada yang mengunci. Melainkan terkunci sendiri. Maklum, pintu toilet itu tidak pernah diperbarui…” Jelas Pak Burhan yang ternyata mendengar teriakanku. Tunggu, Katty menolongku?
“Katty?” Kataku tak percaya.
Pak Burhan mengangguk. Tak terasa, air mata jatuh dengan deras dari mataku.
Katty memelukku. Sangat hangat…
“Terima kasih Katty. Maaf, aku telah menuduhmu…” Aku mempererat pelukan.
“Aku juga minta maaf karena bersikap sombong padamu. Aku tahu itu salah…” Air mata Katty berjatuhan. Ia melepaskan pelukan dan mengacungkan jari kelingkingnya dan mengatakan,
“Sahabat?” Tanyanya seraya menghapus air mata di wajahnya.
Aku mengangguk dan berkata, “Ya, sahabat,” seraya mengacungkan jari kelingkingku.
Kami kembali berpelukan. Pak Burhan yang menyaksikan persahabatan kami, hanya bisa tersenyum melihatnya.
Banyak pelajaran yang kuambil dari kisah ini:
1. Tak boleh bersikap sombong kepada teman ataupun orang lain,
2. Jangan mudah terhasut dengan omongan orang lain,
3. Jangan sembarangan menuduh atau menfitnah orang, dan
4. Jangan melihat orang dari luarnya, kita takkan tahu isi hati seseorang.
-End-



Ehm, sudah ramai sekali disini, gumam Nanda dalam hati, matanya memandangi keramaian di Jalan Slamet Riyadi, lokasi Car Free Day di Solo dengan takjub. Pada hari Minggu ini, Nanda janjian bertemu dengan teman-temannya, Salsa, Susi dan Anis, di trotoar tidak jauh dari pintu masuk gerai salah satu restoran cepat saji yang terletak di Jalan Slamet Riyadi.
Setiap Minggu pagi, Jalan Slamet Riyadi memang dijadikan jalan yang bebas dari kendaraan bermotor seperti motor dan mobil. Selama sekitar 3 jam, sejak pukul 6 pagi hingga pukul sembilan pagi, ruas jalan tersebut digunakan masyarakat untuk berjalan-jalan, bersepeda, bersenam, bermain sepak bola maupun sekedar bercengkrama bersama keluarga. Nah, biasanya teman-teman Nanda bermain di situ setiap hari Minggu, baru kali ini Nanda ingin ikut juga bermain disana.
Sambil menunggu teman yang lain datang Nanda asyik melihat anak laki-laki bermain sepak bola. Matanya juga memandangi serombongan anak perempuan yang asyik bermain kejar-kejaran di depan sebuah bank.
Asyik sekali ya, bermain di Car Free Day, pikir Nanda sambil senyum-senyum sendiri. Saking asyiknya memandangi aktivitas orang-orang di jalanan, Nanda sampai tidak sadar kalau teman-teman yang ditunggunya sudah datang.
“Woi… Non! Sudah lama datangnya?” Sapa Salsa sambil menepuk bahu Nanda.
Nanda terlojak kaget dan langsung menoleh, dilihatnya Salsa dan Anis sudah ada di belakangnya. Nanda mengangguk sambil tersenyum, lalu mereka menempelkan tangan dan melakukan high five bersama sabil tertawa.
“Eh, kita tunggu Susi dulu ya,” cetus salsa sambil celingkukan mencari Susi di tengah keramaian. Anis dan Nanda pun ikut celingukan mencari Susi.
“Eh, enaknya kita main apa nanti?” Tanya Anis sambil tak lepas memandang keramaian mencari Susi.
“Gimana kalau kejar-kejaran saja… Atau tunggu Susi dulu, dia bawa bola apa enggak. Kalau dia bawa bola, kita main sepak bola dulu, entar kalau capek, baru main yang lain” usul Salsa dengan pandangan seolah meminta persetujuan Anis dan Nanda.
“Halo, Teman-Teman!” seru Susi yang baru datang. Tadi dia berlari kecil menuju ke arah Nanda, Salsa dan Anis yang menunggu sejak tadi.
“Halo juga. Eh, kamu enggak bawa sepeda Sus?” tanya Nanda heran.
“Enggak, ban sepedaku bocor, Jadi, aku diantar papa tadi. Tuh, papa nunggu di sana sama adikku,” terang Susi sambil menunjuk ke arah dia datang tadi. Serentak, kami pun memandang ke arah yang ditunjukan Susi dan kami melihat papa dan adik laki-laki Susi sedang berjalan-jalan.
“Oke deh yang penting kita udah kumpul. Ayo, kita main. Mana bolanya Sus?” tanya Salsa agak bingung, karena dia tidak melihat Susi membawa bola.
“Ya ampun, maaf.. Aku lupa bawa padahal semalam, bolanya sudah kutaruh di tas plastik dan kuletakan di keranjang sepedaku. Pas tau ban sepedaku bocor, aku langsung ngacir ikut papa dan lupa bawa bolanya. Duh, sorry ya,” sesal Susi
“Huuuuu,” kata teman-temannya. Sambil memoyongkan bibir ketika mendengar penjelasaan Susi, yang diikuti dengan derai tawa Nanda dan Salsa. Dan akhirnya, mereka pun tertawa bersama.
Mereka berempat memutuskan untuk bermain kejar-kejaran. Caranya, hompimpah dahulu, yang beda sendiri, dialah yang mengejar. Sekarang giliran Anis menjadi pengejar yang harus mengejar. Susi yang kena duluan karena lambat larinya, selanjutnya Salsa yang kena. Nanda menang karena Anis memilih menyerah. Anis kalah gesit dengan Nanda, sehingga Anis sampai terengah-engah napasnya.
Permainan kejar-kejaran selesai, mereka tertawa gembira meskipun kecapekan. Mereka pun beristirahat sambil bercerita seru. Apa lagi kalau Nanda sudah bercerita tentang isi buku humor yang dia baca. Lucu sekali, lebih lucu dari membacanya mungkin. Karena itu, teman-temannya sangat senang, kalau mendengarkan cerita Nanda.
Sekitar pukul 8 keempat sahabat itu merasakan perut mereka mulai keroncongan. Mereka segera bersiap untuk menuju salah satu restoran cepat saji untuk sarapan. Ada paket makan murah, dengan sepuluh ribu rupiah mereka sudah mendapatkan nadi, ayam chrispy, dan air minum kemasan. Harga yang tidak terlalu mahal untuk kantong pelajar seperti mereka. Kalau Nanda sudah kepingin menikmati es cream yang hanya dua ribu rupiah saja. Nanda pernah membelinya sewaktu bersama ayahnya, dan sekarang dia ingin membelinya lagi.
“Ayo, kita ke sana. Tuh, sudah mulai ramai pasti pada mau sarapan seperti kita,” ajak Anis sambil berjalan menuju sepedanya.
Sambil menuntun sepedanya masing-masing kecuali Susi, mereka segera beranjak ke parkiran restoran itu. Saat menyusuri jalan, tanpa sengaja Nanda melihat dua anak lelaki kecil berbaju kumal sedang duduk di pinggir jalan. Umur mereka sekitar enam dan delapan tahun, badannya kurus dan kulitnya hitam dekil. Kaos kumal yang mereka pakai tampak robek di beberapa bagian. Anak yang lebih besar membawa kertas nasi berisi makanan, adiknya membawa plastik berisi air minum yang tinggal seperempatnya. Nanda memberi isyarat kepada teman-temannya untuk berhenti.
“Dik, siapa namamu?” Tanya Nanda sopan.
“Ali,” jawab anak yang besar dnagan singkat dan dingin, sementara anak yang kecil menoleh menatap Nanda dengan tatapan sayu tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Anak lelaki yang kecil merengek minta makan kepada kakaknya. Kakaknya dengan penuh kasih sayang mengulurkan tangannya yang berisi kertas pembungkus makanan. Adiknya dengan segera merebutnya dari atangan si kakak dan membukanya, tapi tidak ada sebutir nasi pun disana. Nanda memperhatikan kejadian itu dengan hati terenyuh, demikian pula dengan teman-teman Nanda.
“Kalian belum makan ya, Dik?” tanya Nanda lembut
Ali menganggukan kepalanya “Iya, mbak sudah dari kemarin siang saya dan Anwar adik saya lapar” jawabnya pelan
“Rumahmu dimana? Mana bapak dan ibumu?” tanya Salsa iba
Mendengar pertanyaan Salsa, Ali hanya diam, kepalanya tertunduk, kakinya mengorek-ngorek aspal. Nanda menjadi semakin terenyuh melihat kakak dan adik yang kelaparan itu. Pasti mereka gelandangan yang tak tahu dimana rumah, dan orangtuanya.
Tanpa pikir panjang, Nanda segera berlari dan mencari penjual makanan yang ada di dekat mereka. Dia beli 2 buah nasi bungkus, juga 2 kantong plastik teh manis hangat. Setelah itu pun dia segera kembali dan memberikan nasi bungkus dan teh hangat itu kepada Ali dan Anwar.
Kedua bocah itu kaget sekaligus senang menerima pemberian Nanda. Tanpa malu-malu Ali menerima pemberian Nanda dan dengan segera mereka berdua membuka nasi bungkus itu. Tanpa menghiraukan tangannya yang kotor, Ali dan Anwar segera menyantap dengan lahap sampai habis.
Nanda, Salsa, Anis dan Susi memperhatikan dua anak kecil itu dengan perasaan kasihan sekaligus senang. Selesai makan Ali dan Anwar mengucapkan Terima kasih, kakak-kakak Ali tidak tahu harus bilang apa” kata Ali seberkas senyum tulus tampak di wajahnya.
Keempat sahabat itu hanya terseyum dan mereka pun pamit pergi kepada Ali. Mereka batal ke Restoran cepat saji. Seolah saling mengerti, mereka sepakat untuk pulang dan makan di rumah saja. Sepanjang perjalanan, mereka diam dan sibuk dengan pikiran masing-masing
“Kenapa kamu langsung membelikan makanan untuk mereka, Nanda? bukannya kamu sendiri belum makan?” Cetus Susi bertanya memecah keningan perjalanan mereka
“Ketika lihat mereka, aku jadi enggak lapar, Sus. Kasihan masih kecil, tapi sudah harus memikirkan mencari makan. Kalau aku kan masih bisa makan di rumah dan sudah disiapkan ibu pula,” jawab Nanda
Tak terasa mereka sudah berpisah di perempatan itu. Mereka mendapatkan pengalaman yang berharga. Ehm Minggu di Car Free Day yang menyenangkan, gumam Nanda dalam hati




Bel berbunyi, dan tina pun keluar dari mobil ayah nya, begitulah rutinitas dia selama duduk di bangku sma.
“heh Tin, apa gak bosen kamu berangkat bareng sama ayah terus? cantik cantik jomblo terus sih.”
“ah apa sih, jomblo juga banyak yang suka kok.”
“iya sih tapi ujung ujung nya jadian sama orang lain kan?”
“udah ah, gue mau masuk kelas dulu, daahh”
“nanti pulang biasa ya, aku dan dila punya kejutan buat kamu.”
Bel pun pulang berbunyi dan ketika itu temen sekelas Tina merayakan ulangtahun di rumah nya, Tina pun pergi dengan teman teman barunya.
“astaga, gue ada janji sama temen-temen, aku pergi dulu ya, maaf gak sampai selesai.”
Saya pun tiba di sebuah tempat dimana tempat itu adalah tempat persinggahan sebelum kita pulang ke rumah, kita bisa ngerjain pr bersama dan cerita-cerita. Namun setelah sampai disana suasananya aneh dan tersusun sebagai tempat yang romantis, ternyata teman-teman tina merencanakan sebuah makan siang, teman-temannya berpesan kepada tina.
“sebenarnya Kiko mau nembak kamu, mau cowok ganteng kan?”
“iya sih tapi dia kan nakal, pacaran sama orang baik-baik aja belum tentu boleh sama mama apalagi…”
Dila memotong “kita itu udah bela-belain kaya gini supaya kamu gak jomblo sama diphpin cowok terus.”
“tapi gue enjoy kok jomblo.”
Dila dan dan Dina serentak “jangan bohongggg! tuh ada orangnya, bersikap manis jangan kasar awas loh”.
Tina tau bahwa Kiko menunggunya salama 5 bulan lebih, namun Tina ragu karena banyak dampak negatifnya bila Tina menerima Kiko. Dan bila diingat-diingat Tina pernah mempunyai masalah dengan mantan Kiko, pokonya banyak banget jeleknya deh kalau Tina pacaran dengan Kiko.
Kiko pun datang dengan parfum yang sangat harum dan itu tidak seperti biasanya.
Kiko pun duduk
“Tina, kenapa kamu melamun?
“enggak.” Jawabnya dengan judes
“Tina, apakah kamu tidak menyadari selama ini ada yang se setia aku menunggu kamu selama 5 bulan?, tetap mengejar cintamu meskipun kamu tidak peduli?”
“ya aku tahu, maaf ya udah acuhkan kamu.”
“tin jangan mandang handphone aja dong hargain yang bicara di depan kamu tuh.”
“oh iya di bbm katanya kamu mau ngomong sesuatu, cepet dong ngomong aja, aku bakalan dengerin kok.”
“iya, aku sangat mencintai dan aku ingin menjaga mu, aku ingin jadi pacar kamu.”
“aduh aku bingung harus jawab apa!”
“bingung nolaknya ya?”
“bukan begitu, aduh gimana ya? Gini aja deh biarin waktu yang menjawabnya aja ya?
“ya udah kalau kamu nolak aku gak papa, tapi aku akan selalu setia menunggu kamu kok.”
“makasih ya.”
“ya udah aku antar pulang ya?”
“yaa jangan dong nanti tante aku lihat, kamu tahu sendiri kan aku belum boleh punya pacar?”
“jangan gitu dong Tin, kamu sudah menolak dia, diantar pulang pun tidak mau, apa kamu gak punya perasaan?” Jawabnya dengan kecewa
Tina pun menerima tawaran Kiko dengan muka cemberut dan tak berdosa.
Sesampai nya di rumah Tina mengirimkan voice note yang di dalamnya terdapat permintaan maaf Tina kepada sahabatnya, sahabatnya hanya membalas “Tina inget ya, cowok yang menjadikan kamu hanya pelampiasannya, selalu kamu harapkan, sedangkan ada cowok yang se setia itu kamu acuhkan, kamu bodoh. Dan satu lagi Kiko emang nakal, tapi itu dulu, dia sudah berubah dan itu demi kamu!.
Berhari-hari Tina bermusuhan gara-gara masalah itu, Tina pun bercerita kepada teman sebangkunya dan dia mendukung keputusan Tina untuk tidak berpacaran dengannya, karena apa? Dia tau asal usul Kiko yang nakalnya gak ketulungan, sampai sampai dia dikeluarkan dari sekolah, tapi di sisi lain tina tidak mau persahabatan nya kandas karena sebuah penolakan. Tina sudah mencoba meminta maaf berkali-berkali kepada sahabatnya agar tidak memaksakan perasaan Tina, meskipun ia tahu bahwa alasan mereka melakukan itu supaya Tina bisa mempunyai pacar dan hari harinya tidak dipenuhi dengan harapan palsu, dan ketika itu sahabat Tina memaafkan Tina meskipun persahabatan mereka tidak selekat dahulu, dan Tina menyesal telah mempertahankan ego perasaan nya dari pada persahabatannya, namun sekarang nasi sudah menjadi bubur dan tidak dapat kembali seperti dahulu.



Aku selalu tertawa saat mendengar temanku, Firly, mengatakan tentang partikel. Dia selalu berkata seperti ini disaat yang genting, “Karena ada partikel-partikel kecil yang menempel di tubuh sehingga membuat bla… bla… bla,” ujarnya. Itu membuat aku, dan teman-teman tertawa keras. Huft… sayangnya sekarang sedang libur.
Oya, namaku adalah Tasya. Aku masih kelas 4 SD, lho. Tapi, hari-hariku selalu diwarnai dengan lawakkan Firly -walau dia sering membuatku marah- dan sahabatku yang sering menghiburku, Cantik dan Khalisa. Aku sangat berterimakasih kepada sahabatku, terutama Cantik. Karena dia selalu membuatku tertawa. Khalisa sih agak pendiam. Tapi, sebenarnya dia cerewet.
Oh iya, aku bersekolah di Sunny Elementary School. Oya, aku lupa, ada janji dengan Cantik dan Khalisa bermain dengan Najwa di rumahnya. Najwa adalah salah satu temanku. Bisa dibilang sahabat sih. Tapi… menurutku belum tepat, jadi teman dekat saja ya (sama aja gak sih? :D).
Blackberry-ku berbunyi. Oh, bbm dari Cantika. Isinya: “Dmn, Tas? Kok lama sih? Kita udah dri 15 menit yg lalu. Km kan rmhnya dkttt.”
Aku segera berlari kesana. Oh My God! Aku lupa membawa buku! Aku segera mengambil buku-ku dengan tas besar. Kami akan mengadakan party books. Aku membereskannya selama 8 menit. Lalu segera berlari dengan membawa buku-buku itu. #keberatansih
Sesampainya disana, kami langsung menghamburkan buku di kamar Najwa. Orangtuanya sedang di luar negeri bersama orangtuaku, orangtua Cantika, dan orangtua Khalisa. Jadi, rencananya kami akan menginap selama 2 bulan. Karena orangtua kami akan ada di luar negeri selama 8 bulan. Lama ya? Nah, di rumahku 2 bulan, di rumah Cantika 2 bulan, dan di rumah Khalisa 2 bulan. Nah, saatnya PARTY BOOKS!
Saat party books sudah berlangsung 2 jam, tiba-tiba…
“Aku kebelet buang air kecil! Anterin dooong! Plizzz!” Khalisa berteriak. Najwa langsung mengantarkannya. Setelah itu aku bertanya, “Kamu udah dari tadi Sa, kebelet?” tanyaku. “Belum kok. Baru aja. Tiba-tiba udah kayak pengen keluar aja. Hehe,” jawabnya.
Eh sekarang giliranku, Cantik dan Najwa berkata mengeluh, “Laper berat!” ujar kami dengan lemah, tapi bersamaan. Lalu kami berempat tertawa. Langsung saja kami keluar dan bersiap-siap menaiki sepeda.
Kalian tahu, kami ingin kemana? Kami ingin ke minimarket. Kami membeli kornet, telur dan makanan ringan dan masiiih banyak lagi. Totalnya hampir 500 ribu lhooo! Heheheh… maklum, kami ditinggali uang sebanyak 8 juta untuk 8 bulan per anak. Tapi, Najwa dan Cantik hanya diberi 7 juta.
Sampai di rumah, aku bertanya kepada mereka, “Eh kok tadi bisa kayak gitu ya? Teriak bersamaan, dan Khalisa aneh sendiri. Kok bisa ya?” tanyaku bingung. Najwa dan Cantik menjawab serempak, “Karena ada partikel-partikel kecil yang menempel di tubuh, sehingga menyalur ke otak dan menyebabkan kita begitu. Hahaha,” mereka menjelaskan.
5 detik kemudian…
“HAHAHAHA!” kami tertawa keras sekali sampai membangunkan adik Najwa yang berumur 8 tahun. Kelas 3. Kami juga membangunkan kelinci Najwa. Hahaha. Thanks, Fir, karena kamu, kami bisa tertawa puas! Hahaha…
SEKIAN




Kak Aga terus saja menyetir mobilnya. Tentu saja akan mengetahui kemana kak Martha pergi. Dengan kecepatan sedang, laju mobil mulai berhenti. Tiba-lah di suatu tempat untuk minum minum gitu deh. Mobil kak Aga berhenti tepat di belakang mobil kak Martha.
Kak Aga, Kak Diana, Uli dan Zea melihat kak Martha berhadap hadapan dengan seorang lelaki. Tapi anehnya, lelaki itu bercakap-cakap dengan kak Martha, memandangi mobil kak Aga dan menunjuk jari ke arah mobil kak Aga. Ada apa ini?
“perasaanku gak enak deh” kata kak Diana.
“jangan takut dulu Na” kata kak Aga.
“aku takut kak, liat cowok yang sama kak Martha itu” kata Zea.
“iya kak. Masa cowok itu bisa liatin kita? Terus nunjuk nunjuk mobil yang kita naiki” lanjut Uli.
“udah udah, kalian tenang aja ya! Ada kak Aga dan kak Diana” kata kak Aga. “aku turun dulu ya guys!” lanjut kak Aga.
“Aga, tunggu” kata kak Diana, memegang pergelangan tangan kak Aga. “eh, maaf” ucap kak Diana.
“iya, gak papa” jawab kak Aga.
“ntar kalo kita kenapa-napa gimana? Apalagi kita bawa anak orang” kata kak Diana.
“berdoa aja, semoga gak terjadi apa apa sama kita semua” kata kak Aga, tersenyum. Lalu ia menuju tempat kak Martha.
“oh! Jadi gini lo Tha? Udah punya pacar lagi? Dan pergaulan bebas?” tanya kak Aga kesal.
“ngapain lo kesini? Mau ikut gue? Sorry! Gue gak mau! Sono lo pergi!” usir kak Martha.
“eh! Semua anak di sekolahan udah tau semuanya tentang lo! Foto foto dah banyak dilihat sama temen temen. Lo nyadar! Lo tuh ketua OSIA di SMA kita! Lo seharusnya nyontohin temen temen dan ade kelas yang baik! Bukan yang buruk!” kata kak Aga. Dia sedikit marah.
plakk! Bunyi tamparan dari Nanda.
“mampus lo! Sono pergi! Ganggu kita aja lo!” usir Nanda.
“dapet balasan dari Tuhan kelak!” kata kak Aga, lalu meninggalkan tempat itu. Ia menuju mobil.
“Aga, sakit yah?” tanya kak Diana.
“gak kok, biasa aja. Yuk lanjut lagi!” kata kak Aga.
“kak Aga, apa bener cowok yang tadi nampar kakak itu namanya Nanda?” tanya Zea.
“iya, yang di foto itu” jawab kak Aga. “Nanda sama kakak masih cakepan kakak kan?” tanya kak Aga.
“cakepan Nanda” jawab kak Diana.
“awas lo Na, bilang gitu. Tapi lo jatuh cinta sama gue” ledek kak Aga.
“ciee” Zea dan Uli bersamaan.
“apaan Aga ngaco!” kata kak Diana. Tersipu malu.
Dan 15 menit kemudian, mereka sampai di tempat yang dituju. Yaitu “THE RIZZED RESTAURANT”
“turun turun” kata kak Aga.
“kak Aga, Uli tidur tuh. Biarin aja yah?” tanya Zea.
“iya iya bener tuh! Biarin aja” jawab kak Aga.
Setelah dinner, mereka kembali ke mobil. Kecuali Uli, yang sekiranya memang di mobil sedari tadi. Tidak lupa, kak Aga membungakuskan Pizza dan Burger masing masing 2 pack untuk Uli. Dan 2 gelas soft drink juga untuk Uli. Ya! Lebih banyak dari Kak Aga, kak Diana dan Zea.
“loh? Uli.. Uli dimana?” tanya kak Diana.
“apa maksud kamu Na? Jangan bercanda!” kata kak Aga.
“gak bercanda loh! Serius. Uli gak ada!” kata kak Diana meyakinkan.
“trus. trus gimana kita? Kita harus berbuat apa?” tanya Zea panik. “apa dia kabur keluar mobil?” tanya Zea.
“bisa jadi. Soalnya tadi gak aku kunci. Kukira kalo dia bangun mau nyusul kita masuk” kata kak Aga.
“tadi gak dibangunin” kata kak Diana.
“kan niat ku sama Zea cuma bercanda doank Na!” kata kak Aga.
“iya aku tau. tapi bahaya kan, kalo kita gak nemuin Uli lagi. Apalagi bisa jadi dia belum tau daerah sini. Kalo tersesat, gimana coba?”
“kamu bener Na” jawab kak Aga.
“ya udah kita cepet cepet ayo nyari dia! Barangakali belum lama dia keluar mobilnya!” ajak Zea.
“ayo ayok!” jawab kak Aga.
Di perjalanan mereka terus berdoa. Semoga bertemu lagi dengan Uli. Waktu sudah menunjukkan pukul 21.35. Tentu dianggap tak baik kalau anak keluar malam. Apalagi anak perempuan. Dan sudah 12 menit kiranya, mereka mencari cari Uli yang kabur dari mobil. Kak Aga memutuskan untuk berhenti sejenak. Sambil melihat sekitarnya. Barangakali Uli ada disitu.
“Zea, kamu punya fotonya Uli gak?” tanya kak Aga.
“punya kak” jawab Zea.
“coba fotonya di sebarin ke orang orang, kalau kalau tadi ada yang ngelihat Uli” kata kak Aga.
“gimana caranya kak?” tanya Zea.
“di bloetooth in sini. Ntar kita bertiga sama sama keluar mobil, dan ngasih tau fotonya Uli ke orang orang. Kayak di TV TV itu lah biasanya nyari orang ilang” jelas kak Aga.
“tapi kalo kita juga ilang gimana Kak? Kita kan berpencar nanti” tanya Zea.
“ya, jangan jauh jauh dari mobil. Ntar payahlah kalo kita berempat ilang semua. Mobilnya gimana? Ya udah yuk, kita mulai nyari aja” ajak kak Aga.
Mereka terus mencari Uli. Sudah 1/2 jam kiranya. Tapi sosok Uli belum juga ketemu. Mereka tak putus asa demi Uli. Nanti kalau Uli hilang, orangtuanya juga panik. Dan mungakin bisa marah kepada Kak Aga, Kak Martha dan Zea.
5 menit kemudian mereka kembali ke mobil. Dan, oh! Ternyata Uli sudah berada di mobil kak Aga. Betapa terkejutnya mereka yang mencari Uli. Dan lucu juga pengalaman ini. Mereka tertawa geli melihatnya.
“kalian jahat!” kata Uli. “katanya ngajakin dinner. Tapi aku malah ditinggal di mobil! Mau kalian apa? Ngerjain aku?” tanya Uli kesal.
“hehehe, maafin kita Ul, niat kita cuma bercanda” kata kak Aga sambil sedikit tertawa.
“kenapa ketawa kak? Kakak bilang ini lucu?!” kata Uli kesal.



Tekun Awal Yang Sukses


Burung berkicauan, di antara hempasan gelombang yang tinggi menerpa pantai. Nama ku fachri aku hanyalah anak seorang nelayan, penghasilan ayahku tidak terlalu tinggi, tapi kedua orangtua ku tetap berusaha menyuruh aku sekolah.
Sejak SD aku didik untuk belajar, jadi tak heran jika aku sering juara kelas, setelah lulus SD, orangtua ku berhasil menyekolah kan aku di MTs alkautsar demi pemahaman gama islam, supaya kelak aku tau tentang agama.
Semangat belajarku meningkat sejak MTs, itu berkat dukungan orangtua ku, dan semenjak MTs ayah mengajarku berdebat menurut akal sehat, dan pada saat itulah aku tertarik di dunia hukum, yaitu menjadi seorang pengacara. Aku tau cita-cita menjadi seorang pengacara sangatlah berat, tapi itulah mimpi besarku yang ingin aku capai.
Setamatnya di MTs aku melanjutkan sekolah menengah atas 13 BATAM (SMA 13 BATAM). Sangat beruntung aku mendapat beasiswa dari pemerintah berkat prestasiku, tidak sia-sia pengorbananku, dan aku sangat bangga bisa meringankan beban kedua orangtua ku.
Semenjak di SMA inilah aku kenal dengan nama motivasi, ayahku seringkali memotivasi diriku yang membuat semangat belajarku makin membara, ada satu motivasi yang sampai sekarang paling ku ingat dari ayahku, ayah ku berkata kepada ku, “nak ayah ada satu nasehat untuk mu”
“apa tu yah…”
“pemuda yang baik adalah pemuda yang mampu mengatasi masalahnya sendiri, dan mampu membawa kehidupanya lebih baik, lewat kerja kerasnya sendiri, kamu lihat betapa banyak anak orang kaya yang berpoya-poya dengan harta orangtuanya pemuda semacam ini adalah pemuda yang pemalas, dilihat dari materi memang mereka bagus, tapi kalu dilihat dari usahanya sendiri sebenarnya mereka nol, tidak ada apa-apanya”.
Mendengar kata sang ayah hati ku semakin membara penuh semangat, aku bertekat akan mengejar mimpi ku menjadi seorang pengacara, Alhamdulillah aku diteriam kuliah di UIB aku masuk di bidang hukum, lewat ketekunanku berorganisasi dan belajar, akhirnya aku bisa mengejar mimipiku, dan aku berkata kepada ayahku, “ayah ini janji ku kepadamu, aku berhasil menjadi pemuda yang ayah katakan, aku berhasil lewat usaha ku sendiri”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar